Perspektif

Talaqqi: Metode Menuntut Ilmu dari Masa ke Masa

3 Mins read

Talaqqi: Sebuah Metode Menuntut Ilmu

Dalam khazanah keilmuan Islam, istilah talaqqi merupakan salah satu metode menuntut ilmu yang memprioritaskan bertemu langsung face to face dengan guru. Atau talaqqi juga dapat diartikan dengan berguru kepada seorang syaikh atau ulama, dan menerima wejangan-wejangan guru, juga mendengarkan pemahaman dari guru yang kadang tidak bisa didapat secara otodidak.

Dalam penerapannya, talaqqi memiliki peran yang sangat signifikan. Bahkan, dengan metode talaqqi inilah menurut Ibnu Khaldun keilmuan dalam Islam memiliki diferensasi dan perbedaan dengan keilmuan di Barat yang notabenenya diperoleh melalui domain otodidak.

Ibnu Khaldun menuturkan dalam karya Muqoddimah-nya. Ada beberapa faktor yang memperkuat asumsi bahwa domain talaqqi sangat dibutuhkan dalam proses menuntut ilmu.

Penalarannya adalah; keterampilan, kemahiran, dan penguasaan ilmu hanya bisa diperoleh dengan potensi malakah dalam memahami betul tentang pokok-pokok juga kaidah-kaidah ilmu. Jika potensi malakah yang demikian ini tidak tertanam dalam diri seseorang, maka dapat dipastikan dia tidak akan bisa terampil dan mendalami ilmu-ilmu agama.

Adapun keahlian atau potensi sedemikian, hanya dimiliki oleh orang alim dan yang mendalam ilmunya, bukan selainnya. Sehingga dari sinilah kita dapat mengetahui bahwa metode berguru atau talaqqi merupakan keharusan bagi seorang penuntut ilmu. Karena dia tidak akan mendapatkan keahlian atau potensi di atas melainkan dari seorang guru yang mengajarinya tentang hal itu.

Bukan hanya itu, kita dapat mengambil contoh orang yang tersesat karena belajar tanpa guru. Diperkuat dengan sabda rasul bahwa: orang yang belajar tanpa guru maka gurunya adalah syaiton. Semua itu mengargumentasikan bahwa tiada nilai tawar pada Talaqqi dalam penerapannya di dalam mencari ilmu.

Metode Talaqqi Ada Sejak Zaman Nabi

Tradisi talaqqi ini telah dipraktikan sejak zaman Nabi dan Sahabat disusul para Tabiin, Tabiit Tabiin, dan seterusnya. Hingga sampai di hadapan kita. Inilah yang oleh para ulama diistilahkan sebagai silsilah adzdzahabiyah (mata rantai emas). Di mana, ilmu yang dulu diajarkan kepada sahabat dan tabiin berikut penerusnya, adalah ilmu yang kita pelajari pada hari ini.

Baca Juga  Membela Islam Artinya Membela Kemanusiaan

Untuk mendeteksi proses talaqqi pada setiap masanya, sangat sulit untuk membahasnya secara komprehensif dan integral dengan keterbatasan space. Maka penulis ambil sampel yang insyaallah sudah mewakili atas tergambarnya proses talaqqi disetiap abadnya.

Pentransmisian Al-Qur’an dan Hadis dari Masa ke Masa

Al-Qur’an dan hadis merupakan sumber untuk memproduksi seluruh kajian atau ilmu dalam agama Islam. Semua kajian yang meliputi fikih, tafsir, aqidah, dll, semuanya memiliki landasan dalam Al-Qur’an dan hadis. Karena ulama tidak mungkin menambah atau mengurangi dogma agama melainkan telah berargumentasikan pada Al-Qur’an dan Hadis.

Nabi juga mengancam lewat sabdanya:

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

 Barangsiapa yang membuat sunnah hasanah dalam Islam, maka dia akan memperoleh pahala dan pahala orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang membuat sunnah sayyi’ah dalam Islam, maka ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun” (HR Muslim).

Hal ini membuktikan bahwa seluruh khazanah keilmuan dalam Islam telah berlandaskan pada Al-Qur’an dan hadis. Dalam hadis misalnya, di sana disebutkan beberapa penafsiran Nabi yang menjadi dasar Ilmu Tafsir. Dalam Al-Qur’an dan hadis, juga tergambarkan akhlak Rosulullah yang menjadi dasar Ilmu Akhlak. Nabi juga menyinggung masalah akidah yang menjadi dasar Ilmu Akidah dan seterusnya.

Jika Al-Qur’an dan hadis telah mewakili seluruh keilmuan, maka telah diketahui bersama bahwa keduanya telah ditransmisikan oleh para ulama di setiap generasinya. Seorang muhaddist mendapatkan hadis dari rawi. Sebelumnya, rawi tersebut mendapat ilmu dari gurunya dan terus sampai bersambung kepada nabi.

Baca Juga  Nabi Muhammad & Nabi Isa, Siapakah yang Lebih Mulia?

Metode Pentransmisian Al-Qur’an dan Hadis

Adapun metode yang digunakan untuk mentransmisikan Al-Qur’an dan hadis—yang telah mewakili seluruh kajian keilmuan—adalah sebagai berikut :

Pertama, mendengarkan dari guru. Metode ini telah biasa di terapkan di dalam dunia pendidikan. Metode ini yang dikenal oleh orang indonesia sebagai metode Bandongan.

Kedua, pembacaan terhadap guru. Mayoritas ulama menamainya dengan ardun (setoran) dan yang dibacakan kepada guru ini berlaku kepada setiap murid yang hadir dan mendengarkan pembacaan hadis tersebut. Metode ini yang biasa disebut oleh orang indonesia dengan sebutan metode sorogan.

Ketiga, ijazah. Yaitu seorang guru mengijazahkan hadis yang tertentu terhadap orang yang ditentukan pula. Contohnya seperti seorang guru berkata kepada murid,“Aku mengijazahkanmu sejumlah hadis yang aku riwayatkan”. Metode ini juga kerap digunakan oleh pendidikan pesantren Indonesia.

Keempat, presentasi hadis. Yaitu seorang murid diperintah untuk mempresentasikan hadis terhadap seseorang atau kelompok. Hadis ini menjadi hak milik orang mempresentasikan dan orang yang menjadi obyek presentasi. Contoh hadis tersebut adalah:

أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كتب لأمير السرية كتابا وقال لا تقرأه حتى تبلغ مكان كذا وكذا فلما بلغ ذلك المكان قرأه على الناس وأخبرهم بأمر النبي صلى الله عليه و سلم وصله البيهقي والطبراني بسند حسن

Bahwa rasul menulis surat kepada pemimpin pasukan, dan beliau berkata: jangan engkau baca surat ini hingga engkau sampai di tempat ini. Ketika dia telah sampai pada tempat itu, dia membaca surat dari rasul kepada orang-orang dan mengkabarkan mereka atas perintah rasul.

***

Imam as-Suhaili berkata, “Imam Bukhari menjadikan hadis di atas sebagai argumentasi atas legalitas penyampaian hadis melalui metode presentasi ini.

Baca Juga  Marital Rape di Indonesia: Perkosaan Secara Legal?

Kelima, metode penulisan. Oleh Ibnu Solah, metode ini dinamai mukatabah (surat-menyurat), yaitu: seorang guru menuliskan hadisnya kepada orang yang hadir di hadapannya dan orang yang ghaib dari hadapannya.

Contoh hadis yang diriwayatkan dengan metode ini adalah :

وعند مسلم حديث عامر بن سعد بن أبي وقاص قال كتب إلى جابر بن سمرة مع غلامي نافع أن أخبرني بشيء سمعته من رسول الله صلى الله عليه و سلم فكتب إلي سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يوم جمعة عشية رجم الأسلمي

“Imam Muslim memiliki hadis Amir bin Saad bin Abi Waqqosh beliau berkata: dia menulis surat kepada Jabir bin Samurah bersama pembantunya Nafi untuk mengabarkan sebuah hadis kepadaku lalu dia menulis hadis untukku hadis itu adalah aku mendengar rasul Saw pada hari Jumat sore merajam seorang dari bani aslam.    

Penggunaan Metode Talaqqi dari Masa ke Masa

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tradisi talaqqi telah dipraktikan oleh para ulama dari masa sahabat hingga masa pembukuan setiap disiplin ilmu.

Dan talaqqi merupakan salah satu metode dalam dunia pendidikan Islam yang keberadaannya membantu dalam memurnikan dan menjaga kajian Islam agar tetap otentik. Juga membantu seorang murid dalam memahami masalah agama dengan benar.

Editor: Yahya FR

Chalimatus Zhadhiyah
3 posts

About author
Mahasiswi UIN Sunan Ampel, Prodi Aqidah dan Filsafat Islam Kajian Ilmu Kalam
Articles
Related posts
Perspektif

Nasib Antar Generasi di Indonesia di Bawah Rezim Ekstraktif

4 Mins read
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, telah lama bergantung pada sektor ekstraktif sebagai pilar utama perekonomian….
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds