Tarikh

Sejarah Singkat Puasa Ramadhan dalam Islam

3 Mins read

Allah mewajibkan berpuasa kepada hambanya bukan semata-mata untuk ritual kosong, tetapi ibadah puasa terdapat hikmah yang sangat besar. Di antara hikmah dari berpuasa adalah melatih dan menyucikan jiwa manusia dari segala bentuk hawa nafsu duniawi. Dengan demikian, puasa bulan Ramadhan adalah momentum berharga untuk melatih dan menyucikan jiwa kita.

Puasa Sebelum Nabi Muhammad Saw

Ajaran puasa sudah ada jauh sebelum Islam disebarkan oleh Nabi Muhammad, yaitu Nabi Daud. Nabi Daud dan umatnya berpuasa sepanjang hidupnya. Puasa Daud dikerjakan dengan sehari berpuasa dan sehari buka.  Rasulullah Saw bersabda; “Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Daud, yaitu berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR. Bukhari & Muslim).

Dr. abdurrahman Al Baghdady dalam buku “Peristiwa-Peristiwa Penting di Bulan Ramadhan” mengisahkan ketika Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, Beliau menjumpai kaum Yahudi sedang berpuasa pada bulan Asyura. Lalu Rasulullah bertanya perihal itu kepada mereka, mereka menjawab, “ ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan bala tentara Fir’aun.” Lalu Rasulullah bersabda, “ Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian.” Maka Rasulullah berpuasa pada hari itu dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa.

Perintah Puasa Ramadhan

Puasa di bulan Ramadhan pertama dilakukan kaum Muslimin pada hari ahad 1 Ramadhan tahun ke-2 H, bertepatan dengan 26 Februari 624 M. Ada yang berpendapat bahwa kewajiban puasa Ramadhan diumumkan oleh Rasulullah Saw pada hari Senin, 1 Sya’ban 2 H.

Allah menurunkan Surat Al-Baqarah ayat 183-185 sebagai perintah wajib puasa Ramadhan, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu mendapati bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (Al-Baqarah [2] : 183-185). 

Baca Juga  Sayyidah Nafisah: Ulama Perempuan dalam Khazanah Islam

Setelah puasa Ramadhan diwajibkan Rasulullah bersabda, “Sungguh, Asyura adalah salah satu hari (milik) Allah. Siapa saja yang ingin berpuasa di dalamnya, silakan berpuasa.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Ibnu Umar.

Menurut hadis di atas, puasa Asyura hukumnya sunnah, yang jika dikerjakan mendapatkan pahala, dan bila ditinggalkan juga tidak berdosa.

Larangan Berhubungan Suami Istri pada Malam Puasa

Mengutip dari laman NU Online, pada tahun pertama diwajibkannya puasa di bulan Ramadhan umat Islam berpuasa sampai waktu magrib. Setelah berbuka mereka masih diperbolehkan makan, minum dan berhubungan suami-istri hingga waktu isya tiba. Setelah sholat Isya dan tidur, mereka tidak lagi boleh makan, minum dan berhubungan suami-istri hingga tiba waktu berbuka pada keesokan harinya.

Namun aturan tersebut dirasa berat oleh para sahabat sehingga banyak yang melanggar larangan tersebut. Allah kemudian meringankan melalui turunnya Surat Al-Baqarah Ayat 187 yang memperbolehkan makan, minum, dan berhubungan suami-istri sepanjang malam puasa hingga terbit fajar. 

“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.” (Al-Baqarah [2] : 187).

Ketika Nabi Muhammad menyampaikan surat Al-Baqarah Ayat 187, tentu saja para umat Islam kala itu sangat bergembira memanjatkan syukur atas kasih sayang Allah Swt. Wallahu a’lam.

Editor: Soleh

Baca Juga  Arafah Siap Sambut Jamaah, Menag: Layanan Jadi Lebih Baik
Nur Arif Syaifuddin
3 posts

About author
Universitas Qomaruddin Gresik (S1)
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *