Opini

Muzakarah Falak MABIMS 2025 dan Masa Depan Kalender Hijriah Global Tunggal

4 Mins read

Pada tanggal 26 Muharram hingga 1 Safar 1447/22 hingga 26 Juli 2025 telah diselenggarakan Muzakarah Falak Tingkat MABIMS Tahun 2025 yang bertempat di Negeri Sembilan, Malaysia. Kegiatan ini mempertemukan para pakar astronomi Islam dari empat negara anggota MABIMS, yaitu Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.

Sebagai bagian dari rangkaian acara, turut digelar Forum Perdana Hal Ehwal Islam edisi khusus Falak MABIMS yang disiarkan secara langsung dari Studio Kompleks Islam Putrajaya. Acara dibuka secara resmi pada malam 22 Juli, dan dilanjutkan dengan rangkaian sesi ilmiah selama tiga hari serta observasi awal Safar 1447 H di Balai Cerap Teluk Kemang.

Beberapa isu penting yang dibahas meliputi analisis data hilal dari perspektif toposentrik dan geosentrik, kerja sama pelatihan falak antarnegara, dan penggunaan teknologi pengimejan dalam verifikasi rukyah secara syar’i.

Selain itu, persoalan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) juga menjadi isu penting dan dibahas bahkan menjadi salah satu resolusi dalam Muzakarah Falak MABIMS 2025 M. 

***

Delegasi Brunei Darussalam yang diwakili oleh Khairul Abidin Haji Sulaiman, dalam makalah yang berjudul “Kesan Pelaksanaan Kriteria Imkanur Rukyah Baharu dan Persediaan ke Arah Takwim Hijri Global” menyatakan pentingnya kerja sama berbagai pihak dalam upaya membangun Kalender Hijriah Global menunjukkan bahwa tanggung jawab ini tidak terbatas pada satu pihak saja. Kolaborasi antara ulama, ilmuwan, pemerintah, dan komunitas internasional sangat dibutuhkan. Selain menyelaraskan tanggal-tanggal ibadah umat Islam, inisiatif ini juga merupakan langkah strategis untuk memperkuat identitas umat melalui integrasi ilmu dan prinsip-prinsip syariat serta sains.

Senada dengan delegasi dari Brunei Darussalam, delegasi Malaysia yang diwakili oleh Abdul Halim Bin Abdul Aziz, dalam makalah berjudul “A Case for Unified Hijri Calendar”  menyatakan   Kalender Hijriah Global Tunggal merupakan kebutuhan zaman modern dengan komunikasi dan transportasi yang serba cepat.

Pertanyaannya, mengapa penyatuan kalender hanya berhenti di tingkat regional MABIMS? Mungkinkah wilayah matlak MABIMS diperluas ke seluruh dunia dengan mempertimbangkan batas garis penanggalan internasional (IDL), sesuai pandangan mazhab Hanafi dan Maliki? Kalender adalah urusan publik yang terbuka untuk perbaikan demi kemaslahatan umat.

Baca Juga  Menguak Misteri Relativitas Waktu

Dalam al-Qur’an, perhitungan kalender termasuk perintah dasar. Dengan pendekatan ini, menurut Abdul Halim bin Abdul Aziz observasi hilal tidak lagi menjadi keharusan, asalkan proses musyawarah global dilanjutkan untuk memfinalkan parameter-parameter yang digunakan. MABIMS, sebagai representasi regional, harus aktif dalam forum internasional guna mewujudkan kalender Islam global yang diproyeksikan akan segera menjadi kenyataan.

***

Pemikiran Abdul Halim Bin Abdul Aziz sebagai perwakilan delegasi Malaysia bersifat “progresif-abduktif”. Hal ini dapat dipahami karena Malaysia merupakan anggota MABIMS yang dinamis dalam menggunakan metode penentuan awal bulan kamariah, bahkan pernah mengadopsi hasil keputusan Turki 1398/1978 dengan menambahkan umur bulan yang digagas oleh Haji Mohd. Khair Mohd. Taib. 

Selanjutnya Abdul Halim Bin Abdul Aziz mendorong MABIMS yang telah berhasil menyatukan kalender di kawasan regional kini diharapkan memimpin pembangunan kalender Hijriah global yang seragam, sepatutnya terus menjadi pelopor bersama negara-negara Islam lainnya dalam membangun kesepakatan guna menyusun takwim hijriah global yang seragam untuk seluruh umat manusia di dunia.

Menurutnya pula, dalam sejarah, matlak bersifat lokal/geopolitik. Oleh karena itu, ia mendorong perluasan makna matlak menjadi matlak global. Hadis Ibn Abbas tidak menolak matlak global, tetapi lebih pada kondisi politik saat itu.

Baginya, kriteria MABIMS (3,6.4) bisa diusulkan menjadi kriteria Kalender Hijriah Global Tunggal. Dengan kata lain, MABIMS perlu bergandengan tangan mengkampanyekan akan pentingnya Kalender Hijriah Global Tunggal.

Peta Konsep Kalender Hijrah Global versi Abdul Halim Bin Abdul Aziz

(Sumber: Muhammad Zakuwa bin Rodzali, 2020)

Patut diketahui, Abdul Halim Bin Abdul Aziz merupakan salah seorang tokoh dari Malaysia yang aktif mengkampanyekan kalender Islam global. Konsep yang dikembangkan “hampir sama” dengan konsep Turki tetapi imkanur rukyat yang dikembangkan berbasis iluminasi sebagaimana yang digagas oleh Moedji Raharto.

***

Sementara itu delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI Abu Rokhmad, dalam makalah berjudul “Respon Saintifik Kalender Hijriah Global” dijelaskan KHGT merupakan solusi yang ditawarkan untuk menyatukan umat dalam penentuan awal bulan Hijriah.

Baca Juga  Kalender Hijriah Global Tunggal di Mata NU

Konsepnya berbasis sains dan fikih, namun masih memerlukan penyempurnaan parameter dan penerimaan global  melalui ratifikasi formal. Tantangan yang dihadapi aspek teknis, konseptual, dan politik otoritas juga perlu dituntaskan secara bertahap.

Argumen yang dikemukakan dalam merespons KHGT tersebut  sebagian mengacu pada 33 Catatan Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama. Salah satunya kasus wilayah daratan Amerika seperti Hawaii dan Alaska menjadi masalah teknis karena tidak disebut eksplisit dalam parameter KHGT.

Delegasi Singapore yang diwakili oleh Muhammad Faizal Bin Othman, dalam makalah berjudul “Kesan Pelaksanaan KIR Baru dan Persediaan Ke Arah Takwim Hijri Global” menjelaskan bahwa terdapat tantangan signifikan dalam menyatukan kalender Islam global, mulai dari aspek keagamaan hingga dinamika politik yang kompleks. Model yang diadopsi Singapura—berbasis pada keandalan ilmiah, persatuan regional, dan tata kelola keagamaan yang inklusif—menyediakan pendekatan yang seimbang dan berkelanjutan ke depan.

Singapura mendukung kriteria standar dalam menentukan awal bulan Hijriah, namun tetap menghormati hak kedaulatan setiap negara untuk mengumumkan hasilnya secara resmi. Melalui peran aktif dalam MABIMS, pendidikan publik yang kuat, dan investasi dalam keunggulan teknis, MABIMS dapat meningkatkan diskursus keilmuan tentang kalender Islam di tingkat regional dan internasional. 

Negara-negara tetap memiliki hak untuk mengumumkan awal bulan Islam berdasarkan pertimbangan geografis, atmosfer, dan tata kelola masing-masing, asalkan tetap mengacu pada kriteria astronomi yang baku. Ini memungkinkan adanya kesatuan metodologi global, meskipun tidak selalu menghasilkan keseragaman tanggal secara mutlak.

***

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas anggota MABIMS memberikan dukungan terhadap penerapan Kalender Hijriah Global Tunggal dengan mengusulkan adopsi kriteria MABIMS (3,6,4) sebagai pengganti kriteria 5° 8°.  Dalam konteks kekinian, kriteria MABIMS dianggap lebih relevan karena didukung oleh hasil observasi lapangan yang lebih mutakhir dan representatif.

Sementara itu, Muhammad Zakuwa bin Rodzali dalam disertasinya di Universiti Malaya Kuala Lumpur Malaysia berjudul  “Kajian Potensi Pelaksanaan Takwim Hijri Global (2020)”, mengusulkan penggunaan kriteria 3° dan 6° sebagai alternatif penyempurnaan terhadap kriteria 5° 8° Turki 1437/2016. Saya pernah mencoba melakukan kajian menggunakan kriteria 3°dan 6° dan kriteria 5° 8° Turki 1437/2016 selama 10 tahun, yaitu dari 1442 hingga 1451 H (2020-2030 M) yang mencakup analisis selama 120 bulan berturut-turut.

Baca Juga  Konsep Waktu Ibadah di Era Kalender Hijriah Global Tunggal

Hasil kajian menunjukkan sebanyak 10 bulan kriteria 3° dan 6° mendahului kriteria 5° 8°, antara lain Muharram 1449, Jumadil Akhir 1449, Rabiul Akhir 1450, dan Syawal 1451. Artinya, jika merujuk syarat dalam KHGT tidak boleh “menunda wilayah yang sudah memenuhi” dan tidak boleh “memaksa wilayah yang belum memenuhi”,  maka kriteria 3° dan 6° memungkinkan untuk menjadi kriteria alternatif. Perubahan kriteria sangat dimungkinkan sesuai spirit Resolusi Turki 1437/2016 pada poin 4 b. Tentu saja perubahan perlu dilakukan sesuai mekanisme yang disepakati bersama.

***

Pembahasan mengenai Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) dalam Forum Muzakarah Falak MABIMS 2025 patut diapresiasi. Setidaknya, topik KHGT telah menggema dalam benak para anggota MABIMS dan menjadi bahan diskusi awal untuk melakukan transisi dari kesepakatan berskala regional menuju kesepakatan berskala global.

Ini menandai pergeseran dari penggunaan kalender regional ke arah kalender hijriah global. Ada satu hal menarik untuk dicermati. Pada tahun 1437 H/ 2016 M, dalam waktu yang berdekatan, terjadi dua pertemuan bersejarah yaitu pertemuan di Turki 1437/2016 yang menghasilkan gagasan kalender hijriah global, serta Muzakarah Rukyat dan Takwim Islam Negara Anggota MABIMS 2016 yang merumuskan kriteria Neo-Visibilitas Hilal MABIMS (3°, 6.4°).

Fenomena serupa juga terjadi pada tahun ini. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Muhammadiyah meluncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT), disusul dengan Muzakarah Falak MABIMS 2025 yang turut membahas KHGT dalam forum resminya. Semoga segala ikhtiar positif—baik yang diinisiasi oleh Muhammadiyah maupun oleh negara-negara anggota MABIMS—diberikan kemudahan dalam mewujudkan persatuan umat Islam melalui penyatuan kalender hijriah global.

Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.

Editor: Soleh

Avatar
62 posts

About author
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ketua Divisi Hisab dan Iptek Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Direktur Museum Astronomi Islam.
Articles
Related posts
Opini

Merancang Generasi Pemberontak ala Ahmad Dahlan

3 Mins read
Anak muda bukan sekadar “matahari terbit”. Mereka adalah energi potensial yang perlu diarahkan menjadi kekuatan pembaru. Di sini, Ahmad Dahlan bukan sekadar…
Opini

Melukai Hati Masyarakat: Saat Musibah Diukur Dengan Viralitas, Bukan Fakta di Lapangan

3 Mins read
Pernyataan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto bahwa banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak perlu didiskusikan panjang lebar terkait…
Opini

Agus Salim: Sintesis Islam–Nasionalisme dalam Model Diplomasi Profetik Indonesia

3 Mins read
Pendahuluan Di antara tokoh-tokoh perintis Republik, nama KH. Agus Salim (1884–1954) berdiri sebagai figur yang tidak hanya cemerlang dalam kecerdasan linguistik dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *