Perdebatan apakah sholat subuh menggunakan qunut atau tidak, rasa-rasanya harus segera disudahi. Karena, kurang memberikan ke-maslahat-an bagi masyarakat—baik masyarakat Muhammadiyah ataupun Nahdlatul Ulama (NU). Itu, kan masalah furu’iyah, biarkan saja Muhammadiyah tak pake’ qunut, dan NU pake’ qunut.
Menurut hemat penulis, energi perdebatan tersebut akan lebih memberikan ke-maslahat-an, apabila dialihkan terhadap hal lain yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga dengan mengalihkan hal tersebut, perdebatan yang sering terjadi di akar rumput, tak lagi banyak terjadi.
Apa, kira-kira yang bisa disinergikan oleh kedua ormas Islam terbesar di Indonesia itu? Sehingga, perdebatan terkait qunut, bisa dialihkan energinya untuk hal yang lebih maslahat untuk umat Islam dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara perdebatan terkait qunut, anggap saja sudah berakhir, dan masing-masing ormas tinggal menjalani sesuai keyakinan di dalam ormas tersebut.
Menurut hemat penulis, ada satu hal yang bisa disinergikan oleh kedua ormas tersebut, dan manfaatnya bukan hanya akan dirasakan oleh jama’ah masing-masing ormas. Akan tetapi, masyarakat Indonesia secara umum pun, akan ikut merasakan keberadaan hal tersebut, yaitu kerjasama mendirikan lembaga perbankan.
Bank Berkemajuan di Nusantara
Islam Berkemajuan merupakan salah satu tagline yang diusung oleh Muhammadiyah. Sementara, NU mengusung tagline Islam Nusantara. Kedua Ormas Islam tersebut, seolah sedang berebut panggung kontestasi di Indonesia. Walaupun secara segmentasi pasar, tentu keduanya telah memiliki pangsa pasar tersendiri, dan tak akan mungkin tertukar.
Kontestasi seperti itu, rasa-rasanya harus segera disudahi. Karena, dari kacamata ke-maslahat-an, hal tersebut tak sedikitpun mendatangkan ke-maslahat-an—tentu dalam konteks sumbangsih untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan terkadang, ada pembonceng gelap di dalam tagline dari kedua ormas tersebut. Rerata, pembonceng gelap, akan membelokkan sesuai kemauan mereka. Pada akhirnya, hanya akan berujung terhadap ke-mudharat-an.
Dengan demikian, agar ke-mudharat-an mampu diminimalisir, maka boleh-boleh saja kedua ormas tersebut memiliki tagline. Akan tetapi, tagline yang diusung bukan untuk mengkotak-kotakkan dalam rangka kontestasi menebar kebencian. Akan tetapi, tagline hanya sekadar pengenal segmentasi pasar dari masing-masing ormas tersebut.
Dari masing-masing tagline, bagaimana bila diintegrasikan untuk menciptakan kekuatan besar demi menggerakkan perekonomian Indonesia. Sehingga tercipta pemerataan ekonomi, yang pada akhirnya berujung terhadap adanya kedaulatan ekonomi Indonesia di kemudian hari. Tagline tersebut kita satukan untuk mendirikan lembaga perbankan dengan nama “Bank Syariah Berkemajuan Nusantara” atau “Bank Syariah Nusantara Berkemajuan”.
Mengerahkan Segala Daya dan Upaya
Kedua ormas Islam tersebut, yaitu Muhammadiyah dan NU harus memiliki persepsi sama terkait eksistensi keberadaannya di Indonesia. Karena, keberadaan ormas Islam esensinya bukan hanya soal bagaimana merebut pengaruh untuk memperbanyak anggota. Akan tetapi, keberadaannya bisa memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan Indonesia ke depan.
Walaupun, secara historis kita telah mengetahui bahwa jasa kedua ormas tersebut untuk Indonesia tak terbantahkan. Artinya, kedua ormas tersebut telah memberikan kontribusi nyata untuk Indonesia. Mulai dari kontribusi di bidang pendidikan, kesehatan, penciptaan lapangan kerja baru, dan lain sebagainya.
Hanya saja, bila dikaitkan terhadap jumlah aset yang dimiliki oleh dua ormas tersebut, rasanya sangat disayangkan bila hanya diendapkan di beberapa perbankan di Indonesia—entah berbentuk tabungan, deposito, ataupun giro. Akan tetapi, bila keberadaan aset tersebut dikelola sendiri dalam bentuk Bank Syariah, tentu keberadaa aset yang dimiliki akan lebih terasa manfaatnya.
Setelah kedua ormas memiliki persepsi sama, bahwa keberadaan aset yang dimiliki akan lebih bermanfaat untuk dijadikan Bank Syariah ketimbang hanya disimpan di beberapa perbankan, maka tugas selanjutnya adalah menunjuk Tim Panitia pendirian Bank Syariah.
Tim Panitia yang akan ditugaskan untuk membuat persiapan pendirikan Bank Syariah, harus melibatkan unsur dari kedua ormas tersebut. Karena, banyak sumber daya manusia terbaik di masing-masing ormas yang paham dan mengerti terkait bisnis perbankan.
Hal yang perlu diingat, gabungan Tim Panitia pendirian Bank Syariah dari masing-masing ormas, harus menanggalkan primordialisme keormasan. Adapun hal yang harus dikedepankan ialah, bagaimana caranya rencana pendirikan lembaga perbankan, bisa terealisasi, dan kemudian berkembang menjadi Bank Syariah terbesar di Indonesia.
Teknis Pendirikan Bank Syariah
Setelah Tim Panitia terbentuk, tugas selanjutnya ialah fokus terhadap penyiapan berkas terkait pendirikan Bank Syariah. Dimana, Tim Panitia harus mengurus seluruh berkas dan dokumen untuk diserahkan terhadap regulator yang memiliki kewenangan untuk pengaturan dan pengawasan, yaitu BI (Bank Indonesia) dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Setelah berkas dan dokumen selesai dipersiapkan, kemudian memikirkan terkait berapa modal setor yang akan dikontribusikan oleh masing-masing ormas, yaitu Muhammadiyah dan NU. Dimana, kontribusi modal setor berasal dari kas yang dimiliki oleh masing-masing ormas tersebut.
Selain itu, Tim Panitia bisa mengajak beberapa jama’ah, baik di Muhammadiyah ataupun Nahdlatul Ulama untuk menjadi investor. Tujuannya adalah, agar permodalan untuk mendirikan Bank Syariah lebih besar dari apa yang diharapkan. Sehingga, dengan adanya modal besar, Bank Syariah yang akan dididirkan akan langsung masuk ke dalam kategori Bank Buku Empat, yaitu dengan modal inti 30 triliun.
Menurut hemat penulis, untuk mengumpulkan modal inti sebesar 30 triliun, rasa-rasanya tidak terlalu sulit untuk kedua ormas tersebut. Apalagi, bila dikaitkan terhadap aset milik kedua ormas tersebut, yaitu Muhammadiyah dan NU, yang cukup besar dan bertebaran di seantero Indonesia.
Selain itu, para anggota dari kedua ormas tersebut, juga bisa diikutsertakan menjadi investor sebagai pemilik saham dari Bank Syariah yang akan didirikan. Dengan mengikutsertakan mereka, kebutuhan untuk mengumpulkan dana sebesar 30 triliun akan cepat terkumpulkan.
Para Anggota Harus Menjadi Konsumen
Berdirinya Bank Syariah milik Muhammadiyah dan NU, akan mampu melayani konsumen para jama’ah dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama di seantero Indonesia. Selain itu, juga bisa melayani kegiatan-kegiatan—baik berbentuk kegiatan bisnis ataupun non-bisnis yang ada di dalam Ormas Muhammadiyah dan NU.
Artinya adalah, dengan mendirikan Bank Syariah, ibarat sekali mendayung dapat melampaui dua atau tiga pulau, atau bahkan berpulau-pulau. Oleh karena itu, keberadaan Bank Syariah milik kedua ormas tersebut, akan mampu memberikan akses keuangan terhadap para jama’ah serta juga bisa untuk memenuhi kebutuhan organisasi.
Intinya adalah, para nasabah dari kedua ormas tersebut, harus menjadi konsumen. Karena, salah satu tujuan utama pendirian Bank Syariah tersebut, selain untuk memberikan pembiayaan terhadap kegiatan organisasi, juga memberikan akses keuangan terhadap para anggotanya.
Dan yang tak kalah pentingnya, orang-orang di luar anggaota dua ormas tersebut, juga bisa mendapatkan ke-maslahat-an dari keberadaan Bank Syariah tersebut. Karena, mereka bisa menjadi nasabah, baik sebabagai nasabah peminjam ataupun penyimpan uang. Itulah, beberapa hal terkait usulan pendirian Bank Syariah, untuk Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Editor: Yahya FR