Perspektif

Mukmin dan Muslim Penebar Rahmat Sesama Manusia dan Makhluk

4 Mins read

Oleh: Djohan Effendi*

Menyimak dan merenungkan gambaran dunia Islam menimbulkan pertanyaan, bagaimana kiranya andaikata Nabi Muhammad SAW hidup kembali saat ini? Dalam imajinasi saya, beliau tentu hidup seperti putera zamannya.

Andai Nabi Muhammad Hidup Kembali

Beliau tentu tidak akan mengajak umatnya memutar jam sejarah dan kembali ke zaman ketika beliau hidup, memakai serban dan jubah, memelihara janggut dan memakai siwak ketika akan sembahyang, mencuci bejana yang dijilat anjing dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan memakai tanah. Saya bayangkan, betapa kecewa beliau menyaksikan umatnya bertengkar tentang pemulaan puasa dan saat hari raya.

Beliau tentu akan “shock” mendengar seorang perempuan yang diperkosa malah dipenjara dan dihukum cambuk dua ratus kali dan dibatalkan karena muncul protes kalangan penjuang hak asasi manusia. Atau murid-murid perempuan yang dibiarkan mati hangus terbakar karena dicegah keluar dari ruang kobaran hanya karena panik tidak sempat menutup rapat aurat mereka.

Beliau tentu sangat sedih karena berapa banyak orang tak berdosa yang kehilangan nyawa karena dibom oleh umat beliau. Orang-orang yang melakukannya dengan dalih berjihad untuk melaksanakan ajaran beliau sambil bunuh diri untuk hidup di surga dan bersenang-senang dengan puluhan bidadari. Beliau juga tentu tidak mungkin membenarkan sikap umatnya yang dengan dalih menjaga kemurnian agama yang beliau sampaikan, yang setelah selesai shalat Jum’at dengan mengucapkan salam, assalamu ‘alaikum, sambil menoleh ke kanan dan ke kiri lalu bergerombolan membawa pentung atau apa saja merusak tempat ibadah dan harta benda penganut agama lain atau kelompok yang difatwakan sesat.

Sebab, kewajiban umat beliau setelah sembahyang adalah mewujudkan kehidupan damai yang dirahmati dan diberkati oleh Tuhan. Bukan malah mendatangkan kerusakan dan bencana pada orang lain sesama keturunan Adam yang dimuliakan Tuhan. Kalau memaksa orang lain memeluk agama Islam saja tidak dibenarkan apalagi memaksa orang lain bertobat.

Baca Juga  Sepucuk Surat Dari Seorang Muslim Tanpa Masjid

Saya rasa banyak hadis yang beliau buang karena hadis-hadis itu beliau sampaikan tentu tidak lepas konteks zaman dan tempat yang sangat berbeda 15 abad yang lalu. Beliau tentu akan berbicara dengan bahasa dan idiom masa kini yang relevan dengan tantangan zaman sekarang dan akan datang.

Beliau tentu berbicara tentang perdamaian dunia, tentang lingkungan hidup yang makin rusak, tentang tantangan manusia modern. Tidak lupa tentang tanggung jawab bersama umat manusia untuk membangun masa depan dunia yang lebih baik. Beliau berbicara dengan bahasa umat yang beliau hadapi.

Penebar Rahmat

Pengandaian di atas hanyalah sebuah imajinasi. Yang lebih penting, berdasarkan imajinasi itu, apa yang semestinya kita lakukan sebagai pengikut beliau dalam kehidupan masyarakat dengan berbagai masalah sebagaimana digambarkan oleh Bung Muarif. Saya ingin menyimak dan menghayati risalah inti yang untuk itu Nabi diutus ke dunia. Saya rasa saya tidak perlu lari keperpustakaan untuk dan membuka lembaran buku-buku tafsir, hadits, ilmu kalam, fikih, dan tasawwuf.

Untuk menjadi seorang Muslim baik dan menjadi seorang warga masyarakat yang baik saya rasa cukup merenungkan apa yang dilakukan para sahabat di masa hidup Nabi. Waktu itu, Al-Quran belum menjadi mushaf seperti yang kita punyai sekarang sehingga bisa dibuka dan dibaca sewaktu-waktu. Bahkan, proses pewahyuannya pun baru berakhir konon 83 hari sebelum Nabi wafat.

Apalagi buku-buku kumpulan ucapan dan rekaman perilaku beliau. Ilmu kalam, fikih, dan tasawwuf belum dikenal. Tapi justru umat Islam zaman itu yang beliau katakan sebagai umat terbaik.

Mengapa? Saya rasa karena mereka menghayati inti risalah Nabi. Yakni, membina diri menjadi manusia berakhlak mulia. Bukankah hanya untuk tujuan itu nabi diutus ke dunia sebagaimana sabda beliau sendiri: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” 

Baca Juga  Murid Kiai Dahlan ini Nyaris Berhenti dari Muhammadiyah

Namun, kualitas kemuliaan akhlak itu hanya bisa diwujudkan dalam pergaulan hidup bersama. Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, dalam relasi antar sesama. Dari perspektif hidup bersama dan bermasyarakat inilah kita bisa pahami tujuan risalah beliau dalam rumusan yang berbeda sebagaimana diungkapkan al-Quran: “Kami tidak mengutus engkau kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam.” Karena menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan membawa rahmat bagi semesta alam dua ungkapan untuk satu kualitas hidup setiap umat Muhammad SAW.

Menghayati Sabda Nabi

Memfungsikan diri sebagai agen mewujudkan kehidupan damai yang penuh rahmat dan diberkati Tuhan itulah yang tersimpul dalam ucapan penutup sembahyang kita. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, seraya menoleh ke kanan dan ke kiri kita. Artinya, misi kita sebagai pengikut Nabi adalah membangun kehidupan yang penuh damai, rahmat, dan berkah di sekeliling kita.

Kita harus berusaha bermanfaat untuk orang lain. Sebab sebaik-baik manusia, kata Nabi, adalah “anfauhum linnas,” yakni mereka yang paling bermanfaat untuk umat manusia. Tidak peduli apapun kebangsaannya, kepercayaan atau agamanya. Inilah saya rasa inti keberimanan dan keberislaman. Sebab, seorang mukmin, kata Nabi, adalah orang yang membuat orang lain hidupaman atau tidak terganggu, baik nyawanya maupun hartanya. Sedangkan seorang muslim adalah orang yang membuat orang lain selamat dari tindakan yang menyakiti, baik dari ucapan lidahnya maupun tindakan tangannya.

Untuk mencapai kualitas hidup seperti itu, saya rasa, tidak memerlukan kajian yang mendalam. Cukup rasanya dengan menyimak dan menghayati sabda Nabi bagaimana agar kita selalu memulai kerja dan karya kita, apapun, dengan ucapan basmalah: bismillahir-rahmanir-rahim. Dalam sabda yang lain beliau menekankan agar kita mengucapkan hamdalah: alhamdulillahi rabbil-alamin.

Basmalah dan Hamdalah

Saya mencoba menggabungkan kedua sabda beliau itu dengan berprinsip bahwa kita harus mulai setiap kerja dan karya kita dengan ucapan basmalah dan mengakhirnya dengan ucapan hamdallah. Dengan mengucapkan basmalah kita berharap kerja dan karya kita, sekecil apapun, mudah-mudahan menjadi sarana untuk mewujudkan sifat Rahman dan Rahim Tuhan kepada lingkungan hidup kita. Dengan mengucapkan hamdalah kita menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang memberikan kesempatan dan kemampuan pada kita, seberapaun kecilnya, untuk memberi manfaat pada orang lain.

Baca Juga  Muhammad Ali: Amin Abdullah adalah Model Pemikir Muslim Progresif

Kalau prinsip ini yang kita pegang dan hayati maka kita akan terhindar dari sikap dan tindakan yang mengganggu masyarakat di manapun dan kapanpun. Kita sungguh-sungguh menjadi seorang Mukmin dan Muslim yang meneruskan risalah Nabi. Membawa rahmat untuk sesama umat manusia dan segenap makhluk.

Wallahu a’lam bishshawwab.  

*) Artikel ini ditulis langsung oleh almarhum Djohan Effendi di Bombai, India, pada 27 Desember 2007. Dipersiapkan untuk Kata Pengantar buku Doktrin Islam untuk Perubahan Sosial (belum sempat terbit). Untuk mengenang dan sekaligus menghormati jasa almarhum sebagai salah satu tokoh pemantik pembaruan Islam di tanah air, redaktur IBTimes.Id menyunting dan memuat tulisan ini secara berseri.

Editor: Nabhan 

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds