Pemuda Muhammadiyah sebagai organisasi yang lahir dari “rahim Muhammadiyah” pada tanggal 2 Mei 2020 telah berumur 88 tahun. Sebagaimana saya kutip dari muhammadiyahstudies.blogspot.com, secara historis Pemuda Muhammadiyah lahir dari Kongres Muhammadiyah ke-21 pada tahun 1932 di Makassar. Kongres memutuskan untuk mendirikan Muhammadiyah Bagian Pemuda.
Atas persetujuan majelis Tanwir, Muhammadiyah Bagian Pemuda dijadikan suatu ortom yang mempunyai kewenangan mengurusi rumah tangga organisasinya sendiri. Akhirnya pada 26 Dzulhijjah 1350 H bertepatan dengan 2 Mei 1932 secara resmi Pemuda Muhammadiyah berdiri sebagai ortom. Usia 88 tahun, merupakan usia yang cukup matang, sangat produktif dan dinamis.
Milad ke – 88 Pemuda Muhammadiyah mengusung tema “Meneguhkan Solidaritas, Menebar Kebaikan, Mencerahkan Semesta”. Membaca Narasi tentang Ada Asratillah (2014:19) yang salah satu substansinya berdasarkan pembacaan saya adalah bahwa karunia yang paling berharga adalah tentang “Ada”. Kesadaran akan “ada” dan “keber-ada-an. Apalah arti semua potensi yang dimiliki, jika tidak menyadari tentang “keber-ada-annya”.
Milad ke -88 Pemuda Muhammadiyah dan termasuk milad –milad sebelumnya merupakan manifestasi dari kesadaran sebagaimana Narasi tentang Ada Asratillah tersebut. Tulisan ini tidak bermaksud berbicara tentang filsafat eksistensialisme secara runut meskipun sebenarnya Pemuda Muhammadiyah adalah merupakan sekumpulan pemuda (manusia) yang menjadi subyek bahasan eksistensialisme.
Tulisan ini hendak meneropong konteks historis, akar pemikiran dan arah dari tema yang diusung oleh Pemuda Muhammadiyah. Meskipun saya pribadi tidak terlibat ikut merumuskan tetapi saya secara kultural adalah kader Muhammadiyah dan secara struktural pernah sebagai Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Bantaeng, sedikit banyaknya bisa memahami. Dan tentunya tidak berlebihan jika saya memberikan interpretasi atas tema tersebut.
Meneguhkan Solidaritas, Menebar Kebaikan, Mencerahkan Semesta dalam konteks kehidupan hari ini, bagi saya tema tersebut merupakan refleksi sekaligus harapan dan solusi yang ditawarkan oleh Pemuda Muhammadiyah. Hari ini, Indonesia sebagai nation-state (negara bangsa) sedang mengalami kondisi yang merupakan antitesa dari tema tersebut. Selain daripada itu dengan kondisi wabah Covid19 yang melanda dunia hari ini, sikap dan tindakan sebagimana substansi dari tema tersebut sangat dibutuhkan.
***
Solidaritas sebagai salah satu modal kohesivitas sosial dan bahkan merupakan modal besar yang telah mengiringi sejarah panjang perjalan bangsa sampai ke pintu gerbang kemerdekaan, kini sedang digerogoti. Bangsa ini, masih merindukan makna dan manifestasi solidaritas dalam konteks yang lebih utuh sesuai falsafah Pancasila.
Muara dari makna dan manifestasi solidaritas secara substansial akan mampu mewujudkan Persatuan Indonesia sebagaimana sila ke-3 Pancasila dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Sila ke-5 Pancasila). Sebagaimana yang saya pahami dari pidato kebangsaan Yudi Latif, bahwa antara sila yang ketiga dan kelima Pancasila memiliki hubungan dua arah yang sangat erat.
Pemahaman dan manifestasi yang baik dari sila “Persatuan Indonesia” akan bermuara pada Sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dan sebaliknya pemahaman dan terwujudnya “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” akan memperkuat “Persatuan Indonesia”. Dan ternyata bagi saya tema milad tersebut terutama meneguhkan solidaritas menjadi elemen substansial untuk mewujudkan keduanya.
Hari ini, sila ketiga dan kelima Pancasila, masih hanya sebatas mimpi di siang bolong. Jarak sosial dan psikologis antara si kaya dan si miskin masih terbentang cukup jauh. Oligarki masih menguasai sepenuhnya sendi sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Masih ada segelintir elit bangsa yang menjadikan fakta – fakta kemiskinan dan kebodohan hanya sebatas dikonversi menjadi data statistik untuk selanjutnya dimanfaatkan bagi kepentingan dirinya. Dan lebih jauh, hanya sebatas retorika politik.
Jagat kehidupan semesta dan atmosfer kebangsaan Indonesia terutama melalui dunia virtual, media sosial telah bertebaran diksi dan narasi – narasi negatif, penuh kebohongan dan caci maki. Kondisi ini adalah merupakan kondisi yang memprihatinkan dan tidak sedikit karakter dan identitas ideal pemuda yang digerogoti.
***
Kondisi di atas merupakan kondisi yang terjadi selama kurung waktu yang cukup panjang, dan hari ini kita sedang menghadapi wabah covid-19 dan pada faktanya masih saja kita belum sepenuhnya menunjukkan solidaritas dan soliditas yang kokoh. Masih ada perbedaan sikap dan tindakan dalam merespon wabah tersebut. Informasi –informasi yang kurang bahkan tidak mencerahkan masih warnai di tengah kepanikan masyarakat.
Pemuda Muhammadiyah sebagai organisasi yang lahir dari “rahim Muhammadiyah” tentunya mewarisi gen pemikiran dan etos pergerakan Muhammadiyah. Pemuda Muhammadiyah dan bersama ortom lainnya merupakan pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah. Dan trilogi fungsi ini dalam kerangka pemikiran, spirit dan landasan gerak Pemuda Muhammadiyah berada dalam bingkai besar “ber-fastabiqul khaerat” (berlomba-lomba pada kebaikan).
Khittah Perjuangan Pemuda Muhammadiyah yang berisi pokok – pokok pikiran, menjadi garis perjuangan gerakan. Diharapkan jangan hanya sekedar retorika yang kaya wacana namun mampu memberikan kontribusi untuk pemulihan krisis yang telah lama menghimpit sendi –sendi kehidupan bangsa dan negara.
Pada hari Milad Pemuda Muhammadiyah ke-88 tahun ini dan tema yang ditawarkan selain sebagai refleksi dan sekaligus sebagai kontribusi pemulihan krisis juga memiliki basis spirit dan akar ideologis dari Muhammadiyah sebagai induknya.
Muhammadiyah sejak awal berdirinya dinilai oleh banyak pakar/peniliti sebagai penarik gerbong perubahan atas kondisi keterpurukan bangsa, baik dalam konteks pemahaman agama, ekonomi, pendidikan dan budaya. Apalagi seiring perjalanannya Muhammadiyah sebagai induk Pemuda Muhammadiyah semakin kokoh dalam rumusan pemikirannya tentang etos dan/atau teologi al-Ma’un, welas asih, Al-Ashr dan etika Kosmopolitan.
Jika kita memikirkan secara mendalam, tema Milad Pemuda Muhammadiyah tersebut adalah reinterpretasi dari etos dan etika Muhammadiyah. Dan ini perlu penjabaran dan implementasi konkret dalam realitas empiris agar menjadi solusi atas problematika yang dihadapi bangsa ini.
***
Dari perspektif etos Al-Ma’un, tema Milad Pemuda Muhammadiyah tersebut merupakan sebuah harapan untuk mengimplementasikan pemaknaan progresif dari surah Al-Ma’un. Berdasarkan tafsir progressif surah Al-Ma’un, dari pembacaan saya dari apa yang telah diuraikan oleh Zakiyuddin & Azaki dalam buku Etika Muhammadiyah dan Spirit Peradaban (2017), ukuran kesalehan seseorang harus terkonfirmasi atau barometernya adalah kesalehan sosial.
Meneguhkan solidaritas, menebar kebaikan, mencerahkan semesta, ketika ini diwujudkan bukan hanya dalam dimensi wacana melaikan dalam praksis sosial, maka ini merupakan kesalehan sosial. Semakin banyak/besar kesalehan sosial maka ukuran kesalehan individualnya relevan dengan hal tersebut.
Meneropong program dan kegiatan Pemuda Muhammadiyah secara nasional dari periode ke periode, hal tersebut bukan hanya sebagai wacana tetapi sangat dirasakan oleh masyarakat. Pemuda Muhammadiyah senantiasa tampil menjadi garda terdepan untuk meneguhkan solidaritas, berupaya maksimal menyulam kembali toleransi yang koyak oleh oknum tertentu.
Pemuda Muhammadiyah senantiasa tampil menebar kebaikan, membela dan mengadvokasi masyarakat kecil yang tertindas, memberikan makan kaum dhuafa setiap jum’at pada periode kepengurusan Dahnil Anzar dan secara massif, terutama selama wabah covid19 menyalurkan donasi, untuk periode Sunanto sekarang.