Walaupun jumlah warga yang berafiliasi ke Muhammadiyah paling besar cuma 14.5 Persen dari populasi Indonesia (2017, Kompas.com), tetapi Muhammadiyah tetap harus ada di Indonesia. Walaupun suatu saat Muhammadiyah tidak ada lagi di Indonesia. Mungkin ini bisa saja terjadi, karena Islam bisa saja hilang dari Indonesia tetapi islam tidak akan hilang dari dunia ini.
Menurut saya Muhammadiyah tetap harus ada. Walaupun sudah ada yang menjamin semua yaitu pemerintah, iya. Sikap Muhammadiyah tidak oposisi terhadap negara, tetapi sejalan dan mengisi sektor yang kurang dari perhatian pemerintah. Ada sebuah ibarat ketika negara sedang membantu Muhammadiyah sebetulnya negara sedang membantu dirinya sendiri. Jadi antara Muhammadiyah dan negara itu sejalan. Kenapa Muhammadiyah harus tetap ada, karena tujuan Muhammadiyah belum tercapai seandainya sudah tercapai maka akan bubar dengan sendirinya.
Ada yang bilang, rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan milik Muhammadiyah ada sekitar 400. Satu rumah sakit ada yang melayani pasien rawat inap kurang lebih 1.000 orang per bulan, rawat jalan 16.000 pasien per bulan, operasi 400 pasien per bulan. Mayoritas menggunakan BPJS. Ini angka yang kecil dan tidak signifikan jika dibandingkan total rumah sakit yang ada di Indonesia, yang jumlahnya 2.800.
Soal jumlah pelayanan kesehatan Muhammadiyah yang dibandingkan dengan seluruh total layanan kesehatan se-Indonesia memang kecil, tetapi jumlah 400 itu masuk kategori terbaik atau cukup baik dalam melayani masyarakat.
Kita langsung buat simulasi katakan saja layanan kesehatan Muhammadiyah masuk kategori cukup baik dengan jumlah 400 karena kalah jumlah dengan se-Indonesia. Berarti setidaknya layanan kesehatan Muhammadiyah telah melakukan yang cukup baik terhadap pelayanan kesehatan masyarakat, cukup baik saja sudah Muhammadiyah jalankan. Dari pada tidak ada sama sekali melakukan gerakan ketika melihat saudara yang terkena musibah. Apa jangan-jangan justru yang di lakukan saling salah-menyalahkan, tentu saja tidak Muhammadiyah tetap ta’awun untuk negeri.
Ketika ada yang terkena musibah kita harus menolong dan melakukan yang terbaik untuk mereka, bukan yang terbaik saja sebetulnya yang cukup baik pun juga harus kita lakukan. Mau dengan jumlah kecil dan bahkan tidak signifikan sekalipun, tetap ketika melihat saudara yang sakit lebih baik di tolong dulu.
Bahkan dengan adanya virus corona Muhammadiyah sudah menyiapkan 20 Rumah Sakit Muhammadiyah, Sampai membentuk komando pusat virus corona itu bentuk ikhtiar Muhammadiyah ketika sedang ada wabah.
Ada yang bilang, Sekolah menengahnya Muhammadiyah ada sekitar 19.000. Kalau setiap sekolah berisi 100 siswa, berarti yang sekolah di Muhammadiyah cuma 2 jutaan anak. Ya kalau ditotal 3 jutaan. Tentu angka ini kecil dibandingkan jumlah sekolah di Indonesia yang mencapai 300.000, yang artinya siswanya 28 jutaan anak.
Benar dengan jumlah sedikit tidak apa-apa, Yang terpenting warga Muhammadiyah dan masyarakat ikhlas harta benda yang di waqafkan untuk islam lewat Muhammadiyah. Semoga menjadi amal jariyah. Bahkan kalau bisa Muhammadiyah tidak merepotkan Negara dalam membangun lembaga pendidikan. Kata Rocky Gerung apa bila lembaga pendidikan Muhammadiyah berhenti berfikir maka 4 persen IQ nasional bisa drop.
Yang jelas lembaga pendidikan Muhammadiyah belum mau mendoktrin atau sengaja ingin mencetak kader Muhammadiyah dengan cara memaksa misalnya sekolah di Muhammadiyah harus jadi Muhammadiyah belum tentu juga. Beda seperti pendidikan Al Azhar Kairo Mesir yang tidak kekurangan kader Ulama yang sejalan dengan pendidikan Al Azhar jadi apabila ada ulama yang meninggal dunia penggantinya sudah ada dan banyak jadi akan terus berkesinambungan kadernya.
Ada yang bilang, angka panti asuhan malah lebih kecil lagi cuma 300. Mungkin tidak signifikan untuk merawat anak yatim se-Indonesia. Demikian juga panti jompo, panti rehabilitasi difabel, SLB yang angkanya jauh lebih kecil, cuma puluhan, sehingga jauh tidak signifikan.
Menurut saya walaupun jumlah yang kecil tetapi kualitas tetap harus bagus. Kualitas dalam hal ini adalah merawat anak yatim karena setahu saya dalam hal ini Muhammadiyah selalu bergerak untuk mengamalkan teologi Al Ma’un. Bisa jadi, bukan yang jumlah besar mengalahkan yang jumlah kecil, tetapi yang cepat bergerak akan mengalahkan yang lambat . Yang sering memberikan teori akan kalah dengan yang sering memberi aksi. Berbuat dengan kemampuan sesuai level kita masing-masing.
Ada yang bilang, pengurus dan relawan Muhammadiyah yang jumlahnya 4 persen atau paling banyak 14.5 persen populasi Indonesia itu kembali jadi masyarakat biasa saja bekerja, cari makan, piknik. Seperti masyarakat normal pada umumnya. Tak usah repot simulasi penanganan Corona segala, dan orang Muhammadiyah harusnya tak merasa besar, karena memang faktanya angkanya kecil.
Memang kalau menurut survai LSI jumlah warga yang berafiliasi kepada Muhammadiyah cuma 8 % dari populasi Indonesia. Muhammadiyah bukan untuk Memuhammadiyahkan Indonesia, tetapi untuk membantu kemajuan negara. Dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah tidak lantas siswa lulusan dari sekolah Muhammadiyah dianggap menjadi kader Muhammadiyah. Karena bukan tujuan Muhammadiyah ingin Memuhammadiyahkan Indonesia, Tetapi bermanfaat untuk Negara Indonesia.
Seandainya sekolah di Muhammadiyah harus jadi Muhammadiyah maka akan lahir Muhammadiyah cabang Non Muslim. Di Papua sana banyak lembaga pendidikan Muhammadiyah yang muridnya 80 persen Non Muslim. Jadi pendidikan Muhammadiyah bukan ingin me-Muhammadiyah-kan Indonesia tapi membantu Indonesia agar tidak terjerumus di dalam kebodohan itu yang lebih penting.