Benar apa yang kita dengar dari sebuah adagium Arab, bahwa “Al-ilmu nurun wa al-jahlu dhalamun” (ilmu itu cahaya dan kebodohan adalah sebuah kegelapan). Ilmu akan menuntun manusia ke arah keselamatan, ke jalan yang terang. Dengan ilmu, manusia mampu survive dan beradaptasi dari zaman ke zaman.
Makanya, Allah SWT memberi pengajaran kepada Nabi Adam sebelum Dia menempatkannya di surga. Wa’allama adama al asmaa kullaha (Allah mengajari Adam tentang semua nama-nama benda). Tujuannya agar Adam dapat bertahan (survive) dan mampu menjalani hidupnya dengan sewajarnya.
Sayyidina Ali (karramallahu wajhah) ketika ditanya tentang kemuliaan ilmu dibanding harta, Ali memilih ilmu karena ilmu yang akan menjaga manusia. Pilihan tersebut juga terjadi pada Nabi Sulaiman, beliau lebih memilih ilmu dibanding harta. Dengan berilmu akhirnya Nabi Sulaiman juga berharta (kaya raya).
Namun, berbeda dengan kondisi saat ini. Seseorang pergi ke sekolah, menuntut ilmu, memiliki niat dan tujuan yang beragam. Tujuan-tujuan tersebut nyaris semuanya adalah agar dirinya mendapatkan pekerjaan yang layak. Harta menjadi sasaran utama. Profanisme tujuan ke sekolah menjadi ajang yang banyak diperebutkan. Lalu, fatalkah tujuan-tujuan tersebut?
Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang mencari ilmu bukan karena Allah, maka pilihlah tempatnya di neraka.” Sabda Nabi SAW ini mempertegas tujuan kita dalam mencari ilmu agar meluruskan niat murni karena Allah SWT, bukan yang lain.
Bolehkah Menuntut Ilmu dengan Tujuan Kaya?
Namun, tidak lantas dengan alasan itu, dengan bersandar pada sabda Nabi di atas, kemudian kita dengan gegabah menstigma buruk orang lain; menyimpang dari tujuan suci tersebut. Sebab, beberapa kalangan tokoh ulama’ memberikan jalan, tujuan dhunnya (harta) pergi ke sekolah tidaklah semuanya buruk.
Kalam Imam Syafii berikut ini layak untuk kita pahami dengan lebih mendalam. Sang Imam berkata: “Man arada al dunya fa’alaihi bi al ilmi waman arada al akhirata fa’alaihi bi al ilmi waman aradahuma fa’alaihi bi al ilmi.” Artinya, Barangsiapa yang menginginkan dunia (harta), maka harus dengan ilmu. Barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka wajib baginya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan keduanya, juga harus dengan ilmu.
Kalam Al-Syafii di atas memang tidak bicara secara spesifik tentang tujuan menuntut ilmu. Namun, setidaknya kita bisa mengambil gambaran bahwa menginginkan harta dan jabatan hidup di dunia ini bukanlah sesuatu yang hina, tidak tercela. Mengharapkan harta kekayaan dengan tujuan ibadah dan dicari dengan cara halal sesuai dengan ilmunya, justru hal itu sangat dianjurkan.
Bagaimana seseorang bisa tenang menjalankan ibadah, jika urusan kehidupannya (maisyah) tidak terpenuhi? Dan maklum adanya, urusan maisyah memiliki korelasi yang melekat dengan sekolah. Jelasnya, kata “harta” dalam kamus “sekolah” bukanlah sesuatu yang haram.
Akan tetapi, kita tetap dituntut agar tujuan kita menuntut ilmu tetap lurus selalu sesuai dengan yang dituntun oleh agama. Apapun lembaga sekolah kita, baik formal maupun informal, di sekolah yang berlabel agama atau negeri, tujuan suci tersebut tidak boleh kita copot. Kita memohon kepada Allah agar dijauhi dari hati yang selalu condong terhadap dunia.
Mari Meluruskan Niat
Untuk itu, kita wajib meluruskan niat dalam mencari ilmu. Penulis merasa perlu untuk menampilkan beberapa hal terkait tujuan (niat) yang benar dalam mencari ilmu. Pertama, untuk mendapatkan ridha Allah. Sebab pada dasarnya ilmu termasuk juga turunannya, seperti kepandaian dan kecerdasan itu datang dari Allah, maka sudah sepantasnya kita mencari ilmu untuk menggapai ridha dari-Nya.
Maksud dan tujuan itu juga harus tertanam dalam diri orang tua yang anak-anaknya sedang menimbah ilmu. Tak hanya para pelajar saja, namun juga orang tuanya pun memiliki niat yang sama, yaitu menyekolahkan anak-anaknya untuk menggapai ridha-Nya.
Kedua, untuk meraih pahala dari Allah SWT. Bukankah menuntut ilmu adalah kewajiban? Dan bagi siapapun yang menunaikan kewajiban, ia akan dibalas pahala oleh Allah SWT. Maka, tujuan ini perlu kita pupuk dalam diri, pupuk sejak dini.
Ketiga, untuk menghidupkan syiar agama. Satu-satunya jalan untuk melestarikan syiar agama adalah dengan ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Sebab, ilmu-ilmu itu semuanya datang dari Allah SWT, dan antara ilmu agama dan ilmu umum saling memiliki keterkaitan. Bedanya hanya terletak pada status hukumnya saja; ilmu agama itu fardhu ‘ain sedangkan ilmu umum wajib kifayah.
Keempat, menghilangkan kebodohan dalam diri. Untuk itu, hendaknya kita sungguh-sungguh dalam belajar agar apa yang kita tuju cepat tercapai.
Kelima, untuk mengubah diri ke arah yang lebih baik. Baik moralitas, tutur kata kita, termasuk juga urusan maisyah.
Ala kulli hal, sekolah adalah pintu gerbang menuju masa depan. Sedangkan kuncinya adalah ketulusan niat murni lillahi ta’ala.
Editor: Soleh