Review

Islam itu Isinya Cinta, Bukan Kedengkian dan Amarah

3 Mins read

“Cinta adalah asas agamaku” Begitulah Haidar Bagir (selanjutnya Bagir) memulai bukunya yang diambil dari sabda nabi Saw yang sedikit banyak mewarnai gagasan Islam Cintanya.

Kalau Karl Marx dan Frederich Engels menghadirkan karya yang bertajuk The Communist Manifesto, maka Bagir hadir dengan bukunya yang memiliki tajuk Manifesto Islam Cinta, sebuah buku kecil dalam rangka menghadirkan spirit cinta ke tengah-tengah publik. Meski buku ini kecil, namun membawa gagasan yang teramat besar dan pesan esensial yang banyak dilupakan. Saat melihat kedua karya tersebut, baik Marx, Engels, dan Bagir bersikeras menghadirkan manifesto; apa yang tersembunyi menjadi tampak sebagai pernyataan (ketegasan) sikap.

Paling tidak kata “manifesto” yang dipilih Bagir pertama, sebagai bentuk keresahan Bagir terhadap manusia saat ini yang terjebak dalam kubangan materialisme, sedangkan promosi cinta tertimbun peradaban yang semakin rakus, egoistik, dan cenderung menuruti nafsu semata yang meminggirkan prinsip cinta. Kedua, kesadaran bahwa cinta dan welas asih sebagai asas Islam yang paling utama, namun tertutup banalitas sejarah dan karut marut sosial-politik profan yang menampilkan wajah agama Islam nampak negatif serta kurang menarik (hal. 19-20).

Benih-benih gagasan Islam Cinta Bagir terwujud dalam banyak karya yang telah ditulisnya, sebut saja seperti Islam Risalah Cinta dan Kebahagiaan, Semesta Cinta: Pengantar pada Pemikiran Ibn Arabi, Belajar Hidup dari Rumi dan Mereguk Cinta Rumi, Sang Belas Kasih, Alkimia Cinta, Catatan untuk Diriku (Ihwal Hidup, Cinta, dan Bahagia), sertabuku-buku lain yang berkait kelindan dengan sufisme yang sama-sama mempromosikan spiritualitas cinta.

Buku ini sebenarnya merupakan upaya tindak lanjut dari karya-karya sebelumnya. Hal ini tampak dalam bab pertama bagaimana Bagir mempersoalkan ulang problem eksistensial religius manusia. Posisi agama yang sempat diramal bakal lenyap tergantikan sains dan etika sekuler, sering diserang kanan kiri, serta dipertanyakan relevansinya untuk menjawab tantangan-tantangan saat ini. Dalam bab-bab lain juga menekankan orientasi cinta ajaran Islam serta menunjukkan kesesatan ajaran-ajaran kebencian dan pelegalan kekerasan atas nama Islam.

Baca Juga  Potret Pembelajaran Islam di Rusia
***

Tema ayat-ayat dan hadis yang bernada perang dan kekerasan pun perlu dicek ulang, jangan-jangan apa yang nampak seperti melegalkan kekerasan, ternyata memiliki konteksnya tersendiri yang perlu dipahami lebih lanjut agar tidak tercerabut dari akar historisnya.

Secara esensial, Islam tidak pernah membenarkan kekerasan atas nama apapun, sekalipun itu dalih pembelaan atas nama Allah dan nabi rasul-Nya. Buku ini menepis itu sebagaimana tergambar dalam bab tiganya yang menyajikan kontra narasi terhadap orang-orang yang mencemari dalil-dalil Al-Qur’an dan sunah melalui spirit Islam Cinta. Bahkan kehadiran neraka yang dikenal sebagai tempat menghukum hamba-hamba-Nya adalah bentuk cinta dari-Nya. (hal. 134)

Betapa apiknya saat Bagir menampilkan argumen-argumen yang menilai neraka sebagai menifesto cinta Allah pada hambaNya di saat orang lain menilai neraka sebagai azab bagi hamba-hamba-Nya yang membangkang. Menurutnya, siksaan secara material memang membuat kita sakit, tapi bila ditinjau secara teologis-spiritual sebagai bentuk penyempurnaan. Seperti halnya al-nar yang diartikan neraka karena memang memiliki sifat panas, uniknya kata al-nar (نار) seakar kata dengan (نور) yang berarti cahaya yang memiliki sifat menolong untuk mencari jalan saat kegelapan. Semua itu tiada lain sebagai bentuk penggambaran sifat Allah yang al-hakim, Yang Maha Bijaksana. (136-137)

Buku ini mengajak kita untuk melihat kembali pada tujuan Islam yang sebenarnya mengapa ia turun dan mengapa Muhammad Saw diutus. Bukankah dalam firman-Nya menegaskan begini “Dan tidak Kami utus engkau (Muhammad) kecuali menebar belas kasih (rahmat) bagi semesta alam”. Silakan lihat Surah Al-Anbiya’ ayat 107. Bukankah kata nabi “aku tidak akan diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak”

Dalam beberapa riwayat juga pada menyebutkan bahwa “ibadah paling utama adalah memasukkan rasa bahagia pada sesama”. Tidakkah cukup ini sebagai bukti bahwa Islam mengajarkan nilai-nilai humanis pada sesama manusia dan termasuk pada alam.

Baca Juga  Sejarah Singkat Puasa Ramadhan dalam Islam
***

Selain itu, (asmaul husna) nama-nama Allah yang baik itu dimulai dengan asmawelas-asih-Nya (al-rahman) dan (al-rahim), bukan mengenalkan diri dengan asma penghukum atau pengazab, apalagi pembalas dendam. Bahkan Al-Qur’an yang dikenal sebagai pedoman hidup umat Islam pun dibuka dengan basmalah yang di dalamnya juga terdapat asma welas-asih tersebut. Semesta hamparan kasih sayang (rahmat) Allah terhampar luas daripada siksa-Nya, semesta ampunan-Nya pun lebih lapang daripada azab-Nya.

Sekali lagi saya tekankan bahwa Islam adalah agama yang bernafaskan cinta, yang mengindahkan sesamanya tanpa perlu memandang batas sekat SARA. Jika anda ingin mereguk semesta cinta yang terhampar dalam khazanah Islam, buku ini menawarkan itu, mengingatkan kembali pada visi Islam yang rahmatan lil ‘alamin yang sering kali hanya menjadi slogan semata, tapi tidak terejawantah dalam bentuk pemahaman dan tindakan itu sendiri. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Judul Buku: Manifesto Islam Cinta
Penulis: Haidar Bagir
Penerbit: Mizan
Cetakan: I, April 2022
Tebal: 164 halaman
ISBN: 978-602-441-273-9

Editor: Yahya

Avatar
5 posts

About author
Penggosip filsafat, menulis isu-isu sosial keagamaan dan perdamaian. Saat ini menempuh pendidikan program studi Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Alamat sekarang: Puren No. 50 jln. Barada Gg Cengkih Condongcatur Depok Sleman DIY
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *