IBTimes.ID – Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Maluku melakukan kajian tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Tim yang dibuat oleh PWM Maluku Utara ini diketuai oleh Dr. Nasaruddin Umar, SH, MH, dengan sekretaris Dr. Fahri Bachmid, SH, Mh, dan anggota Tuti Haryanti, SH, MH, dan Syah Awaluddin, SH, MH.
Tim ini menghasilkan Pokok-Pokok Pikiran Telaah RUU Haluan Ideologi Pancasila pada tanggal 10 Juni 2020 dengan mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu (1) Aspek Historis Suasana Kebatinan Penyusunan Dasar Negara; (2) Aspek Kedudukan Pancasila; (3) Kedudukan RUU HIP dalam Aspek Hukum Konstitusi Indonesia; (4) Aspek Kedudukan RUU HIP dalam Aspek Prinsip-Prinsip dan Jenis Hieraki Perundang-Undangan Indonesia; (5) Aspek Kedudukan Presiden sebagai Pemegang Kekuasaan dalam Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila; (6) Aspek Yuridis dan Sosiologis Urgensi RUU HIP; dan (7) Aspek Kedudukan BPIH dan Kewenangan Dewan Pembina BPIH dalam Aspek Hukum Ketatanegaraan Indonesia.
Enam Implikasi Jika RUU HIP Menjadi Undang-Undang
Menurut kajian ini ada enam implikasi hukum, jika RUU HIP menjadi sebuah undang-undang, yaitu:
Pertama, RUU HIP sangat bertentangan dengan Pasal 7 UU No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan ini sangat disayangkan adanya dugaan upaya “Penyelundupan Hukum” pengaturan yang seharusnya melalui jenis hirarki setingkat Peraturan Pemerintah justru diangkat pengaturannya menjadi Undang-Undang dan melanggar prinsip hirarki, jenis, materi muatan Peraturan Perundang Undangan berdasarkan UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Kedua, apabila RUU HIP menjadi UU, maka masyarakat khawatir aturan ini akan menjadi alat legitimasi kekuasaan yang bisa saja disalahgunakan untuk melakukan penafsiran subjektif yang dan melegitimasi tindakan-tindakan dan keputusan Presiden dan Menteri dalam mengambil kebijakan.
Padahal seyogyanya ideologi dan falsafah bangsa tidak boleh ditempatkan pada parameter rezim, ketika suatu rezim karakter hukumnya refresif maka ideologi akan dijadikan alat politik kekuasaan sebab hanya negara otoriterlah yang meregulasikan ideologinya.
***
Keberatan yang Ketiga, RUU ini ketika menjadi UU dengan sendirinya mengubur sejarah perumusan pancasila akan menciptakan new normal konsepsi pancasila dan menghilangkan hakikat Piagam Jakarta 22 Juni 1945 telah yang menjiwa UUD.
Keempat, RUU HIP apabila menjadi UU sangat berpotensi memberikan ruang masuknya dan berkembangnya paham komunisme/marxisme-Lenimisme dalam sistem perundang-undangan. Pada akhirnya merusak tatanan prinsip Indonesia sebagai Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan bertentangan dengan Sila Pertama Pancasila dan Ketetapan MPRS RI No.XXV/MPRS/1966 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia Sebagai Organisasi Terlarang Di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Lenimisme.
Kelima, RUU HIP ini ketika menjadi UU akan merusak tatanan prinsip-prinsip dasar sistem ketatanegaraan yang sudah diatur dalam UUD seperti prinsip negara ketuhanan dalam pasal 29 ayat 1, prinsip kemandirian kekuasaan kehakiman (pasal 24), kekuasaan membentuk undang-undang (pasal 20), dan prinsip hak masyarakat adat, prinsip daerah-daerah Istimewa dalam Pasal 18 B.
Keenam, ketika RUU ini ditetapkan menjadi UU, maka Pancasila tidak lagi menjadi living law atau hukum yang hidup atau jiwa bangsa volkgeist sebagai sebuah ideologi yang dibaratkan sebagai gunung es, cair pada bagian atas namun padat pada bagian bawah. Hal ini bisa terus digali dan diwujudkan di tengah masyarakat, tetapi akan berubah menjadi alat ideologi kekuasaan ataupun ideologi menjadi milik kekuasaan suatu rezim.
Rekomendasi
Tim ini mengajukan dua rekomendasi kepada PP Muhammadiyah. Pertama, mendesak kepada PP Muhammadiyah untuk menolak RUU HIP dan meminta kepada DPR dan Pemerintah untuk menunda pembahasan RUU HIP.
Kedua, mendesak kepada PP Muhammadiyah untuk mendorong pemerintahan dan DPR untuk membentuk RUU mengenai tindak pidana terhadap aliran, paham, kegiatan, simbol organisasi yang menganut paham komunisme, marxisme, sosialisme sebagai bagian dari paham radikal dan tindak pidana makar dan terorisme
Download selengkapnya di sini: