Perspektif

Ingin Covid-19 Segera Tuntas? Bumikan Paham Moderasi Islam!

3 Mins read

Muhammadiyah dan NU Peduli Covid-19

Moderasi Islam – Lembaga Kajian Strategis dan Pembagunan (LKSP) merilis survei tentang kepedulian dan ketanggapan berbagai ormas terhadap pandemi Covid-19.

Hasilnya cukup mengejutkan: pada posisi tiga besar, justru tidak diduduki oleh lembaga resmi pemerintah, melainkan dua di antaranya adalah ormas Islam besar di Indonesia: Muhammadiyah dan NU.

Muhammadiyah bahkan menduduki urutan pertama mengungguli Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai lembaga professional pada bidang kesehatan. Kemudian Nahdlatul Ulama (NU) menduduki urutan ketiga. Lembaga pemerintah, seperti Gugus Tugas Covid-19 dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) justru berada di urutan 8 dan 10.

Paham Keagamaan yang Disalahpahami

Survei ini patut disambut dengan baik. Pasalnya, beberapa negara seperti India mengalami tsunami Covid-19, di antaranya akibat pemahaman keliru terhadap Covid-19 atas dasar agama.

Mereka mengimani bahwa Covid-19 tidak akan menyerang orang-orang yang taat ibadah, sehingga lahirlah tragedi Sungai Gangga yang berakibat terjadinya tsunami Covid pada negara tersebut.

Indonesia sebenarnya mengalami fenomena keagamaan yang sama, di mana sebagian tokoh agama menolak untuk memenuhi protokol kesehatan, bahkan menganggap Covid-19 sama sekali tidak ada.

Pada umumnya, mereka beropini bahwa virus Corona adalah makhluk Allah, sehingga manusia hendaknya lebih takut kepada Allah daripada kepada virus. Ada pula yang menganggap Corona adalah tentara Allah untuk membalas kezaliman suatu negara.

Islam Berkemajuan

Sebenarnya, tidak mengherankan jika Muhammadiyah menduduki urutan pertama. Hal itu merujuk pada jargon Islam Berkemajuan yang selama ini digaungkan oleh Ormas yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ini. Terlebih infrastruktur kesehatan dan tenaga medis di Muhammadiyah pun cukup lengkap untuk menopang respon terhadap Covid-19.

Ditambah, lahirnya produk fatwa yang berkaitan dengan Covid-19, seperti peniadaan sementara ibadah yang berpotensi menghadirkan kerumunan, seperti salat Jumat dan Idul Fitri. Semua praktik keagamaan lainnya dianjurkan untuk memakai protokol kesehatan.

Baca Juga  Angka Covid-19 Naik, Muhammadiyah Minta Jokowi Lockdown Jawa

Progresifitas dalam fatwa keagamaan serta dukungan infrastruktur kesehatan yang dimiliki Muhammadiyah ini, tentu membuat respon terhadap Covid-19 menjadi sangat holistik. Itulah mengapa tidak mengherankan Muhammadiyah bisa menduduki urutan pertama.

Lembaga-lembaga professional kesehatan hanya bisa optimal berkontribusi dari sisi penanganan kesehatan, tidak dari segi fatwa agama seperti yang dilakukan oleh IDI. Begitu pula sebaliknya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki produk fatwa keagamaan, namun tidak memiliki infrastruktur kesehatan.

NU dengan tanggungjawab untuk memberi pedoman kepada banyak jamaahnya, tentunya mengeluarkan banyak fatwa berkaitan dengan pandemi. Sebagaimana Muhammadiyah yang membentuk satuan tugas Covid melalui, Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC), NU juga membentuk satuan tugas yakni Satgas NU Peduli Covid-19. Kehadiran satuan tugas keduanya tentu menunjukkan keseriusan dalam penanganan terhadap pandemi.

Moderasi Islam

Meski begitu, harus diakui bahwa kebangkitan fundamentalisme Islam di Indonesia cukup mengkhawatirkan beberapa tahun belakangan.

Pasalnya, meski mereka berjumlah sedikit, namun mereka sangat berisik sekali di dunia maya. Mereka selalu solid untuk berusaha membentuk opini publik yang sesuai dengan misi mereka.

Jika hal ini tetap berlangsung, bukan tidak mungkin paham keagamaan mereka mampu menutupi corak paham moderasi Islam yang digawangi oleh Muhammadiyah dan NU. Di antaranya, corak Islam fatalistik di mana menerima anggapan jika semua yang terjadi di dunia ini kehendak Allah, lalu kewajiban manusia hanya pasrah. Terlebih lagi, ekslusifitas terhadap ilmu pengetahuan, seperti penolakan terhadap vaksin, karena menganggap mengurangi ikhtiar kepada Tuhan.

Maka dari itu, moderasi Islam harus selalu menjadi arus utama corak paham keagamaan di Indonesia. Sebagaimana disebut Hilmy (2012), sebuah paham moderasi Islam paling tidak harus mememuhi beberapa kriteria; 1) mengadopsi pola kehidupan modern beserta derivasinya, seperti sains dan teknologi; 2) penggunaan pemikiran rasional dalam mendekati dan memahami ajaran Islam; 3) menggunakan pendekatan kontekstual dalam memahami sumber-sumber ajaran Islam; 4) penggunaan re-ijtihad dalam penetapan hukum Islam; 5) menjauhi ideologi non kekerasan dalam mendakwahkan Islam.

Baca Juga  Pembaruan Islam itu Kembali pada Tradisi, Bukan pada Alquran

Pentingnya Paham Moderasi Islam di Era Covid-19

Dari berbagai kriteria moderasi Islam tersebut, tentu sangat relevan dalam merespons terhadap pandemi Covid-19 ini. Keterbukaan umat Islam terhadap sains dan teknologi yang berkembang, sangat penting untuk mempercepat mengakhiri pandemi melalui vaksinasi.

Kemudian pendekatan kontekstual dan re-ijtihad yang dilakukan menghasilkan produk hukum agama yang bisa memberikan ketenangan kepada umat Islam, dalam beribadah pada situasi pelik pandemi ini.

Pandemi Covid-19 ini, hanya satu contoh bagaimana efektifitas paham moderasi Islam, dalam merespons masalah yang terjadi di dunia. Tentu, permasalahan bangsa dan dunia tidak hanya soal pandemi, melainkan konflik ekonomi, politik, sosial yang semuanya butuh direspon secara tepat.

Pemahaman yang baik terhadap moderasi Islam akan membantu menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut, sebagaimana respons yang telah dilakukan terhadap pandemi Covid-19 ini.

Editor: Yahya FR

Avatar
2 posts

About author
Pengajar dan pegiat media sosial
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *