Pertama, di bawah langit Jogja yang membiru, di jantung pergerakan Kauman yang bersejarah, terbitlah semangat baru yang memadukan cahaya Sang Surya Islam dan semangat kebangsaan Indonesia. Pada tanggal 18 November 1912, Kyai Haji Ahmad Dahlan—yang terlahir dengan nama Muhammad Darwisy (putra ke-4 dari 7 bersaudara, anak dari KH Abu Bakar; anak ke-1 hingga ke-7: Nyai Chatib Arum, Nyai Muhsinah, Nyai H. Sholeh, “M. Darwisy”, Nyai Abdurrahman, Nyai M. Fakih, dan M. Bashir)—berikrar meletakkan pondasi Muhammadiyah, sebuah organisasi yang berakar pada nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan yang berjiwa sosial.
Berpegang teguh pada ketaatan kepada Allah dan Rasulullah SAW, serta budi pekerti yang santun, Muhammadiyah mengalir bagai sungai yang memberi kehidupan, membawa pencerahan serta berusaha memenuhi amanah QS Ali-Imron ayat 104, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” Organisasi ini telah menyalakan cahaya bagi jutaan anak sejak di bangku sekolah TK Bustanul Athfal, SMP-SMA Muhammadiyah (serta Mu’allimin dan Mu’allimat) hingga ke jenjang pendidikan tinggi di Universitas.
Dengan kasih, Muhammadiyah berupaya menyehatkan sesama manusia melalui banyak sekali rumah sakit, klinik, dan posyandu. Kyai Dahlan, dengan Al-Maun (“bantuan penting”) menginisiasi sebuah gerakan untuk membangun keyakinan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam QS ke-107 tersebut, dengan tujuan menggerakkan tindakan nyata untuk kebaikan masyarakat. Kehadiran amal usaha Muhammadiyah bagi masyarakat di zaman dulu, telah menempati posisi strategis dalam perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme, sebagaimana telah disampaikan oleh Buya Prof. Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam beberapa kesempatan.
***
Kedua, Muhammadiyah adalah pohon rindang yang akarnya kuat menancap ke bumi, cabangnya kokoh menjulang tinggi ke langit (dan menembus batas-batas wilayah negara), serta berbuah lebat penuh prestasi di tingkat dunia. Sebagaimana dinyatakan di dalam QS Ibrahim ayat ke-24-25: “Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan sebuah kalimat yang baik, seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit”, “(pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat”.
Muhammadiyah telah menjadi bukti nyata sebagai salah satu organisasi yang mengemban ayat tersebut, dan Muhammadiyah terus berkomitmen berbagi dan melayani. Lembaga ini, dengan keikhlasan warganya, dengan kekayaan hati dan amal usahanya, telah menjelma menjadi salah satu organisasi sosial terkaya sedunia, bukan hanya dalam hal materi, namun juga dalam hal semangat pengabdian untuk kemanusiaan. Muhammadiyah berkiprah untuk dan mengayomi semua golongan tidak terkecuali.
Tidak hanya untuk Muhammadiyah dan umat Islam saja, tetapi juga untuk seluruh masyarakat. Untuk seluruh umat manusia. Dalam bahasa yang digunakan oleh Robert W. Hefner, Professor Anthropology dari Boston University, Muhammadiyah menjadi “model untuk seluruh dunia, tidak untuk organisasi muslim saja, tapi juga orang lain di negara-negara lain.”
***
Ketiga, Muhammadiyah, yang berakar di Yogyakarta, mengadvokasi nilai-nilai sosial dan keagamaan, dengan pendekatan inklusif. Organisasi ini mempromosikan Islam moderat dan persaudaraan, sambil menjaga jarak dari politik praktis. Muhammadiyah memegang teguh nilai-nilai keseimbangan dalam semua aspek kehidupan. Muhammadiyah mengimbangi kehidupan duniawi dan ukhrawi, memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani, serta mengelola rasio dan emosi secara seimbang.
Organisasi ini dikenal karena keadilan dan proporsionalitasnya dalam pengambilan keputusan, pun juga dalam pelaksanaan beribadah. Muhammadiyah juga selalu berkomitmen mewujudkan Islam sebagai agama yang memajukan peradaban dan berusaha menjadi contoh terbaik bagi umat manusia, yang tercermin dalam program-program pendidikan, kesehatan, dan sosial. Dengan fokus pada pembangunan dan pengabdian kepada umat, Muhammadiyah mengikuti prinsip-prinsip yang ditanamkan oleh Kyai Dahlan. Muhammadiyah berusaha menciptakan sejarah melalui tindakan nyata untuk mendukung kemajuan dan keselarasan sosial.
Keempat, menegaskan kembali tentang “Ummataw-Wasatha” sebagai semangat moderasi yang diemban, Muhammadiyah menginspirasi semangat keumatan dari QS Al-Baqarah 143: “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), “Umat Pertengahan”
(“Ummataw-Wasatha”) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, dan agar Rasululllah SAW menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”. Dua kata yang terdapat di dalam ayat tersebut, yakni “Wasatha” dan “Syuhada”
(“Wasathallitakunu Syuhada”) mengungkapkan filosofi untuk mengajak dan menggugah warga Muhammadiyah dan umat Islam secara luas, agar merenung dan membuka hati. Hal ini penting dan menjadi modal bagi Muhammadiyah untuk meraih cita-cita menjadi wadah bagi pemikir-pemikir pembaharu yang berjiwa besar dan ikhlas, yang dengan lembut menaburkan kebaikan dan kasih sayang, serta menjadi mercusuar inspirasi bagi sesama.
Posisi umat Islam, sebagai umat yang berada di tengah-tengah, adalah tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan, mencerminkan sikap adil dan terbaik dalam segala sisi kehidupan, dalam kehidupan beragama maupun dalam kehidupan sosial-kebangsaan.
***
Kelima, sebagai gerakan Islam yang berakar pada ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah, Muhammadiyah mengemban cita-cita untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur di bawah naungan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengampun.
Berlandaskan Muqodimah Anggaran Dasar yang menegaskan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla sebagai satu-satunya ketentuan bagi manusia, ridlo beragama Islam, serta ridlo bernabikan Muhammad SAW, maka Muhammadiyah berusaha membentuk kepribadian umat yang bertauhid, bermasyarakat, menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran Islam, ittiba’ kepada Rasulullah SAW untuk melahirkan perdamaian, ukhuwah Islamiyah, dengan lapang dada dan luas pandangan, taat hukum, amar ma’ruf nahi munkar, aktif serta bekerjasama dengan golongan Islam manapun, membantu pemerintah dan bersikap adil serta korektif.
Sedangkan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup (MKCH) Muhammadiyah telah menjabarkan prinsip-prinsip dasar organisasi ini, termasuk di dalamnya adalah tegaknya aqidah Islam yang murni, berakhlak mulia, beribadah sesuai As-Sunnah, serta bermuamalah duniawiyah yang berorientasi pada nilai-nilai agama untuk mencapai “Baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur”.
Kemudian Khittah Muhammadiyah (2002) di Denpasar mengamanatkan 9 peran Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menunjukkan komitmen untuk berkiprah mendukung perjuangan politik yang demokratis dan berkeadaban dalam pembangunan bangsa yang berdaulat, ditambah dengan kebijaksanaan Langkah Muhammadiyah yang ditetapkan (1938-1942) hingga yang terakhir (2000) dan Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah (2007) menandai pembaharuan gerakan ini, dengan fokus pada pengokohan idealisme, pemberdayaan cabang dan ranting, peningkatan kualitas amal usaha Muhammadiyah.
Semua ini dilakukan dengan semangat “Ummataw-Wasatha”, menjadi umat yang moderat dan ideal, yang menjadi jembatan antara masa lalu (yang dibuktikan dengan sumbangsih para tokoh Muhammadiyah dalam sejarah perjuangan kemerdekaan) dan masa depan (yang terus bergerak menuju reformasi yang berkelanjutan).
***
Keenam, sejarah mencatat, tokoh-tokoh Muhammadiyah telah berperan penting dalam perjuangan bangsa Indonesia. Tak ada yang tidak tahu Buya Hamka, ulama besar Sumatera Barat, yang berjuang di masa revolusi dan turut mendirikan cabang Muhammadiyah di Padang pada 1925.
Dalam organisasi BPUPKI ada Ki Bagus Hadikusumo (yang terlahir dengan nama R. Hidayat), Ketua Umum PP Muhammadiyah ke-5 (1942-1953), ikut aktif dalam penyusunan Pancasila dan Konstitusi sebagai tokoh kunci dalam BPUPKI dan PPKI, di samping juga ada KH Mas Mansoer (Ketum PP Muhammadiyah ke-4) yang memperkokoh Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharuan, dan ada juga Mr. Gatot Mangkoepradja (tokoh Muhammadiyah yang bersama Ir. Soekarno diadili oleh Belanda, yang terkenal dengan peristiwa “Indonesia Menggugat”, Bandung, 18 Agustus 1930).
Lalu pada zaman kemerdekaan Indonesia, tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti Ir. Djuanda, Radjiman Wedyodiningrat, dan Teuku Muhammad Hasan berpengaruh besar dalam memajukan pendidikan dan berkiprah di Aceh, serta Prof Mohammad Rasjidi, Menag pertama yang merupakan lulusan Perancis, adalah tokoh Muhammadiyah. Lalu di zaman now, di era reformasi, tak terbilang lagi jumlah tokoh-tokoh kunci Muhammadiyah yang telah menyuarakan gagasan tentang hak-hak sipil kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan.
***
Ketujuh, sejak zaman Kyai Dahlan hingga era Buya Haedar, para pimpinan Muhammadiyah telah menjadi penuntun yang menerangi jalan kebangsaan dengan pemikiran dan tindakannya. Mereka adalah para putra terbaik bangsa yang menjadi pembaharu yang tak pernah lelah mengukir sejarah dengan kontribusi yang membentuk legacy.
Ahmad Rasyid, Muhammad Yunus Anis, dan Ahmad Badawi, dengan semangat juang yang berkobar telah menanamkan nilai-nilai kebaikan yang mulia di hati masyarakat. Fakih Usman dan AR Fachruddin, dengan hikmah, keteguhan, dan kebijaksanaannya, telah mengajarkan kepada kita tentang kerendahan hati. Ahmad Azhar Basyir, Amien Rais, dan Ahmad Syafi’i Ma’arif, dengan pandangan yang inklusif, dinamis, dan progresif, telah membawa nafas baru dalam percakapan kebangsaan. Dien Syamsuddin tokoh yang memperkuat persaudaraan antar umat beragama, dan dengan diplomasinya yang tegas seringkali mengingatkan soal-soal kebangsaan. Sementara itu Buya Haedar, dengan visi modern, jalan tengah, dan pesan-pesan yang besar, telah mengayomi bangsa ini, tanpa melupakan akar, terus menjadi suluh bangsa menuju teladan budi pekerti yang luhur. Mereka ini layak menjadi panutan bagi generasi kita dan generasi mendatang dalam membangun bangsa yang kuat dan modern.
***
Kedelapan, Muhammadiyah, sebagai entitas yang berperan penting dalam lanskap keagamaan Indonesia, terus memperkuat posisinya sebagai organisasi yang berkontribusi pada ilmu pengetahuan, kebangsaan, dan keimanan. Melalui amal usaha Muhammadiyah, yang mencakup pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi, Muhammadiyah berupaya memberikan pelayanan terbaik serta mendorong pemberdayaan kepada masyarakat.
Dengan dedikasi tinggi, Muhammadiyah berupaya meningkatkan kapasitas organisasi, memperluas jangkauan ke seluruh wilayah, dan menunjukkan ketahanan dalam menghadapi berbagai tantangan. Meskipun organisasi Nahdlatul Ulama (NU) tercatat memiliki basis afiliasi yang luas, Muhammadiyah tetap berkomitmen untuk memperdalam akar keilmuannya dan memperluas dampak sosial kemasyarakatannya. Perbedaan dalam angka keanggotaan bukanlah penghalang bagi Muhammadiyah, tetapi merupakan motivasi untuk terus berinovasi, mempererat kesatuan, dan memajukan organisasi.
Dengan semangat ini, kader-kader Muhammadiyah diharapkan untuk lebih aktif dalam menjaga organisasi, memperkuat institusi, dan mempromosikan afiliasi, untuk mencapai visi Indonesia yang lebih maju dan berdaya. Sumbangsih amal usaha Muhammadiyah telah menjadi tulang punggung dalam membentuk masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai Islam murni yang moderat.
***
Kesembilan, dalam menghadapi tantangan dan dinamika jumlah anggota dan simpatisan, Muhammadiyah memiliki kewajiban untuk memperkuat pondasi Dakwah Kulturalnya, supaya lebih berakar pada nilai-nilai akar rumput, membangun generasi muda yang terlibat aktif dan inovatif, serta memanfaatkan teknologi untuk memperluas pengabdiannya.
Kekuatan dari dalam, yang telah menjadi pendorong Muhammadiyah selama lebih dari satu abad, kini menjadi kunci untuk membangun kembali semangat kemandirian dan pembaharuan. Para pemimpin lebih bijak lagi dalam memahami peran strategisnya untuk menavigasi organisasi menuju masa depan yang lebih cemerlang, memperkaya sumber daya, memperkuat institusi, dan mengangkat nilai-nilai Islam yang progresif.
Mengikuti ajaran Nabi, “Yadu al-ulya khaira min yadi al-sufla” (tangan di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah), Muhammadiyah wajib terus meningkatkan kekuatan dan keunggulan di berbagai bidang untuk membawa perannya di dalam masyarakat. Dengan tekad yang kuat, Muhammadiyah terus bergerak maju, tidak hanya memajukan umat dan bangsa, tetapi juga Muhammadiyah memberikan sumbangsih yang signifikan bagi kedamaian dan kemanusiaan dalam tataran global.
***
Kesepuluh, semangat Muhammadiyah untuk memberikan bantuan terbaik kepada sesama dan pada semua kelompok dan semua golongan, menjadi pondasi yang mengukuhkan Indonesia untuk menenun setiap sisi-sisi kehidupan menjadi satu kesatuan, sehingga menghindarkan bangsa ini dari cengkeraman oligarki—baik oligarki politik, oligarki ekonomi, maupun oligarki keagamaan—yang dapat meretakkan persatuan dan kesatuan bangsa dan mengubah Indonesia menjadi milik segelintir pihak saja.
Ini mirip yang dinyatakan oleh Anthony Reid, seorang sejarawan asal New Zealand yang mengajar di ANU (Australian National University), yang memahami bahwa jati-diri bangsa Indonesia telah jauh berbeda dengan Nusantara di masa silam yang terpecah-pecah, tercerai-berai, dan tidak menyatu.
Secara demikian, jati diri bangsa Indonesia adalah identik dengan jati diri Muhammadiyah. Sebagaimana jiwa Muhammadiyah adalah sebuah konstruksi yang nyata dari beragam suku, budaya, agama, klas sosial, dan adat-istiadat yang kini telah bersatu-padu serta memiliki semangat kebangsaan untuk mewujudkan sebuah bangsa yang indah, bersih-suci, dan makmur, di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun.
Semoga Allah SWT senantiasa membantu. Nashrum-minallaahi wa fathun qoriib, fastabiqul khairat.
Editor: Soleh