Angkatan muda yang menjadi murid Kiai Ahmad Dahlan membantu mendirikan dan mengembangkan Muhammadiyah. Karena masih muda, mereka belum masuk dalam jajaran pengurus. Tetapi mereka ibarat anak panah yang selalu sedia dilepaskan ke mana saja, untuk memberikan ceramah, pengajian Islam, dan untuk mengembangkan Muhammadiyah.
Angkatan Muda
Angkatan muda yang menjadi murid-murid Kiai Dahlan antara lain terdiri dari Haji Mochtar yang di kemudian hari menjadi Wakil Ketua Pengurus Besar (PB) Muhammadiyah. Sosok inilah yang terkenal berani menghadapi pemerintah kolonial Hindia Belanda. Lalu ada tiga bersaudara, yaitu Daniel yang kemudian bernama Haji Syuja.’ Beliau pendiri Bagian PKU Rumah Sakit Muhammadiyah Yogyakarta dan pelopor Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia.
Ada lagi adik Syuja’ bernama Mohammad Jazuli yang pada hari tuanya bernama Haji Fachrodin. Seorang yang keras dan bersemangat sebagai muballigh serta politikus ulung penentang penjajahan Belanda. Beliau penganjur kaum buruh bersama-sama dengan “De Staking Koning” atau “Raja Pemogokan” Suryopranoto. Fachrodin pernah pula memegang jabatan Wakil Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah.
Kemudian adik Fachrodin ialah Dayat yang kemudian bernama Ki Bagus Hadikusuma. Seorang ulama dan penganjur politik Islam yang terkenal kuat pendirian, salah satu unsur yang menentukan dalam pembentukan falsafah Negara Pancasila dan UUD 1945. Beliau menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dan pada zaman Jepang dan kemerdekaan.
Dari angkatan muda yang lebih junior terdapat Haji Ahmad Badawi yang nantinya menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Beliau berhasil gemilang dalam mempertahankan Muhammadiyah di tengah pukulan ombak Orde Lama yang dipengaruhi PKI. Ada lagi RH Hadjid, seorang yang alim serta meluap-luap semangat kemerdekaannya, pelopor pendirian Pandu Hizbul Wathan bersama Haji Abdul Hamid BKN, Haji Mochtar, dan Haji Syarbini.
Kisah Fachrodin
Bagi Kiai Dahlan dan pengikutnya, Muhammadiyah merupakan gerakan yang diyakini sebagai penghimpun umat dan wadah perjuangan dan amal. Sarana untuk mencapai keridlaan Allah. Karena itu, mereka korbankan segalanya, tenaga dan pikiran maupun harta benda. Mereka angkatan muda percaya bahwa semua itu tidak hilang percuma, tetapi akan diganti Allah dengan kebahagiaan di sorga. Mereka berpendirian berdasar hal yang nyata, yaitu bahwa dunia ini hanya perhentian sementara, sedang yang dituju oleh perjalanan hidup manusia adalah akhirat.
Suatu waktu, Haji Fachrodin merasa terdesak penghidupannya. Dia memohon izin kepada KH Ahmad Dahlan untuk berhenti sementara waktu dari kegiatan Muhammadiyah karena ingin berdagang saja guna mencukupi keperluan hidupnya. Lalu Kiai menjawab: “Apa engkau kira setelah meninggalkan Muhammadiyah dan lalu berdagang saja engkau akan menjadi kaya? Bukankah hanya Allah yang memberi rezeki?”
Maka malulah Haji Fachrodin kepada dirinya sendiri. Dia tidak jadi berhenti, bahkan semakin giat. Dia terus saja ber-Muhammadiyah dan berdagang, dan ternyata Allah tidak menghentikan rezekinya. Dia sekeluarga hidup berkecukupan. Di samping rezeki, Allah berikan pula pahala kepadanya.
Sumber: Buku ”Matahari-matahari Muhammadiyah” karya Djarnawi Hadikusuma (1977). Pemuatan kembali di www.ibtimes.id secara berseri lewat penyuntingan dari redaksi
Editor: Arif