Dalam era yang penuh dengan tantangan global, kebutuhan untuk membangun toleransi dan pemahaman antarumat beragama menjadi semakin mendesak. Jakarta Plurilateral Dialogue (JPD) 2023, yang diselenggarakan di Jakarta pada 29-31 Agustus 2023, menjadi wujud nyata dari upaya tersebut.
Engkus Ruswana, pimpinan Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (MLKI), dengan tegas menyatakan, “Toleransi adalah DNA bangsa Indonesia.” Pernyataan ini bukan hanya mengingatkan kita tentang warisan budaya kita, tetapi juga menegaskan komitmen bangsa Indonesia untuk memelihara dan memperkuat nilai-nilai toleransi.
Tantangan Global dan Keunggulan Jakarta Plurilateral Dialogue 2023
Dilatarbelakangi oleh tantangan global seperti intoleransi dan diskriminasi berdasarkan agama atau keyakinan, JPD 2023 menawarkan solusi melalui dialog dan kerjasama. Acara ini bertujuan untuk memfasilitasi diskusi komprehensif mengenai promosi budaya toleransi, yang esensial dalam mengatasi diskriminasi dan kekerasan berdasarkan agama atau keyakinan. Selain itu, dialog ini juga berfokus pada perlindungan hak asasi manusia, termasuk hak kebebasan beragama dan hak kebebasan berpendapat.
Salah satu keunggulan dari JPD 2023 adalah adanya pertukaran ide dan pengalaman dari berbagai negara dan wilayah di dunia. Dengan demikian, acara ini menjadi platform untuk mempelajari praktik terbaik dan pelajaran yang telah diperoleh dalam memajukan toleransi. Dialog ini juga memfasilitasi pertukaran antara pemangku kepentingan pemerintah dan masyarakat sipil, memberikan kesempatan untuk belajar satu sama lain dan menemukan kolaborasi serta rekomendasi untuk langkah selanjutnya.
Dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Agama, Kantor Staf Presiden, dan Kementerian Luar Negeri, JPD 2023 menjanjikan langkah maju yang signifikan dalam upaya global untuk menciptakan dunia yang lebih toleran dan damai. Sebagai penulis, saya percaya bahwa toleransi sejati dapat terwujud bila semua pihak dapat menerima perbedaan dan rela atau ikhlas untuk “tune in” dengan perbedaan di sekitarnya.
Toleransi bukan hanya tentang mengakui perbedaan, tetapi juga tentang menghargai dan merayakannya. Dalam konteks ini, JPD 2023 menjadi momentum penting untuk mengajak semua pihak agar tidak hanya berbicara tentang toleransi, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pengarusutamaan Toleransi di Daerah
Toleransi sebagai aspek penting dalam kehidupan dalam umat beragama maupun antarumat beragama harus terus diarusutamakan. Hal ini tidak terlepas dari keberagaman yang terus berkembang secara positif dengan adanya toleransi. Meski begitu, perlu menjadi perhatian bahwa pembahasan tentang toleransi masih banyak dilakukan pada forum-forum formal dan akademik. Salah satu buktinya adalah kasus-kasus diskriminasi dan intoleran yang masih terjadi dari waktu ke waktu.
Oleh sebab itu, perlu pengarusutamaan yang dilakukan di daerah oleh berbagai pihak. Pertama dan paling penting adalah oleh pemerintah. Forum-forum pengarusutamaan toleransi oleh pemerintah daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota perlu diaktifkan. Hal ini penting untuk melibatkan pengambil kebijakan di tingkat daerah dalam pengarusutamaan toleransi.
Tidak cukup sampai di situ, masyarakat sipil melalui Ormas penting untuk terlibat dalam pengarusutamaan toleransi. Hal ini penting agar toleransi menjadi fakta dan budaya yang diterapkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, tidak berhenti pada pengetahuan yang dipahami oleh akademisi dan pengambil kebijakan. Sehingga, kasus-kasus diskriminasi dan intoleransi yang pernah terjadi pun tidak terulang kembali.
Meski pengarusutamaan budaya toleransi terasa panjang dan tidak mudah, tetapi sebenarnya telah terdapat praktik baik. Salah satunya adalah pengalaman Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang terdapat di provinsi-provinsi se-Indonesia. FKUB merupakan forum di mana pemerintah dan perwakilan ormas tergabung untuk meningkatkan kerukunan umat beragama. Melalui FKUB, terjadi proses saling mengenal, saling memahami, dan saling bekerja sama antara pemerintah dan masyarakat lintas iman.
Di antara kerja-kerja FKUB adalah pengarusutamaan toleransi yang melibatkan pemerintah dan organisasi lintas iman. Kegiatan-kegiatan FKUB terbukti dapat menjembatani perbedaan pemahaman lintas iman yang terjadi di masyarakat. Dengan riwayat diskriminasi dan intoleransi di beberapa daerah, kegiatan-kegiatan ini tentunya menjadi kabar gembira. Tetapi tentu saja apa yang telah dilakukan sekarang perlu dilanjutkan dan diperkuat untuk melahirkan toleransi sejati dalam kehidupan umat beragama di Indonesia.
Editor: Soleh