Oleh: Abie Dhimas Al Qoni Fatarrudin*
Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara organisme dengan lingkungan hidupnya. Organisme sangat bergantung sekali terhadap lingkungan hidup yang ditempatinya. Kerusakan lingkungan hidup akan berakibat fatal terhadap organisme. Lantas, apakah benar Muhammadiyah tidak peduli ekologi?
Kerusakan Lingkungan yang Diabaikan
Kerusakan lingkungan di muka bumi telah mengakibatkan berbagai organisme seperti hewan dan tumbuhan semakin hari semakin berkurang populasinya. Akibatnya terjadi kelangkaan makhluk hidup dan muaranya pada kepunahan. Kondisi seperti ini terjadi karena perubahan iklim global. Menuntut makhluk hidup untuk beradaptasi terhadap lingkungan yang memburuk.
Emisi karbon yang dihasilkan dari kendaraan bermotor maupun aktivitas industri, menyebabkan terjadinya efek rumah kaca di muka bumi. Membuat suhu bumi semakin panas setiap tahunnya. Efek rumah kaca juga mengakibatkan perubahan iklim global. Aktivitas manusia saat ini cenderung kurang ramah terhadap lingkungan hidupnya, sehingga terjadi masalah ekologi.
Dewasa ini, persoalan ekologi merupakan isu yang banyak diperbincangkan. Namun isu ini kurang begitu diperhatikan oleh rezim yang sedang berkuasa. Tanggapan dari pemerintah masih bersifat normatif, tanpa memberikan solusi konkrit terkait masalah ekologi. Pemerintah cenderung abai dan kurang mengindahkan desakan-desakan dari masyarakat.
Di Indonesia sendiri saat ini, sedang terjadi kebakaran hutan dan lahan di Sumatra serta Kalimantan. Kebakaran menyebabkan kualitas udara di kedua daerah tersebut tidak sehat untuk dihirup. Asap kebakaran menyebabkan banyak masyarakat Riau dan Kalimantan terserang penyakit pernapasan seperti ISPA.
Persoalan kebakaran hutan dan lahan bukanlah bencana alami, melainkan merupakan bencana yang sengaja dibuat. Hutan dan lahan sengaja dibakar oleh oknum tertentu demi keuntungan perusahaan. Setelah hutan dan lahan habis terbakar, perkebunan sawit menggantikan hutan.
Memang, kasus kebakaran hutan dan lahan pernah diselidiki lalu dibawa ke pengadilan. Namun hasilnya hanya sebatas sanksi denda. Akar dari persoalan tidak dikuak secara mendalam. Kebakaran hutan dan lahan belum tuntas hingga sekarang.
Ragam Persoalan Ekologi Indonesia
Selain kebakaran hutan dan lahan, persoalan ekologi lainnya di Indonesia adalah mengenai perampasan ruang hidup. Petani-petani di desa terpaksa melepas tanahnya untuk dijadikan jalan tol, bandara, serta pabrik-pabrik. Ruang hidup mereka diambil dengan dalih kepentingan bersama. Pekerjaan sebagai petani ditanggalkan dan untuk hidup sehari-hari akhirnya mereka harus alih profesi dengan pergi ke kota.
Petani menjadi buruh-buruh pabrik industri dengan gaji murah. Kantong-kantong kemiskinan mulai terbentuk, karena tidak siapnya orang dari desa menghadapi kerasnya kehidupan kota. Artinya negara memiliki peranan dalam melahirkan kemiskinan. Kemiskinan seperti ini disebut dengan kemiskinan struktural.
Persoalan ekologi erat kaitannya dengan agraria dan sosial masyarakat. Karena manusia tidak akan bisa lepas dari tanah serta sistem tata sosial dalam pengaturan tanah. Kerusakan ekologi terjadi akibat adanya kesalahan cara pandang manusia dalam memperlakukan alam. Alam hanya diperlakukan sebagai objek, dampaknya adalah eksploitasi alam untuk kepentingan ekonomi semata. Seharusnya alam dijadikan sebagai subjek, yang mana perlu dihormati seperti penghormatan antar sesama manusia.
Apakah Benar Muhammadiyah Tidak Peduli Ekologi?
Didalam Alquran sudah disebutkan dalam Surat Al Baqarah Ayat 30, bahwa manusia ditugaskan sebagai khalifah di muka bumi. Tugas sebagai khalifah dengan menjaga alam agar tidak rusak dan itu merupakan sebuah kewajiban. Keseimbangan antara alam dan manusia harus dijaga serta dilestarikan.
Sebagai organisasi Islam terbesar dan tertua di Indonesia, Muhammadiyah memiliki peran strategis untuk turut serta menjaga alam. Melalui Majelis Lingkungan Hidup, seharusnya Muhammadiyah mampu untuk merespon isu-isu ekologi yang sedang terjadi saat ini. Tetapi kenyataannya masih jauh dari harapan. Advokasi terhadap masyarakat yang tergusur lahannya, belum dilakukan oleh Majelis Lingkungan Hidup. Isu ekologi kurang direspon untuk ditindaklanjuti.
Saatnya Muhammadiyah berbenah. Muhammadiyah memerlukan aktivis-aktivis ekologi yang dapat mengakomodir isu tersebut. Warga Muhammadiyah yang banyak dapat diorganisir untuk membawa isu ekologi agar diperbincangkan dan direspon secara serius.
Dibandingkan dengan NU, Muhammadiyah masih tertinggal terkait isu ekologi, namun Muhammadiyah masih belum terlambat. Perubahan strategi gerakan perlu dilakukan guna mewujudkan gerakan ekologi, bertujuan untuk membentuk harmonisasi alam dengan manusia. Gerakan advokasi dan pemberdayaan masyarakat terkait dengan ekologi perlu dibumikan oleh Muhammadiyah lewat Majelis Lingkungan Hidupnya.
***
Gerakan advokasi dapat dilakukan secara litigasi (pengadilan) dan non litigasi (non pengadilan) terhadap masyarakat terdampak pembangunan yang kehilangan ruang hidupnya. Tujuan dari advokasi adalah untuk mendampingi masyarakat terkena dampak pembangunan serta sebagai bentuk protes kepada pemangku kebijakan publik, bahwa pembangunan yang dilakukan tidak menyejahterakan masyarakat.
Selain itu pemberdayaan masyarakat juga diperlukan. Pemberdayaan bertujuan sebagai gerakan penyadaran masyarakat agar peduli dan mau menjaga alam. Pembentukan cara berpikir dan bersikap dalam menghadapi alam juga masuk dalam tujuan pemberdayaan ini. Menyadarkan mengenai hak-hak mendapatkan akses air dan ruang hidup. Sehingga tidak mudah dikelabui oleh kebijakan pembangunan yang tidak menyejahterakan.
Advokasi dan pemberdayaan ekologi, dimaksudkan agar masyarakat mampu untuk menjalankan kewajibannya sebagainya khalifah penjaga Bumi, serta sadar akan hak-hak untuk mendapatkan timbal balik dari alam. Isu ekologi perlu direspon segera dan cepat oleh Muhammadiyah di abad ke-21.
*) Ketua Bidang SPM PC IMM Fakhruddin Yogyakarta