Tajdida

Muhammadiyah Mencerahkan Bangsa

3 Mins read

Oleh : Ari Susanto

Tema Tanwir Muhammadiyah “Beragama yang Mencerahkan” sarat makna mendalam tentang Keindonesiaan.  Beragama yang autentik diperlukan ditengah menjamurnya politik tuna adab, yang menegasikan identitas Keindonesiaan.

Keterbelahan bangsa Indonesia dalam dua arus besar politik nasional secara langsung menghadirkan dua kutub yang berlawanan. Saling serang tidak dapat dihindarkan dan fanatisme buta menambah tensi politik terus memanas. Produksi fake news, hoax, black campign , cacian dan umpatan di ruang media sosial dari dua kubu menjadikan politik tidak beradab (tuna adab).

Politik tuna adab adalah kotor dan menjijikan. Watak politik tuna adab cenderung akan menjauhkan kedua kutub dan mempertajam perlawanan. Alih-alih kedua kubu adu visi-misi dan program kebangsaan, ruang media sosial hanya dijadikan ajang saling serang yang kosong gagasan. Politik telah menjauh dari ajaran autentik agama, disinilah beragama tidak lagi mencerahkan.

Filsafat negara yang tertuang dalam sila pertama Pancasila adalah sumber autentik identitas bangsa Indonesia. Dengan demikian, beragama hendaknya mampu memancarkan cahaya kemajuan bukan sebaliknya yang menciptakan kegelapan sebagaimana politik tuna adab diatas. Agama itu layaknya bintang penuntun perjalanan hidup manusia ke arah yang maju dan berkeadaban, orang yang beragama tentu harus mencerahkan dan memajukan peradaban.

Beragama yang Mencerahkan

Tema ini mengajak segenap lapisan anak bangsa untuk merenungkan kembali hakikat autentik agama. Menurut Amin Abdullah, Profesor Teologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, agama-agama harus menampilkan nilai-nilai universalitas. Nilai universal ini adalah sumber autentik orang beragama. Sebagaimana misalnya nilai welas asih (kasih sayang) adalah nilai-nilai agama-agama dengan penyebutan yang beragam seperti Rahman dan Rahim, Belas Kasih, Cinta Kasih. Nilai itu terpancar dalam hati nurani, hati yang memancarkan empati dan simpati. Dengan hati yang empati tentu akan mengasihi seluruh makhlum di alam semesta, sebagaimana dikenal dalam Islam rahmatan lil ‘alamin.

Pemilihan diksi “beragama”, bukan misalnya “berislam” menggambarkan Muhammadiyah menghormati keberadaan agama-agama di Indonesia. Secara langsung, Muhammadiyah menyampaikan bahwa bangsa yang plural ini adalah modal untuk membangun Indonesia yang beradab, terkhusus menarasikan politik yang penuh adab.

Baca Juga  Mencari Spiritualitas, Hijrah ke Salafi: Mengapa Bukan ke Tasawuf, NU atau Muhammadiyah?

Muhammadiyah sejak kepemimpinan KHA Dahlan telah mengajarkan keterbukaan, menurut keterangan murid KHA Dahlan, H.M. Sudja’, tidak heran saat murid-murid non-muslim kweekschool tertarik dengan model pemahaman keagamaan KHA Dahlan. Dari sini nampak pesan utamanya, KHA Dahlan tidak mengajarkan untuk mengislamkan orang, namun beliau melakukan kontruksi paradigma meyakini agama secara mendalam yakni beragama dengan benar.

Bagunan paradigma beragama yang benar, sampai saat ini masih dapat dibuktikan. Melalui Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) paradigma ini terus di gulirkan melalui pengajaran Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. PTM yang berada di Kupang, Sorong, Papua diminati oleh kalangan non muslim. Tanpa takut dan ragu mahasiswa non muslim belajar di PTM. Tercatat lebih dari 70 persen mahasiswa PTM di Kupang dan Sorong adalah non-muslim.

Muhammadiyah mengajarkan beragama yang substantif, tidak sekadar beragama sebatas identitas. KHA Dahlan pernah di tuduh kafir atau menyimpang dari Islam karena tidak mencerminkan identitas Islam menurut masyarakat setempat pada zamannya. Tuduhan itu semata-mata karena KHA Dahlan mengenakan jas yang dipakai pemerintah belanda saat itu dan memainkan biola yang notabene budaya dari non-Islam.

Beragama yang substantif tercermin dalam tafsir al’maun. Salat tak sebatas menggerakkan tubuh yang sebatas melahirkan kehalehan individual, namun bergerak melahirkan keshalehan sosial (amal shaleh). Kesalehan sosial itu oleh Muhammadiyah di lembagakan dikenal dengan Amal Usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial.

Beragama yang mencerahkan mengutib Haedar Nashir menghadirkan perilaku ihsan. Perilaku ihsan itu dapat digambarkan dengan kemampuan manusia secara ikhlas berbuat kebaikan secara terus menerus tanpa butuh imbalan, baik materi ataupun pujian-pujian. Perilaku ihsan inilah berhati nurani yang welas asih.

Dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 257 diterangkan dengan kalimat yukhrijuhuum minazh-zhulumati ilan-nuur. Senantiasa Allah akan mengeluarkan kamu sekalian dari kegelapan menuju cahaya yang terang. Jalan untuk menuju kepada sesuai yang terang itu, dalam kehidupan dunia harus mengasah kelembutan hati dan menguasai ilmu pengetahuan. Kebodohan itu gelap, dengan belajar akan menjadi pintar, pintar dan cerdas itulah cahaya.

Baca Juga  PDIP dan Muhammadiyah: Adakah Kesamaan Nilai?

Dari uraian diatas, menghadirkan sikap keberagamaan yang mencerahkan setidaknya memiliki karakteristik berikut; pertama, agama harus menghadirkan nilai univeralitas diruang kebangsaan, kenegaraan dan kemanusiaan global. Kedua, agama tidak sebatas menjadi pembeda (identitas semu), namun harus menjadi pemahaman yang mendalam dan substantif. Ketiga, beragama harus menghadirkan hati nurani yang terpancar dalam rasa simpati dan empati bukan menghadirkan caci maki dan permusuhan. Keempat, menjadikan pemeluk agama berakhlam mulia, berperan positif, membangun kemajuan. Kelima, Keterbukaan dialog lintas iman.

Beragama tertuju kepada pemeluk, bukan tertuju kepada agama. Agama pada dasarnya adalah sumber kebaikan, sumber etika dasar, sumber welas asih, sumber kedamaian. Tafsir agama yang serampangan, yang hanya menegaskan identitas akan menghadirkan perlawanan. Dalam kontestasi politik saat ini, watak dasar dari keberagamaan yang mencerahkan adalah melahirkan politik yang santun dan beradab.

*) Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds