Muhadjir Effendy, lahir pada 29 Juli 1956 di Madiun, Jawa Timur. Namanya telah mengingatkan warga Muhammadiyah pada kisah sukses penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah ke-45 yang digelar di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Di balik keberhasilan muktamar jelang satu abad (2005) tersebut terdapat sosok penting yang turut andil dalam menyediakan fasilitas muktamar yang sangat megah. Sosok tersebut tidak lain adalah Muhadjir sendiri, yang pada waktu itu belum lama mendapat amanat sebagai Rektor UMM.
Di lingkungan elite Muhammadiyah, barangkali nama Muhadjir sudah tidak asing lagi. Sebab, ia memang pernah menduduki posisi strategis di Pimpinan Pusat Muhammadiyah, seperti Ketua Tim Pembinaan Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah, Wakil Ketua Badan Pendidikan Kader/Pembina Angkatan Muda Muhammadiyah (BPK/P-AMM), Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid, Anggota Badan Pelaksana Harian Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM), dan kini sedang mendapat amanat sebagai Tim Pengembangan PTM (Majelis Diktilitbang).
Tapi, di lingkungan grassroot, terutama di luar kawasan Madiun atau Jawa Timur, barangkali masih banyak orang yang belum tahun siapa lelaki yang telah sukses membawa UMM meraih berbagai prestasi, baik di kancah regional, nasional, dan bahkan internasional.
Lelaki kelahiran Madiun ini menempuh pendidikan dasarnya di SD Al-Islam di Madiun (tamat 1968). Lalu, ia melanjutkan ke PGAN 4 tahun (tamat 1972) dan PGAN 6 tahun (tamat 1974), juga di Madiun. Baru setelah tamat PGAN tahun 1968, ia melanjutkan studi ke kota Malang. Muhadjir berhasil meraih Sarjana Muda pada Fakultas Tarbiyah IAIN Malang tahun 1978. Sarjana lengkapnya (Sarjana Pendidikan Sosial) berhasil ia raih di IKIP Malang pada tahun 1981. Di almamater inilah, Muhadjir Effendy diangkat sebagai dosen tetap sejak tahun 1986 sampai sekarang.
Pengalaman di Dunia Pers
Dunia pers bukan sesuatu yang asing bagi Muhadjir. Ia memang sudah lama terlibat dalam aktivitas pers mahasiswa. Pada tahun 1978, ia tercatat sebagai wartawan pada mingguan Mahasiswa (Surabaya). Ia juga pernah menjadi redaktur surat kabar kampus Mimbar (Universitas Brawijaya).
Pada tahun 1979-1980, ia menjadi wartawan di majalah Semesta (Surabaya). Setahun berikutnya, ia menjabat sebagai redaktur surat kabar Warta Mahasiswa (Ditjen Dikti). Kenyang mengenyam pengalaman di dunia pers kemahasiswaan, Muhadjir bersama kawan-kawan merintis surat kabar Komunikasi (IKIP Malang) pada tahun 1982.
Di kampus yang ia pimpin saat ini, lelaki kelahiran Madiun ini juga tercatat sebagai pendiri surat kabar Bestari (UMM). Dengan bekal pengalaman di dunia pers, tidak heran jika Muhadjir sering menulis di media massa lokal dan nasional. Beberapa artikel opininya telah dimuat di harian Jawa Pos, Republika, Surya, Kompas, dan lain-lain.
Pendidikan Lanjutan
Muhadjir melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Gajah Mada (UGM). Tesisnya, “Analisis Kebijakan Bantuan Dosen Pegawai Negeri Sipil Untuk Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia”, yang berhasil ia pertahankan telah mengantarkannya sebagai Magister Adminsitrasi Publik (1997).
Tidak harus menunggu lama, Muhadjir kembali melanjutkan studi di UNAIR. Ia mengambil Program Doktor Ilmu Sosial. Disertasinya, “Pemahaman Tentang Profesionalisme Militer Di Tingkat Elit TNI-AD (Studi Fenomenologi pada Perwira Menengah TNI-AD di Daerah Garnizun Malang)”, yang juga berhasil ia pertahankan telah mengantarkannya meraih Doktor di bidang Ilmu Sosial pada 24 Januari 2008.
Tidak hanya mengenyam pendidikan formal, Muhadjir juga terbukti aktif mengikuti pendidikan tambahan berupa kursus-kursus di luar negeri. Ia pernah mengikuti Long Term Course, The Regional Security and Defense Policy, pada National Defense University, Washington D.C. (1993) dan Long Term Course, The Management for Higher Education, pada Victoria University, British Columbia (1991).
Muhadjir Effendy menikah dengan Suryan Widati, SE., MSA., Ak. Dari pernikahan ini, keduanya dikaruniai dua buah hati, Muktam Roya Azidan dan Senoshaumi Hably.
Karir di UMM
Pelan, tetapi pasti, karir Muhadjir di UMM cukup lancar. Pada 1996-2000, ia dipercaya sebagai Pembantu Rektor I/bidang akademik di UMM. Pada periode berikutnya, ia dipercaya sebagai Pembantu Rektor III/bidang kemahasiswaan.
Puncak amanat yang diembankan UMM kepadanya pada tahun 2000, ketika ia dipercaya sebagai Rektor (2000- 2004). Muhadjir menjabat lagi sebagai Rektor UMM untuk dua periode setelahnya (2004-2008/2008-2012).
UMM yang didirikan pada tahun 1964 sedang menapaki usia ke-47. Sederet catatan prestasi dan keunggulan telah torehkan PTM yang dipimpin oleh Muhadjir Effendy ini.
Di tangan lelaki peraih tanda jasa Satyalencana Karya Satya XX (2010) ini, UMM menyongsong visi menuju ”universitas terkemuka dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi yang berkeunggulan IPTEK, berbudaya dan bermoral dalam upaya menegakkan wacana keilmuan, dan keislaman, serta keimanan dan ketakwaan (IMTAQ).”
Menuju Universitas Terkemuka
Muhadjir Effendy mendapat amanat untuk menduduki posisi sebagai orang nomor satu di UMM sejak tahun 2000. UMM memang berhasil menjadi sebagai salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terbesar di Jawa Timur. Namun, tentu saja prestasi ini tidak dicapai dengan mudah. Faktor manajemen dan kebijakan-kebijakan strategis menjadi kunci pencapaian prestasi tersebut.
Sebagai Rektor, Muhadjir Effendy mengemban misi UMM menuju universitas terkemuka, khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi yang berkeunggulan IPTEK, berbudaya, dan bermoral. Visi ini bertujuan untuk menegakkan wacana keilmuan, keislaman, keimanan, dan ketakwaan yang akhir-akhir ini dirasa kian redup.
Untuk mencapai visi UMM, di bawah kepemimpinan Muhadjir Effendy, PTM terbesar di Jawa Timur yang berhasil menduduki 20 besar Webometric ini menjalankan misi “menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat yang mendukung pembangunan nasional yang selaras dengan falsafah universitas dengan didasarkan nilai-nilai keilmuan dan keislaman.”
Visi dan misi UMM tentu tidak akan terwujud tanpa kebijakan dan strategi yang dijalankan oleh pucuk pimpinan di PTM ini. Oleh karena itu, gugus pemikiran dan langkah-langkah Muhadjir Effendy sangat menentukan dalam perjalanan UMM selama ini.
Enam Kebijakan Muhadjir Effendy
Kebijakan dan strategi Muhadjir Effendy sebagai Rektor UMM adalah: pertama, menciptakan trust dan confidence untuk stakeholder UMM. Menurut Muhadjir, strategi pengembangan ini amatlah penting, karena merupakan salah satu bentuk dari public and social accountability universitas.
Saat itu UMM memiliki tiga kampus yang representatif dan modern, dilengkapi dengan sarana dan prasarana sebagai daya dukung pengembangan keilmuan yang dibutuhkan. Selain itu, UMM juga memiliki jumlah dosen tetap yang cukup, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya.
Di kampus yang terletak di Jalan Tlogomas ini telah tersedia sejumlah laboratorium, perpustakaan, fasilitas olahraga dan seni, maupun pusat pembinaan keagamaan. Dalam bidang akademik, UMM telah menjalankan berbagai kegiatan ilmiah perolehan dari Dirjen Dikti, seperti program hibah kompetisi A1 dan A2.
UMM juga memberikan hibah internal Peningkatan Mutu Jurusan secara berjenjang sesuai dengan perolehan nilai akreditasi, penelitian dosen muda, fundamental, dan hibah penulisan buku-buku ajar dan buku penunjang, sertifikasi laboratorium secara nasional dan internasional serta perbaikan proses belajar mengajar yang dilakukan secara berkesinambungan.
Kedua, membangun competitive advance centres. Muhadjir yakin, dengan membangun pusat-pusat keunggulan di bidang akademik dan eunterpreuner, akan membangun brand image UMM di tengah masyarakat.
Sekedar memberi contoh, saat ini pusat-pusat unggulan yang dimiliki UMM seperti: Pusat Pengembangan Bioteknologi, Unit Produksi Internet, Bengkel Motor terintegrasi, Hotel, UMM Dome, KBA, dan ATC. Semua pusat keunggulan yang berhasil dikembangkan UMM ini dapat digunakan oleh civitas akademika dalam rangka pengembangan diri secara nyata dalam berkehidupan di masyarakat.
Ketiga, mengembangkan Information and Communication Technology (ICT). Pengembangan ICT dapat digunakan dalam proses belajar mengajar, manajemen, dan semua unit di UMM. Kebijakan pengembangan ini dibarengi dengan pengembangan prasarana IT yang memadai, seperti koneksi dengan menggunakan serat optik, server dengan multi processor, koneksi internet 2 MB, dukungan software-software yang legal, sertifikasi internasional, pengembangan monitoring system for learning processes, dan lain-lain.
***
Keempat, membangun profesionalisme, menjamin kualitas, dan menjaga hubungan baik dengan stakeholder. Muhadjir Effendy pun yakin, dengan penjaminan mutu di bidang akademik, karyawan, layanan, keuangan, dan kesesuaian antara produk akademik yang dihasilkan oleh UMM dengan stakeholder, tentu akan tumbuh rasa saling percaya dan membangun image universitas yang baik di masyarakat. Prinsipnya, apabila masyarakat merasa puas, maka akan terjalin keterikatan secara emosional dan secara bertahap akan mengembangkan loyalitas pada universitas.
Kelima, membangun kerjasama dengan institusi lain. Menurut Muhadjir, membangun jalinan kerjasama dengan institusi lain merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi, membuat dunia terasa menjadi lebih kecil. Saat ini, jarak sudah tidak lagi menjadi hambatan dalam berkomunikasi, sehingga memudahkan untuk menjalin kerjasama lintas geografis.
Keenam, mengembangkan komitmen ke-Islaman dan ke-Muhammadiyahan (AIK) pada civitas akademika. Di sinilah letak perbedaan yang jelas antara perguruan tinggi umum dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah.
Tujuan UMM adalah “Melahirkan sarjana Muslim yang cakap yang berakhlak mulia, percaya pada diri sendiri, berguna bagi masyarkat dan negara, dan beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridhai Allah swt.”
Dengan rumusan tujuan tersebut, UMM sebagai salah satu PTM di Indonesia sudah pasti tidak lepas dari ciri khas keislaman. Ciri khas tersebut dapat ditemukan dalam pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan.
Editor: Yahya FR