FeaturePerspektif

Merawat Amanat Kemerdekaan

2 Mins read

Oleh: Iffatus Sholehah*

 

Hari proklamasi kemerdekaan telah menginjak usia ke-74. Tepatnya tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia telah memproklamasikan diri menjadi negara yang merdeka. Tentu kemerdekaan yang kita rasakan hingga saat ini melewati perjalanan yang cukup panjang nan terjal. Usia yang seharusnya sudah dapat menunjukkan jati dirinya untuk bangkit dan mandiri dengan kekuatan yang dimiliki sesuai dengan makna dari merdeka itu sendiri.

Tak pelak jika hari kemerdekaan sering kali diartikan dengan kebebasan. Bebas dari segala bentuk perbudakan, penjajahan, dan penindasan. Negara yang tetap berdiri kokoh ini tentu dilalui dengan segenap keyakinan dan kekuatan dari para pejuang yang berjuang sampai titik nadir penghabisan.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945 alenia ketiga, bangsa Indonesia telah mengakui bahwa kemerdekaan merupakan salah satu nikmat yang sangat besar yang Tuhan berikan. Di dalam alenia ketiga tersebut berbunyi:

“Atas berkat rahmat Allah yang Maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan dan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Alenia tersebut menunjukkan bahwa sejarah telah memproklamasikan bahwa bangsa ini telah merdeka.

Secara konkrit, bentuk syukur terhadap kemerdekaan Indonesia adalah kesungguhan menjaga amanat terhadap semua nikmat dan potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dengan sikap dan perilaku yang benar, menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas, serta menjauhkan diri dari segala bentuk penyimpangan.

Sikap yang seperti inilah yang harus ditanam dan konsisten diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai bentuk manifestasi keimanan dan kecintaan kepada tanah air. Seperti yang disabdakan oleh Nabi dalam hadisnya, hubbul wathan minal iiman.

Tidak berhenti pada hadis Nabi di atas, kecintaan tersebut hendaknya diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang benar, yang dapat mengantarkan bangsa Indonesia untuk menikmati kemerdekaan yang sebenarnya.

Baca Juga  Refleksi Hari Santri Nasional: Kiprah Jebolan Pesantren Masa Kini

Kemerdekaan tersebut dapat berbentuk merdeka dari kebohongan, merdeka dari kemiskinan dan kebodohan, merdeka dari korupsi dan nafsu duniawi, serta merdeka dari segala intervensi bangsa asing. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah benar bangsa Indonesia sudah merdeka?

Merawat Kemerdekaan

Sejatinya, negeri yang mengunduh ungkapan “gemah ripah loh jiwani toto tentrem kerto raharjo” ini betul-betul dapat dirasakan oleh penduduknya. Hal tersebut berdasarkan kekayaan alam yang melimpah di berbagai wilayah yang ada di Indonesia.

Namun, apa yang terjadi justru sebaliknya. Kesejahteraan penduduk Indonesia tidak sebanding dengan kekayaan yang dimiliki. Setiap tahun angka kemiskinan penduduk masih relatif tinggi, kebutuhan pokok—seharusnya dirasakan dari alam sendiri—justru mengimpor dari negara-negara asing. Hal ini yang menjadi ironi di negeri ini.

Selain itu juga, terdapat kasus-kasus yang saat ini mencuat ke permukaan, yaitu kasus mengenai korupsi. Kasus ini terjadi di berbagai titik wilayah di Indonesia yang menambah rentetan daftar masalah yang ada di Indonesia. Korupsi yang berkaitan dengan kekuasaan ini menjadikan kesempatan bagi para pemimpin di negeri ini untuk melakukan apa yang seharusnya tidak layak untuk dilakukan.

Kekuasaan dijadikan lahan untuk memperkaya diri ataupun alat untuk meraih ambisi pribadi. Oleh karena itu, negeri ini membutuhkan pemimpin-pemimpin yang amanah. Hari kemerdekaan yang menginjak 7 dawasarsa ini nihil bermakna jika segenap para pejabat di negeri tidak berjuang keras untuk merawat kemerdekaan dari segala sisi untuk menuju Indonesia lebih baik.

Merindukan Sosok Pemimpin Amanah

Sebagaimana kaidah fiqh: Tasharruful imami ‘alar ra’iyyati manutun bil-mashlahah. Kaidah ini perumpamaannya adalah seorang pemimpin ibarat pengembala yang segenap hati mencurahkan segala kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan gembalanya agar dapat terpenuhi segala keperluannya, baik makanan, minuman dan kesehatan.

Baca Juga  Lebaran Itu (Bukan) Surplus Enjoyment

Demikian pula pemimpin terhadap rakyatnya yang memiliki kewajiban untuk memenuhi apa yang menjadi hak-hak rakyatnya, meliputi sandang, pangan, pendidikan, pekerjaan, kesehatan sehingga rakyat tersebut dapat sejahtera.

Tulisan ini hanya sekelumit gagasan dalam bingkai ketidaksempurnaan. Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-74 ini merupakan momentum emas untuk sekedar refleksi serta instrospeksi diri bagi semua komponen bangsa untuk terus berbenah dan bekerja keras serta menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas, sehingga negeri ini menjadi negeri yang benar-benar baldatun thayyibatun warabbun ghafur.

 

*Alumni Pascasarjana Prodi Interdisciplinary Islamic Studies UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds