Puisi Cinta | Cinta (yang sejati) adalah anugrah dari tetesan Tuhan Yang Maha Cinta dan Maha Kasih kepada ciptaan-Nya. Karena itu, cinta (yang sejati) menjadi sebuah rel kereta yang membawa semua penumpang melintasi gelapnya terowongan untuk sebuah keselematan.
Cinta tidak pernah pergi dari diri setiap manusia. Itu sebabnya, manusia di seluruh dunia ini tak perlu bingung mencari cinta (yang sejati), karena ia tidak pernah pergi dan selalu ada di dalam diri.
Namun demikian, tak jarang dari kita mengusir cinta (yang sejati) secara sengaja ataupun tidak—baik secara arti, teori ataupun praktik—dari tempat yang semestinya.
Malah, cinta (yang sejati) yang seharusnya menjadi perekat manusia dengan sumber pancaran nuraninya, perlahan-lahan terlepas dari sumbernya. Parahnya lagi, cinta (yang sejati) yang diharapkan dibuat seolah-olah dibuat sangat sulit untuk ditemui.
Itu yang kemudian membuat cinta nampak mulai blepotan noda dan begitu susah untuk disucikan. Pasalnya, pesan-pesan cinta blepotan itu dikirimkan melalui peralatan canggih ke lautan media.
Fitur “filter” dan canggihnya mesin pencari membuat seorang manusia lebih percaya menampakkan diri dengan kata-kata cinta blepotan. Padahal, cinta (yang sejati) tak pernah memiliki rupa, apalagi berwujud materi. Cinta (yang sejati) tidak terbatas ruang dan waktu, apalagi terbatas oleh kata-kata dalam laku bercinta alias ‘ngGombal’.
Himpunan Puisi Buku Kembara Cinta
Buku ini berisi bongkahan kata-kata yang membongkar segenap cinta (yang sejati), alih-alih mencari cinta blepotan, yang dihimpun berbentuk puisi dengan judul-judul:
Gincu (halaman:1), Jerat (halaman:2), Sinar Matamu (halaman:3), Harum Bunga (halaman:4), ngGombal (halaman:5), Siapa Dirimu (halaman:6), Bilakah? (halaman:7), Khianat (halaman:8), Betulkah? (halaman:9), Api Asmara (halaman:10), Cemburu (halaman:11), Pertemuan (halaman:12), Keranda Cinta (halaman:13), Resah (halaman:14), Senandung Winter (halaman:15), Dermaga Rindu (halaman:16), Saksi Rindu (halaman:17), Sepi (halaman:18), Selamat Jalan (halaman:19), Pergi (halaman:20), Resah Rindu (halaman:21), Sorry, Adinda (halaman:22), Misteri (halaman:23), Surat Rindu (halaman:24), Lambaian Angin (halaman:25), Segelas Air Mata Rindu (halaman:26), Pelabuhan Rindu (1) (halaman:27), Pelabuhan Rindu (2) (halaman:28), Pelabuhan Rindu (3) (halaman:29), Pelabuhan Rindu (4) (halaman:30), Lamunan Nakal (halaman:32), Bibir Corona (halaman:33).
Menjadi Penyair: Tidak Harus Bercinta Berkali-Kali atau Patah Hati Berhari-Hari
Gubahan demi gubahan pada himpunan puisi di dalam buku ini mengajak pembacanya keluar dari jebakan cinta yang blepotan. Salah satu gubahan yang paling merepresentasikan ajakan tersebut terdapat dalam salah satu puisi yang berjudul ‘ngGombal’:
seonggok kata cinta
lahir dari bisul yang membengkak
segenggam kata rindu
hanyalah daging yang membusuk
cinta dan rindu
hanyalah nafsu yang membeku (halaman: 5)
Puisi di atas dapat dibilang sebagai kunci utama pembuka pintu kesadaran bagi seseorang yang bingung mencari jalan keluar dari cinta yang blepotan, meskipun cinta (yang sejati) begitu sulit dialami. “Seonggok kata cinta” pada puisi di atas, menjelaskan tentang betapa hinanya cinta blepotan.
Lahir dari sebuah penyakit bernama bisul yang membengkak, dan pada klimaksnya akan menyebarkan bau anyir dari daging yang membusuk.
Namun, sedikit pihak yang sadar akan bau anyir itu. Akibatnya, “segenggam kata rindu” menjadi sebuah implikasi dari ledakan klimaks sang bisul yang akan menjadi daging busuk—yang dapat menyebarkan bau anyir bagi alam sekitarnya.
Maka dari kata cinta dan rindu yang alih-alih mengucapkan cinta murni (yang sejati) itu mengantarkan manusia kepada tidur panjang untuk jauh dari kesadaran akan cinta yang sejati.
Karena ketidaksadaran tersebut, manusia hari ini dininabobokan dan diselimuti oleh cinta yang berbalutkan nafsu birahi. Itulah yang acap terjadi saat seseorang mencoba membisikkan kata “cinta” dan “rindu” kepada pacarnya—’ngGombal’.
***
Karenanya, cinta yang sejati bukan cinta yang berwujud kata (“cinta” dan “rindu”), baik dari siapapun yang mengucapkan atau kepada siapapun diucapkan.
Dengan demikian, himpunan puisi di dalam buku ini adalah bentuk ikhtiar Pak Fatoni, sang penulis buku Kembara Cinta untuk membongkar mitos, bahwa untuk menjadi penyair tidak harus bercinta berkali-kali, atau patah hati berhari-hari. Artinya, cinta yang sejati bukan dicari melalui laku cinta seperti yang dilakukan manusia hari ini alias ‘ngGombal’, tetapi cinta yang sejati telah ada di dalam diri sebagai tetesan murni dari Tuhan Yang Maha Cinta dan Maha Kasih kepada seluruh ciptaan-Nya.
Oleh karena ikhtiar mulia penulis dalam membongkar mitos dan mengungkap keberadaan cinta yang sejati melalui karyanya ini. Maka, satu hal yang tidak terelakkan, buku Kembara Cinta yang merupakan sebuah karya sastra adalah mempunyai tingkat kesulitan bahasa yang luar biasa sehingga tidak mudah untuk dipahami dengan sekali membaca.
Pembaca buku ini—apabila bukan orang yang punya pengetahuan sastra tingkat tinggi—untuk memahami isinya, mungkin perlu membaca sambil membawa panduan: KBBI, Kamus Istilah Sastra, atau memahami peribahasa-peribahasa tertentu terlebih dahulu, dan harus beberapa kali membacanya.
Pencinta yang Dibutakan Birahi
Di samping membawa panduan, seseorang yang hendak memahami isi buku ini juga tidak boleh berhenti membacanya hanya sampai pada halaman 33. Karena, gubahan-gubahan yang lebih terang dan tegas, pada lembaran-lembaran selanjutnya, juga dihimpun dan disajikan demi menjawab pertanyaan yang sering bermunculan di pikiran handai tolan, yakni: “Di manakah cinta sejati?”—Pertanyaan yang kerap muncul sebab cinta (yang sejati) terhimpit di antara indahnya cerita surga dunia (nafsu birahi).
Dalam menjawabnya, Pak Fatoni penulis buku ini menyematkan untaian kata yang berangkat dari perasaan ironi terhadap laku bercinta hari ini alias ‘ngGombal’ dengan spirit mengungkap cinta (yang sejati). Sejumlah untaian kata itu terdapat pada halaman 35-70—tentunya, dengan menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami, dan telah disesuaikan.
Karena itu, selain untuk menjawab pertanyaan, di manakah cinta sejati, untaian kata itu adalah upaya Pak Fatoni dalam mengonter kekurangan buku yang himpunan puisinya telah banyak menggunakan bahasa yang relatif sulit dipahami.
Untaian kata yang disematkan bersumber dari ‘Punjangga Cinta’ seantero jagad, serta disusun secara tertib: Gus Mus berada di barisan terdepan, dilanjutkan Ibnul Qayyim, Imam Syafi’I, Imam al-Ghazali, George Herbert, dan di tengah terselip Dee Lestari, dan di barisan belakang terdapat sosok Ali bin Abi Thalib dan Albert Einstein.
Ibnul Qayyim cukup mendominasi dengan untaian kata cintanya (yang sejati). Salah satu untaian katanya:
“Orang paling bodoh adalah orang yang mengetahui Allah itu Maha Pengampun, lalu dia jadikan perkara itu menjadi alasan untuk terus berbuat dosa”—Ibnul Qayyim (Halaman: 61).
Kata dari Ibnul Qayyim memang tidak menggambarkan cinta nafsu birahi antarmanusia sebagaimana ‘ngGombal’. Tetapi, untaian kata dari Ibnul Qayyim tersebut diambil dengan maksud menjelaskan cinta yang dibutakan birahi.
Alih-alih cinta kepada pengetahuan, birahi yang tak terkendali membuatnya jauh dari kebijaksanaan. Alih-alih philo-sophia (cinta kebijaksanaan), eh malah miso-sophia (benci kebijaksanaan).
Manfaat Himpunan Puisi ini
Itulah untaian kata yang diharap menjadi penyodok kesadaran pembaca untuk tetap semangat dalam menapaki jalan terjal di antara tajamnya onak kehidupan. Saya tidak mengetahui secara pasti, apakah pengambilan judul Kembara Cinta ini terinspirasi dari Kembara Rindu karya Habiburrahman El-Shirazy, yang diterbitkan penerbit Republika tahun 2019, karena memang tidak dijelaskan di dalamnya. Namun, bagi saya buku ini sangat layak dibaca oleh kaula muda yang tengah sibuk mengembara dan mencari cinta sejatinya, alih-alih merengkuh cinta berbalutkan birahi. Itulah Kembara Cinta yang sesungguhnya.
Judul: Kembara Cinta: Himpunan Puisi dan Untaian Kata
Penulis: Ahmad Fatoni
Penerbit: Pustaka Learning Center
Cetakan: Pertama, 2021
Tebal: vi, 72 hlm.
ISBN: 978-623-6121-90-0
Editor: Yahya FR