Perspektif

Menjadi Pemuda, Harus Gaul Atau Saleh?

2 Mins read

Masa remaja identik dengan pergaulan, di mana seorang remaja biasanya mencari teman sebanyak-banyaknya. Sebuah ungkapan, kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga. Namun, apakah mungkin ketika muda dibuat foya-foya, tanpa amalan saleh, kemudian mati bisa masuk surga?

Remaja yang Gaul

Remaja yang gaul, suka foya-foya, dan kaya biasanya lebih disenangi oleh teman-temannya, baik teman sejenis maupun lawan jenis. Sedangkan, remaja yang dirinya tertutup biasanya tidak banyak memiliki teman, ia biasanya cenderung kaku dan dikatakan kurang gaul atau kuper (kurang pergaulan).

Dalam dunia remaja, istilah remaja gaul dapat kita pahami sebagai remaja yang dapat diajak gaul model apa saja dan diajak ke mana saja. Misal, jika teman merokok, ia pun merokok, jika temannya minum-minuman keras (khamr), dirinya juga ikut, atau bahkan jika temannya mengonsumsi narkoba, dirinya pun mengikuti.

Istilah gaul dapat kita pahami sebagai suatu kebersamaan, kesetiaan, dan kesamaan tingkah laku maupun sikap.

Sehingga, apabila ada seorang anak muda yang tidak mengikuti tren gaul, maka dianggap sebagai orang yang sok suci, sok alim dan sok ustadz. Karena selama ini, remaja yang berperilaku saleh sering dicap sebagai remaja yang kurang gaul alias eksklusif.

Maka dari itu, kita harus mengubah definisi tersebut agar gaul dapat dipahami sebagai bentuk hal yang yang positif, lebih-lebih menyentuh sifat kesalehan. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW:

“Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allâh dibawah naungan ‘Arsy nya pada hari tidak ada naungan selain naungan Allâh Azza wa Jalla (yaitu):

Imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla, seorang laki-laki yang mengingat Allâh dalam kesunyian (kesendirian) kemudian dia menangis (karena takut kepada azab Allâh), seorang laki-laki yang hatinya selalu bergantung dengan masjid Allâh, dua orang yang saling mencintai, mereka berkumpul dan berpisah karena Allâh Azza wa Jalla, dan seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang perempuan yang memilki kedudukan dan cantik akan tetapi dia menolak dan berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allâh. Dan seorang laki-laki yang bersedekah dengan sesuatu yang ia sembunyikan, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya. (HR. Al-Bukhâri dan Muslim).

Baca Juga  Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

Masa Muda Adalah Masa Keemasan

Masa muda merupakan masa keemasan, masa produktif, masa yang paling gemilang untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya menuju akhirat.

Lantas, bagaimana dengan fenomena anak muda di banyak tempat, yang mana anak muda diidentikkan dengan gaul, nggak gaul berarti nggak tren?

Rasulullah SAW bersabda:

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ …

“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara : “waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu”.

Sudah jelas bahwa waktu muda perlu dimanfaatkan dengan baik. Lalu, bagaimana seorang pemuda itu seharusnya?

Boleh gaul dalam hal yang diperbolehkan dalam agama dan tidak melanggar syariat.
Hukum asal muamalah adalah mubah, kecuali ada nash yang melarang atau mengharamkannya, sebagaimana kaidah:

الأصل في المعاملات الإباحة

“Hukum asal berbagai muamalah (urusan dunia) adalah mubah”

Sehingga, boleh saja kita gaul, selama masih dalam koridor syariat dan tidak ada larangan dalam agama. Bahkan, kita diperintahkan untuk menyesuaikan dengan masyarakat di sekitar kita selama tidak melanggar syariat.

Gaul tapi Saleh

Istilah “gaul” adalah istilah kekinian yang digunakan oleh pelakunya agar dianggap mengikuti tren dan gaya pergaulan masa kini. “Gaul” ini digandrungi oleh anak-anak muda, yang mana jati diri pemuda memang ingin terlihat eksis, sebagai ajang pembuktian diri.

Seorang pemuda muslim yang mengharap kemuliaan dari Allah Ta’ala sebagai seseorang yang saleh, tentu diperbolehkan menjadi anak muda yang gaul, asalkan kenal dengan syarat dan mengetahui batas-batasnya.

Menjadi gaul boleh, asalkan dalam hal yang diperbolehkan dan tidak melanggar syariat, yang tidak syuhrah, apalagi gaul yang kebablasan.

Niatkan semua untuk menggapai rida Allah, dan tetap ingat pada tujuan diciptakannya manusia, yakni untuk beribadah, menghambakan diri di hadapan Allah.

Baca Juga  Hasnah Nasution: Menjadi Saleh Sekaligus Toleran

Tetap menjadi pemuda di jalan yang lurus sesuai Al-Qur’an & As-Sunnah, senantiasa memperhatikan lingkungan dan teman karibnya. Tetap Istikamah dalam berdakwah, serta semangat untuk meng-upgrade ilmu kita.

Semoga tulisan sedikit ini menambah pengetahuan ilmu kita, penulis merasa masih banyak kekurangan. Karena itu, butuh masukan dan dukungannya. Semoga dengan kita mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, hidup kita lebih maju dan berkah. Aamiin.

Editor: Lely N

Avatar
12 posts

About author
Mahasiswa IAIN Surakarta Hukum Keluarga Islam
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds