Jawa – Apa yang ada di pikiran pembaca jika diajak untuk kembali merenungi cerita? Serasa ditarik-tarik untuk kembali masa lalu kemudian merefleksikannya. Cerita mempunyai kekuatan yang sungguh fantastis.
Seorang pengarang yang baik akan tahu dan paham bagaimana mempergunakan hasutan persuasif. Hasutan-hasutan tersebut yang nantinya digunakan untuk masuk ke dalam cerita. Untuk kemudian dihayati dan direfleksikan kembali.
Seno Gumira Ajidarma, semisal dalam Sepotong Senja untuk Pacarku, ia menjadi pencerita yang berhasil. Bagaimana tidak, pembaca yang sungguh menghayati akan masuk ke dalam ceritanya atau paling tidak akan dipaksa masuk. Merasakan getaran angin laut, ombak yang berdebur, dan beberapa benda lazim di bibir pantai.
Begitulah kekuatan cerita, ia mampu menghantui pikiran. Sebagian mungkin akan berpendapat bahwa cerita yang bagus adalah cerita yang banyak mengandung pesan. Tidak cukup pesan, bahkan ada yang sampai dalam taraf kesan (mengesankan).
Seputar cerita memang diklaim mengandung zat inspiratif. Ia sekali-duakali bahkan sampai berulang kali dijadikan sebagai ibrah. Di titik ini pula, sejatinya pembaca dituntut untuk dengan sangat cekatan menggali nilai inspiratif tadi.
Bagaimana pun, ia bukan sesuatu yang tampak, namun ia dibungkus dengan gaya pengungkapan yang—kadang kala—fiktif dan estetik. Ada banyak sekali cerita yang tertulis dan tidak tertulis dalam perjalanan kita. Salah satu contoh yang terakhir adalah cerita-cerita tetua di kampung yang masih menggunakan sistem oral.
Saling Merespon Tulisan
Dari cerita yang banyak tersebut, ada yang mengungkapkan kembali dengan tulisan berbeda atau bahkan menanggapi. Epos agung di Bugis, La Galigo, direspon dengan ciamik oleh Faisal Oddang dengan bukunya Manurung: 13 Pertanyaan untuk 3 Nama.
Dalam banyak cerita pula, sebetulnya ada kearifan lokal yang terselip di dalamnya. Kearifan ini yang dapat menghantarkan manusia menjadi makhluk Tuhan yang ideal di muka bumi. Atau, kalau meminjam bahasa Neitzsche, ubermench yang berarti manusia utama.
Tiga Entitas dalam Buku Nggragas!
Dalam jagat dan kearifan Jawa juga, terdapat banyak cerita yang dapat direfleksikan kembali. Berangkat dari hal ini, Triyanto Triwikromo menggugah pembaca lewat esai-esainya yang fantastis.
Ada tiga entitas yang hendak di bangun Triyanto dalam bukunya. Pertama, ia berusaha untuk merespon realitas yang problematik. Kedua, ia mengangkat cerita-cerita masa lalu dengan setting Jawa sebagai alat legitimasi untuk poin pertama. Ketiga, kearifan dan kedalaman tulisan yang dibangun oleh penulis sendiri.
Meski mayoritas tulisannya bernuasa respon terhadap hal-hal politis, namun ada banyak hal yang sejatinya hendak diangkat. Mulai dari hal-hal kecil yang luput dari perhatian, sampai hal besar yang dapat menggeltitik pikiran.
Dalam esainya yang berjudul Ngakali Liyan, Triyanto merespon sesuatu yang pernah mencuat ke permukaan. Yakni, ihwal salah seorang pakar filsafat yang mengatakan bahwa kitab suci adalah fiksi. Ia kemudian menyamakan dengan Resi Durna yang mengakali Bambang Ekalaya demi kedidgayaan Arjuna, muridnya (hal.114).
Kadang kala, Triyanto di sini sangat religius dalam tulisan-tulisannya. Kita bisa menjumpainya dalam tulisannya dengn umbul-umbul Nyekel Gusti Allah. Ia sebetulnya hendak menghayati kembali bagaimana sejatinya hierarki antara hamba dan Tuhan.
Pada pokok bahasannya, Triyanto hendak mengatakan bahwa Tuhanlah yang merengkuh hambanya, bukan hamba yang menjangkau Tuhan karena perjalanan panjang dan pencarian yang melelahkan. Tidak cukup sampai di situ, ada banyak sekali jagat dan kearifan Jawa yang berusaha untuk diangkat kembali. Pembaca di sini akan sungguh-sungguh disuguhi tulisan-tulisan yang Jawa sekali.
Narasi Ungkapan-Ungakapan Jawa
Triyanto sering juga memantik dengan menggunakan ungkapan-ungkapan Jawa. Bahkan, saya rasa, mayoritas tulisan ini justru lahir dari kearifan tanah Jawa yang tidak banyak diketahui. Mungkin buku ini juga merupakan sekuel dari buku sebelumnya Jungkir Balik Jagat Jawa (2016) sebab saya sangat menciumi aroma Jawa di sini.
Selebihnya, gaya pengungkapan dan teknik penyampaian yang digunakan penulis memang tidak menjemukan. Kita akan diajak untuk masuk ke dalam tiga entitas yang saya sebut di atas. Hal itu tentu sangat kompleks apalagi di dalam sebuah medium kecil bernama esai-esai pendek.
Kita memang akan dibawa masuk, atau bahkan dihasut, lewat pintu cerita yang menabuh-nabuh gendang telinga kita. Pikiran kita.
Judul Buku: Nggragas!
Penulis: Triyanto Triwikromo
Penerbit: IRCiSoD
Tahun: Februari, 2021
ISBN: 978-623-7378-37-2
Editor: Yahya FR