Hiwar

MOH. MUDZAKKIR: Transformasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah

6 Mins read

IBTimes.ID- Pendidikan merupakan hal yang menjadi fokus gerakan Muhammadiyah. Artinya Muhammadiyah tidak bisa melepaskan dirinya dari aktivitas di luar pendidikan. Organisasi ini teruji dalam mengelola pendidikan mulai dari taman kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT). Dalam perkembangan terahir, Perguruan Tinggi Muhammadiyah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat dari segi kualitas maupun kuantitas.

Apa kira-kira yang menjadikan PTM mangalami pertumbuhan yang begitu dahsyat? Kali ini redaksi IBTimes.ID berhasil mewawancarai Moh. Mudzakkir, yang merupakan dosen Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Sosiolog muda memiki minat studi “Sosiologi Perguruan Tinggi” khususnya pada transformasi kelembagaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM). Berikut ulasannya!

Bagaimana anda melihat perkembangan PTM saat Ini?

Saya melihat Perguruan Tinggi Muhammadiyah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Hal ini kita bisa lihat dari segi jumlah Perguruan Tinggi Muhammadiyah secara keseluruhan, baik yang berupa Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi hingga Politeknik yang terus berkembang dan bertambah. Selama hampir dua dekade ini, secara kuantitas PTM mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perkembangan ini bukan hanya dari segi jumlah, namun juga dalam hal peningkatan jenis atau bentuk lembaga Perguruan Tinggi Muhammadiyah itu sendiri. Misal transformasi dari Akademi menjadi Institut atau Sekolah Tinggi, serta dari Sekolah Tinggi (atau merger dengan sekolah tinggi lainnya dan atau dengan Institut) berubah menjadi Universitas.

Oh ya, bisa dijelaskan dari segi kuantitas?

Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang berbentuk Universitas misalnya pada tahun 2000 berjumlah 26 universitas bertambah menjadi 40 universitas pada tahun 2010, kenaikannya 54% dari jumlah semula. Kemudian, bila kita hitung dalam rentang waktu antara tahun 2000-2019, maka kenaikan jumlah universitas di lingkungan Muhammadiyah menjadi 85% lebih. Itu bila kita berbicara PTM yang berbentuk universitas.

Kemudian bila kita amati perkembangan PTM secara keseluruhan dari tahun 2000 hingga 2019, juga mengalami peningkatan 68%.  Pada tahun 2000 Perguruan Tinggi Muhammadiyah berjumlah 102 lembaga kemudian berkembang menjadi 171 lembaga pada tahun 2019, yang tersebar di berbagai ibu kota provinsi, kota Kabupaten, bahkan ada juga yang berdiri di kota kecamatan.

Kalau perkembangan dari segi kualitas?

Perkembangan kualitas PTM secara kelembagaan bisa kita cermati dari data peringkat Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi Muhammadiyah 2019. Dari 171 PTM, kampus yang meraih predikat Akreditasi A atau Unggul berjumlah 6 PTM, yaitu Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Universitas Muhammadiyah Prof Dr. Hamka (UHAMKA), dan terakhir ialah Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).

Tentu ini merupakan pencapaian yang tidak mudah dan tentu hasil kerja keras kelembagaan yang dibangun bertahun-tahun lamanya secara kolektif. Keenam Perguruan Tinggi Muhammadiyah tersebut bisa menjadi exemplary centre bagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah lainnya secara institutional. Keenam PTM tersebut merupakan 3% dari 171 PTM lainnya.

Baca Juga  Yudi Latif: Ummatan Wahida, Embrio Nasionalisme Modern

Lalu bagaimana dengan kondisi PTM yang lainnya?

Masih ada 30 % terakreditasi B yang berjumlah 52 kampus Muhammadiyah, 30% atau 51 PTM yang terakreditasi C serta 37% atau 63 Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang sedang proses Akreditasi (bisa dilihat di Direktori PTMA 2019).

Artinya secara kualitas, masih banyak hal yang harus ditingkatkan oleh Perguruan Tinggi Muhammadiyah, baik yang berada pada kategori Akreditasi B dan C serta kategori yang sedang berproses akreditasi. Walaupun dari enam PTM yang meraih akreditasi institusi A hanya UMSU yang berada di luar pulau Jawa, Sumatera, selain itu belum ada. Jadi sama halnya di level negara, ada disparitas antara Jawa dan Luar Jawa, hal yang sama juga terjadi pada Muhammadiyah.

Menurut anda, apa yang menjadikan peningkatan yang pesat terhadap pertumbuhan PTM? Adakah usaha khusus Muhammadiyah?

Perkembangan pesat Perguruan Tinggi Muhammadiyah tentu tidak bisa lepas dari sinergi antar stakeholdersdi lingkungan Muhammadiyah, struktur Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah hingga anggota dan simpatisan. Di samping tentunya peran Majelis Pendidikan Tinggi dan Litbang PP. Muhammadiyah yang pelan, tapi pasti mampu menjadi fasilitator percepatan penguatan kelembagaan dengan berbagai pendampingan yang dilakukan. Peran Perguruan Tinggi Muhammadiyah besar juga tidak bisa dilupakan, mereka menjadi role model dan inspirator bagi PTM-PTM lain untuk mereduplikasi atau mengikuti jejak keberhasilan PTM besar, seperti UMS Surakarta, UMM Malang, UMY Yogyakarta, UAD Yogyakarta, dan UHAMKA Jakarta.

Bagaimana peran kelembagaan Muhammadiyah?

Peran Muhammadiyah secara kelembagaan sangat besar, karena Perguruan Tinggi Muhammadiyah itu sendiri adalah representasi Muhammadiyah. Bisa jadi bahasa ekstrimnya, ada yang belum kenal Muhammadiyah, tapi justru kenal dengan amal usaha pendidikan Muhammadiyah (sekolah atau Perguruan Tinggi Muhammadiyah). Artinya manfaat Muhammadiyah bisa langsung dirasakan oleh berbagai kalangan di masyarakat yang juga bukan dari Muhammadiyah. Melalui produk Muhammadiyah (PTM) inilah publik akan juga memberi kesan kepada gerakan Muhammadiyah. Kalau PTM bagus dan berkualitas, maka publik akan menilai Muhammadiyah baik dan pula sebaliknya.

Singkatnya PTM menjadi ujung tombak bagi dakwah Muhammadiyah dalam bidang pendidikan atau dunia akademik.

Adakah lembaga khusus yang dibentuk oleh Muhammadiyah? Sejauhmana tugasnya ?

Secara kelembagaan di lingkungan Muhammadiyah, PTM berada di bawah pembinaan Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah. Majelis yang bergerak dalam bidang Pendidikan Tinggi ini dibentuk pasca Muktamar Muhammadiyah tahun 1985 yang dikomandoi pertama kali oleh Bapak Djazman Al-Kindi yang saat itu juga menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pelan tapi pasti, peran dan fungsi Majelis Diktilitbang ini sangat penting dan strategis dalam upaya mempercepat pengembangan dan penguatan kelembagaan di PTM. Meski juga tidak bisa dipungkiri peran, inisiatif dan kreativitas pimpinan persyarikatan dan para elit PTM juga sangat vital. Kolaborasi tiga stake-holder situlah yang dalam praktiknya mampu mempercepat pengembangan kualitas PTM. Dan salah satu hasilnya adalah pengakuan eksternal dalam bentuk Akreditasi Institusi yang diberikan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).

Baca Juga  Wahhabisme dan Muhammadiyah: Mengurai Titik Beda

Jadi bisa dikatakan titik transformasi PTM sejak bedirinya Majelis Tinggi ya?

Benar, saya kira seperti itu. Artinya Pimpinan Pusat Muhammadiyah mencoba memisah menjadi dua kamar, antara majelis yang membidangi pendidikan dasar dan menengah dengan majelis yang membidangi pendidikan tinggi. Sebelumnya sekolah dan PTM di bawah pendampingan satu majelis, Majelis Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Pimpinan Pusat (Mapendappu), kemudian pada Muktamar Muhammadiyah di Solo tahun 1985, dipisah menjadi dua, yaitu Majelis Dikdasmen dan Majelis Diktilitbang.

Artinya Muhammadiyah secara kelembagaan merespon kebutuhan yang terus berkembang perlu penanganan yang spesifik sebagi bagian dari division of labourdalam gerakan. Agar lebih fokus dan berlari dalam membangun kelembagaan di dunia pendidikan tinggi. Dan saya kira Muhammadiyah sudah berada pada jalur yang tepat dalam konteks pelembagaan ini.

Menurut anda apa kelemahan PTM saat ini?

Ada beberapa kekurangan yang perlu ditingkatkan antara lain. Pertama,kesadaran yang sudah merasa cukup terhadap pencapaian kelembagaan atau mungkin tradisi medioker (rata-rata pada umumnya). Sehingga membuat PTM tidak memiliki pembeda dari PT  lainnya. Maka untuk menjawab ini sangat relevan bila spirit Islam Berkemajuan dijadikan fondasi  bagi pegembangan kelembagaan PTM.

Spirit Islam yang mendorong untuk menjadikan (PTM) sebagai kampus terbaik, melalui nilai-nilai fastabiqul khairat (terus berbenah menuju PTM yang unggul), dengan amal sholeh yang nyata (produk ilmu pengetahuan dan teknologi) bagi dunia pendidikan maupun masyarakat.

Kedua, masih banyak PTM yang belum mampu beradaptasi dengan teknologi digital. Paling gampang bisa kita lihat dari belum optimalnya penggunaan website insitusi PTM sebagai etalase baik sebagai media komunikasi, informasi atau pun pembelajaran. Website PTM belum digarap secara optimal dan tidak menunjukkan sebagai bahwa kampus itu mengikuti perkembangan teknologi mutakhir, dari lay outmaupun konten dan belum optimal menggunakan media sosial.

Padahal di era sekarang website PT menjadi sangat penting dan strategis. Saat ini orang awam ilmuwan, peneliti, mitra, atau pun publik lainnya ingin mengetahui tentang profil Universitas tertentu dengan mengunjungi laman website dan media sosial lembaga tersebut. Kalau pun sudah ada profil lembaganya, tidak lengkap profil program studi apalagi profil dosen atau peneliti yang ada di PT tersebut.

Dalam konteks ini, saya melihat banyak PTM yang belum beradaptasi secara cepat. Dan sebenarnya bukan hanya PTM, PTN dan PTS juga hampir sama. Oleh karena itu, saya kira wujud konkret yang bisa dilakukan adalah dengan mengoptimalkan website sebagai etalase yang betul-betul mencerminkan kampus tersebut responsif dan adaptif terhadap perubahan.

Baca Juga  KOKAM dan BANSER: Bangkitnya Milisia Islam?

Kalau website saja mereka belum mampu mengoptimalkan, bagaimana mereka mengikuti perkembangan dunia digital lain seperti pemanfaat media sosial?

Mengapa dalam merespons dunia digital belum maksimal?

Kegagapan menghadapi era disrupsi bukan hanya dihadapi oleh kampus PTN atau PTS, tapi saya kira di PTM juga mengalami hal yang sama. Kondisi tersebut saya kira wajar, karena memang kita menghadapi revolusi teknologi yang menghentak hampir seluruh bidang kehidupan; ekonomi, politik, budaya tidak terkecuali pendidikan tinggi.

Tentu kekagetan kita tidak perlu lama-lama, PTM harus segera cepat membaca, beradaptasi dan mencari peluang menjadi salah satu aktor kunci dalam dunia yang tunggang-langgang ini. Secara kelembagaan, saya lihat banyak PTM yang sudah responsif, beradaptasi dan bahkan mencuri peluang di era disrupsi ini. Meski juga masih banyak PTM yang bergerak secara konvensional. Ya ada jurang antara PTM yang progresif dan pasif dalam menghadapi di era disrupsi ini.

Apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah, terutama Majelis Diktilitbang?

Meski demikian, saya melihat Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah mampu membaca fenomena tersebut dengan baik. Sebagai responnya, majelis ini menjembatani dengan berbagai pendampingan tentang kesadaran era baru yang cepat berubah ini. Dan salah satunya adalah melalui Leadership Traningbagi para elit PTM.

Melalui kegiatan ini saya lihat bukan hanya sebagai forum top down, tapi juga berbagai pengalaman bagi elit PTM yang berhasil melakukan perubahan kelembagaan di tingkat lokal. Kebetulan, saya pernah mengikuti sesi yang disampaikan oleh Rektor Universitas Pendidikan Muhammadiyah (UNIMUDA) Papua Barat, yang kreatif dan inovatif dalam membaca peluang di era disrupsi ini. Meski kampus ini berada di ujung timur, tapi ternyata mereka tidak kalah dan bahkan melampui berbagai kampus PTM lainya dalam merespon perubahan ini.

Apa kira-kira kunci kemajuan PTM tersebut?

Ya saya kira faktor kepemimpinan transformatif kuncinya. UNIMUDA Sorong Papua Barat, dengan letak yang jauh dari pusat, namun Unimuda mampu membuat berbagai terobosan pendidikan yang relevan dan kontekstual di Papua Barat. Tidak heran kampus yang relatif muda (sebelumnya STKIP Muhammadiyah Sorong kemudian berubah menjadi Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong) menjadi salah satu kampus PTS yang cepat berkembang di Indonesia Timur dan Papua khususnya. Ya salah satunya terletak pada faktor kepemimpinan yang progresif, visioner dan mampu beradaptasi dengan perubahan.

UNIMUDA Sorong Papua Barat, dengan letak yang jauh dari pusat, namun Unimuda mampu membuat berbagai terobosan pendidikan yang relevan dan kontekstual di Papua Barat, Tidak heran kampus yang relatif muda (sebelumnya STKIP Muhammadiyah Sorong kemudian berubah menjadi Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong) menjadi salah satu kampus PTS yang cepat berkembang di Indonesia Timur dan Papua khususnya. Ya salah satunya terletak pada faktor kepemimpinan yang progresif, visioner dan mampu beradaptasi dengan perubahan.

Reporter: Azaki Khoirudin

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Hiwar

Tanya-Jawab Seputar PMK, Bisakah Daging Kurban Hewan PMK Dimakan?

3 Mins read
IBTimes.ID – Masyarakat Indonesia telah memasuki hari raya Iduladha. Hari raya itu identik dengan hewan kurban, terutama sapi dan kambing. Sayangnya, beberapa…
Hiwar

Zakiyuddin Baidhawy: Tips IJIMS IAIN Salatiga Menjadi Jurnal Terindeks Scopus Q1 di SJR

5 Mins read
IJIMS (Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies) adalah jurnal di Program Pasca Sarjana IAIN Salatiga. Untuk saat ini, IJIMS telah terindeks…
Hiwar

Kebangkitan Konservatisme Islam: dari Spiritualisasi Islam ke Politisasi Islam

4 Mins read
Aksi 212 masih menjadi sorotan bagi kalangan peneliti dan akademisi, baik di dalam maupun luar negeri. Beragam teori muncul untuk menjelaskan bagaimana…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds