Tajdida

Muhammadiyah, HAMKA dan Inklusifitas

5 Mins read
Oleh: M. Ruhul Amin*

Muhammadiyah lebih dahulu lahir dari negara ini, tapi Muhammadiyah takkan pernah ingin berkonfrontasi dengan negara. Sebab jikalau itu terjadi umat lah yang akan menanggung deritanya. Zaman Orde Baru, Muhammadiyah berhasil menyelematkan umat dari jebakan asas tunggal Pancasila dengan menggunakan filosofi “helm” dari KH. AR Fakhruddin. Berulang kali selama kurang lebih 107 tahun sudah Muhammadiyah membawa kapal umat mengarungi samudera berhadapan dengan ombak dan karang yang terkadang bernama negara.

Tetapi setiap perjumpaan dengan negara, Muhammadiyah selalu berhasil beriringan jalan dengan negara untuk membawa cita-cita umat. Dari warga kelas tiga di zaman kolonialisme menjadi warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban sama dengan yang lainnya. Pergerakan Muhammadiyah yang demikian ciamik karena sikap inklusifnya tentu diajarkan oleh para tokohnya dari masa ke masa. Salah satu tokoh tersebut adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang lebih popular dengan panggilan Buya HAMKA.

Amal Usaha dan Karya

Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dengan semangat utama membawaa naik umat dari lembah kejumudan akibat keagamaan yang sudah diselimuti kabut TBC (takhayul, bid’ah, churafat) dan juga lembah ketidakberdayaan akibat praktik kolonialisme Belanda. Langgar Kidul dijadikan amal usaha pertama untuk mendidik (scholling) calon penerus bangsa untuk maju lebih berani membawa nama umat. Para dhu’afa disantuni (fooding) dan juga diberikan pengobatan (healing).

PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) yang sekarang dikenal dengan Pusat Kesehatan Umat (PKU) mempunyai semboyan “…memberikan pertolongan kepada oerang-oerang yang sengsara tanpa melihat latar belakang perbedaan suku, bangsa, dan agama.” Dan sekarang sekolah-sekolah dan kampus Muhammadiyah di wilayah yang berpenduduk mayoritas non-Muslim, amal usaha Muhammadiyah dalam pendidikan lebih banyak dinikmati oleh pemeluk agama lainnya.

Keadaan tersebut menjadi fakta telanjang bahwa Muhammadiyah sangat inklusif dalam menebarkan manfaatnya bagi masyarakat di seluruh Nusantara. Siapapun tidak memandang latar belakang suku, bangsa, dan agama mempunyai kesempatan yang sama menikmati amal usaha Muhammadiyah.

***

HAMKA sedari muda telah menghasilkan berbagai karya sastra, agama dan juga sejarah. Beliau dikenal sebagai sastrawan, sejarahwan, budayawan dan juga ulama, bahkan juga politisi pada periode tertentu. Memang tidak semua karya buah dari keahliannya tersebut berkumpul pada suatu masa. Saat muda Hamka lebih condong pada sastra, beranjak dewasa sejarah juga diselaminya. Pada saat pemilu pertama 1955, Hamka menjadi anggota Masyumi untuk menduduki kursi DPR dan juga Mahkamah Konstituante. Dan akhirnya publik melihat Hamka sebagai ulama besar Indonesia selepas itu.

Baca Juga  Strategi Muhammadiyah Menghadapi Salafisasi Global

Ali Audah berpendapat bahwa Hamka merupakan satu-satunya ulama yang juga berani turun ke bidang seni. Karya seni berjudul “Merantau ke Deli”, “Di Bawah Lindungan Ka’bah”, dan juga “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”, begitu popular hingga saat ini. Di bidang tasauf kita bisa jumpai pikirannya pada buku “Tasawuf Modern”, “Renungan Tasawuf”, dan juga “Tasawuf dari Masa ke Masa”. Karya-karya popular mengenai akhlak dan kepribadian juga cukup banyak dihasilkannya seperti “Lembaga Budi”, “Pribadi Hebat”, “Akhlakul Karimah”, dan yang lainnya. dan puncaknya Tafsir Al-Azhar mengukuhkannya sebagai ulama yang produktif. Kombinasi kepandaian tersebut, menjadikan Hamka sebagai ulama besar yang digandrungi karya-karyanya dan selalu dinanti ceramah-ceramahnya.

Kosmopolitan Muhammadiyah dan Ulama Serba Bisa

Muhammadiyah dikenal bagian dari gerakan pembaharuan Islam. Terutama mengenai metode yang digunakan dalam memperdayakan umat. Muhammadiyah disebut modern karena tidak segan untuk memakai metode Barat dalam sistem pendidikannya. Namun, dalam perkembangannya pernah pada suatu periode tertentu, organisasi ini diidentikkan dengan gerakan Wahabi yang berkembang di Timur Tengah sana.

Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi yang anti-qunut, barzanjian atau tradisi Islam lainnya yang telah berbaur dengan budaya lokal dan mungkin belum ada di masa kenabian. Hal itu terjadi karena Muhammadiyah terlalu dalam mengikuti perdebatan pada cabang atau ranting fiqih. Tentu juga dikarenakan Muhammadiyah masih sangat eksklusif menyiarkan dakwahnya pada muslim perkotaan. Orang yang belum kenal dengan Muhammadiyah sampai sekarang tentu masih sangat berpatokan dengan anggapan di atas.

“Muhammadiyah sekarang akan berbeda dengan Muhammadiyah di masa mendatang” tutur Ahmad Dahlan. Perkataan Ahmad Dahlan yang berkonteks pada diaspora pada kader Muhammadiyah dalam segala bidang, ternyata juga terbukti pada para anggota yang berasal dari latar belakang beragam.  

Bahkan juga lintas organisasi secara kultural. Dewasa ini, banyak anggota Muhammadiyah yang berasal dari Nadhatul Ulama, walhasil mereka dipanggil dengan Mu-Nu. Juga berlatar belakang Marhaenisme, dan dinal dengan Mar-Mud (Marhaenisme Muhammaidiyah). Bahkan juga ada sebutan KrisMu (Kristen Muhammadiyah), yang disebabkan oleh inklusifnya amal usaha pendidikan Muhammadiyah di berbagai tempat.

Baca Juga  Roh, Nafs dan, Kalbu: Manusia dalam Perspektif Al-Qur'an

***

Buya Hamka, karena karyanya yang tersebar pada berbagai dimensi seperti sastra, sejarah dan dakwah. Menjadikannya seperti ulama yang serba bisa. Bisa menjadi sastrawan, budayawan, sejarahwan, dan bahkan politisi juga. Keserbabisaannya menjadikan sosok dan pribadi Buya Hamka terbuka dengan semua kalangan dan membuatnya diakui sebagai ulama kaliber nasional. Ahmad Syafi’i Ma’arif sebagai salah satu pengagumnya mengatakan beliau dengan berani dan tulus menjelajah literature Barat tanpa takut dengan stigma keluar dari “Islam”.

Walaupun pembacaan literature tersebut dilakukannya dalam kitab-kitab berbahasa Arab. Karena bahasa Arab merupakan satu-satunya bahasa asing yang dikuasainya. Bahasa yang lugas dan mengalir serta mudah dipahami menjadikan karyanya menjangkau semua kalangan.

***

Mulai dari masyarakat biasa sampai kaum terdidik dalam lembaga formal sekalipun dapat menikmatinya. Bakat sastranya yang alami dari alam Minangkabau, membuat setiap dakwahnya baik secara lisan maupun tulisan menjadi begitu dinikmati dan dinanti semua orang. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam tulisannya menyatakan Hamka sebagai sosok ulama yang semua Islam dari semua aliran dapat dan mau menjadi makmumnya.

Secara kasat mata pernyataan Gus Dur ditujukan pada aktivitas dakwah Hamka di Masjid Al-Azhar yang memang begitu ramai dari berbagai aliran Islam. Tidak hanya orang-orang Muhammadiyah semata yang mau menjadi makmumnya. Sedangkan dalam realitanya memang hampir semua umat Islam dari berbagai organisasi dan aliran memaklumi Hamka sebagai Buya, sebagai “Ayah” bagi mereka semua.

Keserbabisaan juga membuat pribadi Hamka terbuka dan inklusif. Ditunjukkan ketika Nurcholish Madjid muda mengkoreksi bacaan ayat yang disampaikan Hamka ketika berceramah. Cak Nur menyampaikan langsung kepada Hamka, dan di luar dugaan Cak Nur sendiri, Hamka mengiyakan bahwa ayat yang dibacakan Cak Nur lah yang benar dan bacaan Hamka sebelumnya yang salah. Hamka terbuka kepada kritik terhadap dirinya sendiri, sehingga dia sendiri juga tak segan-segan menyampaikan kritik kepada pemerintah.

***

Dan pemerintah sebagai penerima kritik pun tidak pernah tersinggung dengan Hamka. Selain karena cara Hamka yang tidak langsung mengkonfrontir secara terbuka, juga pemerintah mafhum dengan kualitas kritik dan pribadi yang mengkritik tersebut. Lebih jauh lagi, sikap inklusif Hamka juga membuat semua golongan dan kalangan mau menerima syiar dakwah Hamka.

Baca Juga  Indonesia: Sabuk Permata Hijau di Sekeliling Khatulistiwa

Seperti yang ditunjukan oleh pernyataan Cak Nur bahwa Hamka berhasil mendorong terjadinya mobilitas vertikal atau gerakan ke atas agama Islam di Indonesia, menjadi suatu agama yang “hanya berharga untuk kaum sarungan dan bakiyak di jaman kolonial” menjadi suatu agama yang diterima dan dipeluh secara sungguh-sungguh oleh “kaum atasan” di jaman Indonesia Merdeka. Lanjut Cak Nur, Hamka telah berhasil merobah postur kumal seorang kiyai atau ulama Islam menjadi postur yang patut menimbulkan rasa hormat dan respek.

Setiap zaman ada orangnya dan setiap orang ada zamannya. Namun, Muhammadiyah telah hadir selama 107 tahun melewati berbagai zaman mulai dari kolonialisme hingga era reformasi saat ini. Salah satu tokoh pada zamannya yang dimiliki Muhammadiyah adalah Buya Hamka. Keduanya, Muhammadiyah dan Hamka, akan selalu dikenal sepanjang masa karena inklusifitasnya, disamping kemampuan juga. Keberhasilan keduanya menaklukan zamannya adalah perpaduan kualitas secara lahiriah dan kualitas batiniah.

***

Kualitas lahiriah membuat Muhammadiyah bisa membantu negara mencerdaskan dan mensejahterakan warga negara, sedangkan kualitas Hamka mampu menghasilkan berbagai karya yang berbobot. Kualitas batiniah yang tergambar pada inklusifitas keduanya, membuat Muhammadiyah bisa menjangkau dan diterima bahkan oleh saudara non-Muslim juga. Sedangkan Hamka, mampu membuat syiar Islam menjadi populer diterima oleh semua aliran dan semua kalangan.

Sulit untuk membayangkan jikalau inklusivitas dihilangkan dari Muhammadiyah sebagai organisasi dan Hamka sebagai pribadi. Karena locus tempat mereka berjuang adalah Indonesia yang kaya akan keragaman. Mungkin saja Muhammadiyah akan sulit berkembang seperti saat ini, jikalau tidak hilang ditelan zaman.

Dan Hamka mungkin hanya dikenal terbatas pada kalangan Muhammadiyah atau oleh anak-kemenakannya di Minangkabau sana. Inklusivitas lah yang membuat keduanya seperti tak lekang karena panas, dan tak lapuk karena hujan. Dan semoga di milad 107 Muhammadiyah tahun ini, Muhammadiyah bisa meningkatkan sikap inklusifnya dan juga melahirkan banyak tokoh-tokoh yang inklusif demi kemajuan agama, bangsa dan negara. Selamat Milad 107, Muhammadiyah!!!

* Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds