Report

Sukidi: Tiga Kesamaan Ahmad Dahlan dengan Bung Karno

2 Mins read

IBTimes.ID – Sukidi, seorang pemikir kebhinekaan, menyebut bahwa Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Bung Karno memiliki setidaknya tiga kesamaan. Pertama, mengajak masyarakat untuk berpikir kritis. Kedua, ajaran tentang belas kasih. Ketiga, spirit pengabdian.

“Kiai Haji Ahmad Dahlan selalu mendorong anak muda untuk menggunakan akal budi. Ia menekankan agar kita berani berpikir menggunakan akal kita sendiri,” ujar Sukidi dalam Kajian Inspirasi Ramadan 2023, Kamis (6/4/2023).

Hal ini, imbuhnya, persis dengan apa yang digelorakan oleh Bung Karno. Bung Karno selalu menggelorakan pentingnya berpikir secara independen atau yang disebut ijtihad dalam literatur Islam. Saat itu, Umat Islam terjebak pada tradisi blind following atau taklid.

Akal, menurut Sukidi, menempati posisi yang sentral sebagai sarana yang bisa mengantarkan umat Islam memasuki dunia modern dengan kalkulasi rasional. Seperti kedisiplinan, kerja keras, dan spirit yang berorientasi pada kemajuan.

Bung Karno, sejak berusia 15 tahun, telah nginthili (mengikuti) Ahmad Dahlan. Pada saat itu juga, Bung Karno mendapatkan pencerahan Islam dari Kiai Haji Ahmad Dahlan.

“Kiai Haji Ahmad Dahlan selalu memberikan perhatian kepada kaum fakir, miskin, dan mereka yang masuk kategori mustad’afin. Ajaran ini mengingatkan kita pada kedekatan yang begitu kuat antara Bung Karno dengan Kaum Marhaen atau wong cilik,” tegas Sukidi.

Sukidi menyebut bahwa Bung Karno memiliki social bonding yang begitu kuat terhadap orang-orang kecil yang bekerja hanya untuk bertahan hidup tanpa mendapatkan kenikmatan apapun. Begitu juga dengan Kiai Haji Ahmad Dahlan yang selalu memberi belas kasih kepada mustad’afin.

Bung Karno begitu yakin bahwa hakikat kemanusiaan adalah satu dan setara. Ia begitu melekat dengan penderitaan rakyatnya. Sehingga, suasana hati dan suasana pikirannya sepenuhnya didarmabaktikan untuk rakyatnya.

Baca Juga  Kekuasaan yang Terlalu Lama, Mengapa Cenderung Represif dan Anti Kritik?

Sementara itu, spirit pengabdian selalu diajarkan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan dalam konteks menghidup-hidupi Muhammadiyah. Kiai Haji Ahmad Dahlan selalu berpikir tentang apa yang dapat ia darmabaktikan untuk Muhammadiyah. Ia bangun sekolah Muhammadiyah, rumah sakit, dan lain-lain. Hal yang persis sama juga dilakukan oleh Bung Karno yang selalu berpikir tentang apa yang bisa ia darmabaktikan untuk bangsa dan negara.

“Ketika tau kalau Bung Karno tidak memiliki rumah, rakyat mau gotong royong untuk membuatkan Bung Karno rumah. Tapi Bung Karno menjawab, ‘tidak, tidak, tidak. Saya tidak ingin mengambil apapun dari rakyat saya. Yang ingin saya lakukan adalah berbuat sebaik-baiknya untuk rakyat’,” ujar Sukidi mengutip perkataan Bung Karno.

Dalam hal pemikiran dan ajaran untuk berpikir kritis, keduanya mengagumi tokoh yang sama. Yaitu Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Dari kedua tokoh tersebut, Bung Karno belajar bahwa Islam adalah agama kemajuan. Sementara Kiai Haji Ahmad Dahlan juga meyakini bahwa Islam adalah agama yang sesuai dengan semangat kemajuan zamannya.

Keduanya juga bergaul dengan tokoh-tokoh yang sama, seperti HOS Tjokroaminoto dan Agus Salim, termasuk dengan kelompok-kelompok sosialis seperti Semaoen, begitu juga denagn romo dan pastur. Keduanya memiliki nilai toleransi yang kuat terhadap kelompok lintas agama.

“Toleransi inilah yang sebenarnya menjadi salah satu inti warisan dari Kiai Haji Ahmad Dahlan dan sekaligus Bung Karno,” imbuhnya.

Kiai Haji Ahmad Dahlan berjumpa, berdialog, dan berdiskusi dengan Pastur Van Lith untuk meneguhkan spirit toleransi antar umat beragama sekaligus menimba ilmu tentang pendidikan yang humanistik dan kemanusiaan yang universal. Bung Karno juga melakukan hal yang sama. Ia bergaul dengan pendeta, romo, tokoh-tokoh Islam, dan tokoh-tokoh nasionalis.

Baca Juga  Indonesia dan Peran Kebangsaan Muhammadiyah

Jika Ahmad Dahlan berkata “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”, Bung Karno berpesan, “Berbaktilah kepada bangsa ini dan jangan berpikir untuk mengambil sesuatu dari bangsa ini”. Kedua tokoh ini memiliki pengabdian yang tulus dan otentik. Kedua tokoh ini tidak lagi berpikir tentang diri sendiri. Mereka selalu berpikir untuk kemaslahatan rakyatnya.

Reporter: Yusuf

Avatar
1343 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Savic Ali: Muhammadiyah Lebih Menderita karena Salafi Ketimbang NU

2 Mins read
IBTimes.ID – Memasuki era reformasi, Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Lahirnya ruang keterbukaan yang melebar dan lapangan yang terbuka luas, nampaknya menjadi…
Report

Haedar Nashir: dari Sosiolog Menjadi Begawan Moderasi

2 Mins read
IBTimes.ID – Perjalanannya sebagai seorang mahasiswa S2 dan S3 Sosiologi Universitas Gadjah Mada hingga beliau menulis pidato Guru Besar Sosiologi di Universitas…
Report

Siti Ruhaini Dzuhayatin: Haedar Nashir adalah Sosok yang Moderat

1 Mins read
IBTimes.ID – Siti Ruhaini Dzuhayatin Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyebut, bahwa Haedar Nashir adalah sosok yang moderat. Hal itu terlihat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *