Perspektif

Menyambut Ramadan di Tengah Ancaman Krisis Pangan

3 Mins read

Hanya dalam hitungan jam, seluruh umat muslim di dunia akan menyambut Ramadan, bulan suci dalam Islam. Pada bulan ini, seorang muslim diwajibkan untuk menjalankan rukun Islam yang ke-4 yaitu ibadah puas. Di mana ia harus menahan makan dan minum mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, serta mengendalikan diri dari segala bentuk hawa nafsu.

Sebagian besar umat muslim selama bulan Ramadan, memanfaatkan waktunya untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Menyambut Ramadan

Maka bulan suci Ramadan merupakan bulan yang paling istimewa bagi seluruh umat Islam. Tetapi yang harus ingat kembali dalam konsep ritualitas seperti ini adalah, pemaknaan puasa bukan hanya sekedar menahan lapar minum, menahan hawa nafsu, dan memperbanyak amalan-amalan sunah. Sehingga berpuasa bukan untuk kepentingan-kepentingan pribadi.

Pada intinya berpuasa ialah merupakan sebuah wujud keikhlasan, kejujuran, ketulusan serta pengabdian kepada Tuhan. Kemudian pengabdian itu kita implementasikan kedalam kehidupan sehari-hari, baik sektor sosial, budaya, maupun yang lainnya.

Fenomena yang hari ini tengah terjadi dimasyarakat kita adalah, puasa dimaknai sebagai fashion yang justru memperjelas jurang ketimpangan antara si miskin dan si kaya. Bagi kaum menengah keatas, bukan sesuatu yang baru jika dalam menyambut bulan Ramadan mengadakan pengajian di kompleks perumahan elit yang hanya mengundang orang-orang khusus. Berbuka dan sahur dengan menu serba mewah, kemudian dilanjutkan perayaan hari raya diwarnai dengan pakaian yang memukau.

Di sisi lain, tak jarang kita mendapati pemandangan seorang muslim yang berpuasa ditengah keadaan yang apa adanya. Jangankan sahur dan berbuka dengan menu mewah, bisa sahur dan berbuka dengan perut kenyang saja mereka sudah bersyukur. Apalagi menyambut hari raya dengan pakaian-pakain memukau, itu rasanya sangat jauh dari mereka. Bisa merasakan hari raya dengan sandal swallow saja mereka sudah bersyukur.

Baca Juga  Profil Alumni Ramadan, Seperti Apa?

Kondisi ini semakin sulit di tengah ancaman krisis pangan akibat Covid-19. Bagi kaum menengah keatas soal pangan di tengah krisis tidak akan menjadi masalah, meskipun kondisi ini berbarengan dengan datangnya bulan Ramadan. Tetapi bagi kaum marginal hal itu menjadi suatu problem besar dalam kehidupan sosial mereka.

Ancaman Krisis Pangan

Bukan suatu kebahagiaan, Ramadan dan lebaran justru menjadi suatu ketakutan di tengah kondisi ekonomi yang menghimpit. Selama masa pandemi, kebutuhan naik berkali lipat. Bahkan bukan hanya naik tapi juga langka. Apalagi kondisi ini berbarengan dengan datangnya bulan Ramadan, jelas ini menjadi kepahitan sosial tersendiri bagi kaum menengah ke bawah.

Sementara di tengah pandemi Covid-19, kelompok yang rentan terhadap pandemi ini selain tenaga medis adalah, para pekerja-pekerja sektor informal. Notabene sebagian besar pekerja sektor informal diisi oleh kaum menengah kebawah. Tanpa datangnya bulan Ramadan, kondisi ini sudah melemahkan posisi mereka, belum lagi ditambah saat bulan Ramadan nanti.

Lebih jauh lagi, desa sebagai kekuatan penopang sektor pangan kita juga mengalami dampak signifikan akibat Covid-19. Di mana kita ketahui bersama ada relasi yang cukup kuat antara desa dan kota dalam sektor pangan. Artinya, ancaman krisis pangan saat pandemi hingga bulan Ramadan nanti, bukan hanya menyasar ke daerah-daerah perkotaan. Melainkan juga menyasar ke daerah-daerah pedesaan.

Dalam situasi seperti ini, pangan tidak lagi dinilai hanya sebatas kebutuhan dasar, tetapi juga sebagai kekuatan politik dalam suatu tata negara. Khudori melalui buku Negeri Salah Urus setidaknya mengatakan begini, “Kedaulatan pangan di negara agraris seperti Indonsia, seharusnya musti mampu dirajut, sehingga bisa melepaskan diri dari intervensi pangan secara global.”

Membangun Kedaulatan Pangan

Untuk itu, negara sebagai pelindung rakyat dituntut untuk mengambil langkah tegas dalam menghadapi situasi seperti ini tanpa harus mengorbankan siapapun dalam penyelesaiannya. Dalam artian semua rakyat terlindungi selama masa pandemi dan menghadapi bulan suci Ramadan ini.

Baca Juga  Lakukan ini Saat Menyambut Bulan Ramadhan!

Setidaknya menciptakan kedaulatan pangan, adalah jalan terbaik untuk menjadi senjata mengahadapi ancaman krisis pangan tersebut. Di dalam kedaulatan pangan, diharuskan untuk menghapus bencana kelaparan yang saat ini sering kita temui. Menjaga ketersediaan pangan yang ada, bukan sekadar menjaga tetapi memastikan aspek keterjangkauan masyarakat terhadap pangan itu sendiri.

Kemudian juga mengendalikan kenaikan-kenaikan harga pangan seperti yang terjadi saat ini, atau di saat menjelang bulan Ramadan.

Selain itu, dalam konsep kedaulatan pangan harus diarahkan kepada pembangunan kemandirian petani-petani, dalam menentukan suatu strategi menjaga kestabilan pangan secara berkelanjutan. Kemudian penataan ulang sumber-sumber produktif pangan, sehingga mereka yang tidak memiliki lahan tidak memiliki sawah, bisa sama-sama memproduksi.

Selanjutnya adalah penerapan pertanian berkelanjutan, dan mendorong sistem pangan lokal tetap berkembang. Untuk sampai pada tahap itu, diperlukan perbaikan secara menyeluruh, menghapuskan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara petani dan penguasa tanah.

***

Dengan diterapkannya kedaulatan pangan, diharapkan hal itu bisa menjadi langkah awal dalam upaya penyelamatan terhadap ancaman krisis ini. Selain dari pada itu, kedaulatan pangan juga merupakan upaya penyelamatan umat manusia dari sisi kemanusiaan.

Kemudian dari sisi agama Islam, kedaulatan pangan merupakan suatu perlindungan bagi umat muslim agar dapat menjalankan ibadah puasa secara khusyuk di bulan Ramadan nanti, tanpa takut terhadap persoalan ekonomi mereka.

Jika hal ini tidak tidak dilakukan, maka kenaikan-kenaikan harga di saat menjelang bulan Ramadan, Idulfitri, Nyepi, dan tahun baru akan terus terjadi. Sehingga terus mencekik leher masyarakat kaum menengah ke bawah.

Editor: Nabhan

Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds