IBTimes.ID – Ada beberapa kejadian penting yang terjadi dalam rentang tahun 1991 hingga tahun 2010. Kejadian-kejadian di era ini penting dilihat untuk membaca arah dunia ke depan. Pertama, demokrasi mengalami penguatan. Di Indonesia, hal ini menjadi follow up dari reformasi yang terjadi pada tahun 1998. Pecahnya Jerman dan Uni Soviet juga turut mendorong demokratisasi di berbagai belahan dunia.
Kedua, di era ini juga mulai nampak kebangkitan awal China. Setelah China, kebangkitan ekonomi juga diikuti oleh Macan-Macan Asia seperti Korea Selatan, Singapura, Taiwan, dan Hongkong. Negara-negara ini relatif cepat mengalami kemajuan.
Ketiga, era ini ditandai dengan hadirnya internet dalam kehidupan peradaban manusia. Internet menyebabkan banyak disrupsi dalam berbagai bidang.
Keempat, meningkatnya arus urbanisasi. Hal ini terjadi mengingat lebih mudah mencari uang di kota daripada di desa. Akibatnya, populasi petani dan nelayan menurun. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga terjadi di banyak negara. Kelima, naiknya harga komoditas.
Hal ini disampaikan oleh Gilarsi Wahju Setijono dalam Kajian Tematik Ramadhan UMM dengan tema “Merancang Muhammadiyah 2050”, Rabu (5/5).
Hal-Hal yang Terjadi di Tahun 2011 – 2030
Menurut Gilarsi, kejadian yang terjadi pada tahun 2011 – 2030 antara lain, pertama, pembangunan infrastruktur yang mengkoneksikan dunia. Warna dunia tidak lagi ditentukan oleh negara, namun ditentukan oleh megakota. Konektivitas megakota menentukan kemajuan ekonomi dunia.
Kedua, imbuh Gilarsi, mulai terjadi tabrakan yang cukup serius antara Amerika dengan China. China bekerja dengan lebih cepat dan menghasilkan produk yang lebih murah. Sedangkan, Amerika tetap berada pada zona nyaman mereka.
“Ketiga, teknologi mobile semakin dominan. Start up semakin berkembang. India mulai bergeliat naik dengan pertumbuhan yang fantastis,” imbuhnya.
Keempat, menurut Gilarsi, harga-harga komoditi relatif stabil, tidak mengalami kenaikan atau penurunan yang signifikan.
Hal-Hal yang Akan Terjadi di Tahun 2031 – 2050
Sementara itu, ia melihat bahwa pada tahun 2031 – 2050, climate change mulai menjadi prioritas. Efek climate change akan semakin terasa. Isu mengenai pencemaran lingkungan akan semakin mendapatkan perhatian.
Selain itu, information technology dan bio technology juga akan mengalami kemajuan yang cepat. Society 5.0 adalah pertemuan antara organik dan anorganik. Di dalam tubuh manusia, di tahun 2050, bisa jadi akan ada komponen anorganik.
“Kulit kita masih organik, tapi organ-organ tubuh kita bisa saja anorganik. Ada nano robot di dalam tubuh. Memori yang diganti dengan chip, jantung yang diganti dengan mesin, dan lain-lain,” papar Gilarsi.
Di era ini, menurut Gilarsi, juga akan terjadi dialektika baru antara demokrasi dan otokrasi. Dewasa ini, otokrasi cukup efektif dalam mendorong kemajuan, sedangkan demokrasi relatif tertinggal. Di sisi lain, yang lebih menarik adalah mulai bergesernya kekuatan dunia dari Barat ke Timur. Tidak hanya Amerika ke China, namun juga negara-negara yang berada di sekitar China termasuk India.
Muhammadiyah Perlu Kompas Gerakan
Dalam hal ini, Gilarasi menyebut bahwa Muhammadiyah, menuju ke tahun 2050 harus mulai mempimpin Indonesia. Menurutnya, salah satu penyebab keterpurukan Indonesia adalah karena budaya korupsi yang mendarah daging.
“Saya melihat Muhammadiyah ini belum tersentuh budaya korupsi. Masih bersih. Jadi Muhammadiyah sudah harus mulai memimpin,” tegasnya.
Kedua, Gilarsi melihat bahwa otokrasi relatif lebih berhasil menyelesaikan masalah pandemi daripada demokrasi.Muhammadiyah, menurut Gilarsi, lebih dekat kepada one direction.
“Directionnya satu, yang lain mengikuti. Agak berbeda dengan demokrasi yang dalam pengambilan keputusan sangat bertele-tele,” ujarnya.
Ketiga, proses seleksi kepemimpinan, Muhammadiyah mampu melakukan dengan sangat baik dan sangat santun, sekaligus terdapat unsur musyawarah. Hal itu menurutnya akan jauh lebih sustainable daripada sistem demokrasi one person one vote.
Keempat, Gilarsi menyebut bahwa Muhammadiyah memiliki 12% siswa dan mahasiswa di Indonesia. Namun, kontribusi tersebut kurang banyak terhitung secara jelas. Sayangnya, menurut Gilarsi, respon terhadap perubahan dunia relatif lambat dilakukan oleh Muhammadiyah.
Kelima, Muhammadiyah harus mulai memimpin karna menurut Gilarsi jamaah Muhammadiyah berjumlah 26 juta, 10% dari Warga Negara Indonesia, 5 kali lipat dari penduduk Singapura.
“Dalam pendidikan dan kesehatan yang digeluti Muhammadiyah selama ini, saya ingin memberikan 3 catatan. Pertama, bagaimana dua hal tersebut sesuai dengan kebutuhan kompetensi nasional? Kedua, bagaimana menjadikan pendidikan sebagai bagian dari pembangunan strategis nasional. Ketiga, menjadikan pendidikan sebagai dapur intelektual untuk menyiapkan industri 4.0 dan masyarakat 5.0,” ujar Gilarsi.
Maka, untuk menjawab 3 hal tersebut, ia menyebut bahwa Muhammadiyah perlu memiliki kompas gerakan atau playbook yang akan memandu perjalanan Muhammadiyah hingga tahun 2050.
Dalam hal sosial ekonomi, ia menyebut bahwa ekonomi Muhammadiyah bersifat bottom up, sehingga perlu diatur sedemikian rupa agar bisa menyesuaikan dengan kebutuhan nasional. Selain itu, ia juga menyarankan Muhammadiyah untuk mengkapitalisasi 26 juta jamaah Muhammadiyah.
“Dari Inggris, kita belajar bahwa mereka maju karena industrialisasi, Amerika sama. Jepang, China, dan lain-lain juga mauj karena industrialisasi. Tanpa kita melewati proses ini, Muhammadiyah juga akan sulit untuk memimpin Indonesia,” tegasnya.
Ia mencontohkan dengan adanya ratusan Rumah Sakit yang dimiliki oleh Muhammadiyah, seharusnya bahan baku dan kebutuhan infrastrukturnya disediakan oleh Muhammadiyah sendiri.
Untuk sampai di tahun 2050, ia menyarankan ada semacam agensi Muhammadiyah yang berfungsi seperti BAPPENAS. Jadi Muhammadiyah perlu kompas atau playbook gerakan yang setiap waktu direview untuk melihat relevansi gerakan Muhammadiyah. Hal ini harus dimulai dari pendidikan.
Reporter: Yusuf