News

Muhammadiyah, Pancasila, dan Soekarno

2 Mins read

IBTimes.ID – Pada setiap 1 Juni bangsa Indonesia merayakan Hari Lahir Pancasila dengan merujuk pada awal mula gagasan tentang dasar negara disampaikan oeh Soekarno pada 1 Juni 1945. Gagasan Soekarno yang kemudian didiskusikan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapaan Kemerdekaan (BPUPKI) disepakati menjadi dasar Negara yang diintegrasikan dalam Pembukaan Undang-Undangan Dasar 1945, dengan lima sila sebagaimana yang kita kenal hari ini dengan Pancasila.

Interaksi Soekarno dengan para anggota BPUPKI selama 3 hari sejak 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945 adalah bagian dari kontemplasi dialogis dengan menyerap berbagai aspirasi sosio-antropologis bangsa yang diwakili oleh anggota BPUPKI yang mewakili berbagai golongan masyarakat.

Salah satu interaksi yang paling populer adalah ketika Bung Karno menyampaikan kepada Ki Bagoes Hadikoesomo, yang merupakan ulama dari Yogyakarta sekaligus Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1942-1945, tentang gagasan kebangsaan, yang disampaikan oleh Ki Bagoes Hadikoesomo dan Soekarno mengafirmasi dan mengapresiasi sekaligus menegaskan bahwa “Di atas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh Saudara Ki Bagoes Hadikoesomo itulah, kita dasarkan negara Indonesia”. 

Gagasan yang kemudian tersusun dalam urutan Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan, adalah nilai-nilai dasar yang diyakini sebagai fondasi terkuat dari sebuah negara. Oleh karena itu, Pancasila dengan 5 gagasan utamanya akan terus dan tetap menjadi dasar negara dan disepakati tidak akan terganti oleh ideologi apapun. 

Muhammadiyah, sebagai organisasi keagamaan Islam yang merupakan bagian dari pembentuk negara dan dasar negara, secara etik politik terus menerus menegaskan posisi ideologisnya bahwa Negara Pancasila bagi Muhammadiyah adalah Dar al Ahdi wa al-Syahadah, atau negara konsensus dan kesaksian. Doktrin Dar al Ahdi wa-al-Syahadah adalah bagian dari Risalah Islam Berkemajuan yang merupakan pedoman anggota Persyarikatan Muhammadiyah dan umat Islam Indonesia. Peneguhan sikap Muhammadiyah juga merupakan bagian dari perlawanan atas upaya-upaya kelompok tertentu yang berupaya mengganti ideologi Pancasila.  

Baca Juga  Target 4 Besar, Haedar Nashir Dukung HW FC di Liga 2

Sebagai elemen bangsa, Muhammadiyah terus menerus menyimak dan mendalami berbagai dinamika nasional yang dalam batas-batas tertentu memunculkan keraguan dan pertanyaan, tentang bagaimana Pancasila menjadi ideologi yang mempersatukan? Bagaimana Pancasila menjadi ideologi yang memandu kehidupan spiritual pemancar kebijakan? Bagaimana Pancasila menjadi dasar pengambilan keputusan yang bajik dan untuk kepentingan republik? Bagaimana pula Pancasila menjadi alat advokasi mencapai keadilan dan kesejahteraan untuk semua? Pertanyaan-pertanyaan ini terus muncul berulang setiap Pancasila di peringati pada 1 Juni. Selalu muncul pada saat Pancasila di lafalkan dan didiskusikan.

Temuan riset SETARA Institute (2023) yang menggambarkan bahwa secara diskursif 83,3% Pancasila dianggap sebagai bukan ideologi permanen adalah kritik bagi semua pihak, bahwa oleh sebagian besar anak muda usia SMA/SMK/Aliyah, Pancasila belum menunjukkan kinerjanya yang konkret bagi kehidupan bangsa. Sekalipun bukan kehendak mengganti Pancasila, tetapi opini mayoritas bahwa Pancasila bukan ideologi permanen adalah ancaman yang sangat serius bagi bangsa. 

Tugas kita semua untuk memastikan Pancasila menjadi ideologi yang bekerja dengan terus dan tetap menjadi pedoman penyelenggaraan negara baik melalui kepemimpinan nasional, penyelenggaraan fungsi legislasi, penyelenggaraan fungsi yudikatif dalam memutus berbagai perkara, maupun dalam tata laku para penyelenggaraan negara dalam tata kelola yang berparadigma Pancasila (Pancasila Governance). Pancasila jelas bukan alat penyeragaman yang mengikis kemajemukan, bukan juga instrumen penundukkan bagi mereka yang tidak sejalan dengan aspirasi negara, bukan pula instrumen suatu rezim dalam bentuk rezimentasi yang gagap menjawab urusan republik.

Muhammadiyah melalui berbagai pranata sosial keagamaan, majelis-majelis organisasi yang dimiliki, sekolah, universitas dan rumah sakit dan lainnya, yang melekat pada Muhammadiyah, yang hampir mencakup sebagian besar urusan dalam penyelenggaraan negara, akan terus menjadi bagian solusi dan kontribusi memastikan ideologi negara bekerja, dirasakan warga, sekaligus menjadi alat pemberdaya dan pembela warga negara untuk mencapai tujuan nasional yakni: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Baca Juga  Belum Genap Sebulan, SUMU Berhasil Menghimpun Para Pengusaha Beromset Trilliunan

(Fajar/Soleh)

Avatar
1446 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
News

Haul ke-15 Gus Dur: Refleksi Pemikiran dan Keteladan untuk Bangsa

2 Mins read
IBTimes.ID – Jaringan GUSDURian menggelar peringatan Haul ke-15 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Laboratorium Agama Masjid Universitas Islam Negeri (UIN)…
News

Inilah 9 Rekomendasi Simposium Beda Setara 2024

2 Mins read
IBTimes.ID – Simposium Best atau Beda Setara telah selesai digelar. Acara ini berlangsung selama dua hari, yakni Kamis-Jumat (15-16/11/2024) di Convention Hall…
News

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia Masih Jauh dari Semangat Bhinneka Tunggal Ika

1 Mins read
IBTimes.ID – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid mengkritisi realitas kebebasan beragama di Indonesia, yang menurutnya masih jauh dari…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds