Mohammed Arkoun lahir pada 1 Februari 1928 di Taourirt-Mimoun, Kabilia. Pegunungan yang berada sebelah timur Aljazair, Afrika Utara. Muhammed Arkoun merupakan tokoh Islam kontemporer yang berasal dari Aljazair. Tahun 1961 sampai 1969 ia mengajar di Universitasn Sorbonne. Lalu, pada 1970 sampai 1972 ia menjadi pembimbing di Universitas Lyon. Selanjutnya Arkoun pulang ke Sorbonne, Paris menjadi pembimbing serta menjadi guru besar pada bidang sejarah pemikiran Islam.
Arkoun menyuarakan argumennya secara logis dan memberikan kepuasan pada pendengar mengenai segala problem pemikiran. Selain itu, analisisnya mengenai pemikiran Islam yang berlandaskan interaksi filsafati-religius dan pembuktian dapat memunculkan kebebasan berbicara dan berekspresi serta membuka kesempatan untuk kritik di kalangan para ahli. (Putro, 1998)
Mohammed Arkoun merupakan tokoh Muslim kontemporer yang sangat produktif, ia menulis banyak artikel dan buku yang terbit dan telah tersebar luas pada jurnal terkemuka. Selain itu, kumpulan makalah dan karya yang Arkoun tulis bersama ia terbitkan juga. Hasil dari pemikiran Arkoun banyak yang menggunakan bahasa Perancis. Hanya ada satu karya Arkoun yang menggunakan bahasa Inggris yang berjudul “Rethinking Islam Today”. (Arkoun, 1999)
Menurut Suadi Putro, karya-karya Mohammed Arkoun memiliki perhatian yang sangat besar pada persoalan Islam, selain yang memiliki keterkaitan dengan bahasa. Pemikiran Mohammed Arkoun tergolong mengenai persoalan pemikiran islam, kemasyarakatan, etika serta kemanusiaan, pemahaman mengenai kitab suci, dan permasalahan yang ada kaitannya antara islam dan modernitas. (Putro, 1998)
Pendekatan Hermeneutika
Salah satu pemikiran dari Mohammed Arkoun ialah ia menggunakan pendekatan hermeneutika sebagai metode mengkritisi Al-Quran. Menurut Arkoun, cara ini bisa memberikan perubahan untuk umat Islam yang telah tertinggal dari dunia Barat.
Ia melihat dari pengalaman Barat yang berkembang pesat setelah adanya kritik terhadap Bible yang menggunakan metode hermeneutik. Lalu muncullah gerakan teolog Protestan yang menuntut klaim atas otoritas gereja katolik untuk memaknai dan menafsirkan kitab suci, mereka beranggapan semua orang berhak menafsirkan Bible dengan ketentuan mengerti bahasa dan konteks sejarahnya.
Hermeneutik digunakan juga oleh teolog liberal untuk memahami Bible yang berlandaskan semangat pembebasan dari hegemoni otoritas gereja, menyalahgunakan wewenang dengan mengatasnamakan Tuhan ini telah terjadi beratus tahun.
Sebagai pemikir Islam modernis, Mohammed Arkoun ingin mengambil tindakan pembebasan ini dan menerapkannya untuk mengkritisi penafsiran al-Quran, lalu ia menyebutnya kajian kontemporer al-Quran. (Hajriana, 2018)
Dua Bagian Penting
Mohammed Arkoun menyusun metode yang akan digunakan pada al-Quran (dan juga kitab yang berasal dari agama lainnya) yang mencakup dua bagian penting: menentukan makna dan memutuskan kriteria.
Pertama, menentukan makna yang menyebut sacra doctrina. Dengan mengarahkan teks Al-Quran dan semua teks sejarah dari awal sampai akhir pemikiran Islam yang telah berusaha menjelaskannya (tafsir dan semua bahan bacaan yang berkaitan dengan Al-Qur’an), pada saat ujian kritis untuk meniadakan unsur hal yang tidak lazim, yang berguna untuk menampakan penyimpangan, kesalahan, dan mengarah pada studi yang sedang berlaku.
Kedua, memutuskan kriteria yang mengandung berbagai analisis yang bisa dijelaskan dengan kecerdasan masa ini, entah untuk mempertahankan maupun menolak konsep-konsep. Menurut Arkoun, untuk memahami isi Al-Quran tidak perlu menetapkan makna al-Quran dengan suatu cara, kecuali untuk mendatangkan beberapa makna.
Jadi, menurut Arkoun, pembacaan terdiri dari tiga ‘saat’: saat linguistis, saat antroplogi, saat histosri. Pada saat linguistis, barangkali bisa menimbulkan ketetapan dasar di bawah ketetapan yang muncul. Pada saat antropologi, mengetahui bahasa yang bersusunan mitis pada al-Quran. Pada saat historis, yang mengandung ketetapan dan batas tafsir logikoleksikografis dan tafsir imajinatif yang hinga saat ini kaum muslim menggunakan cara ini. (Arkoun M. 1997)
Arkoun melihat dari pengalaman Barat yang berkembang pesat setelah adanya kritik terhadap Bible yang menggunakan metode hermeneutik. Arkoun berharap dengan menggunakan metode hermeneutik dalam mengkritisi Al-Quran ini, umat Islam dapat berkembang pesat, dapat memberikan perubahan, dan mencapai kembali kejayaan agar tidak tertinggal dari dunia Barat.
Editor: Dhima Wahyu Sejati