Perspektif

Bulan Puasa dan Gairah Kepedulian Sosial Kita

3 Mins read

Tidak terasa kita telah berada di bulan puasa. Bulan yang menurut kepercayaan umat Islam adalah bulan penuh rahmat. Bulan yang memiliki banyak keistimewaan didalamnya. Mungkin karena keistimewaan itulah, bulan puasa dianggap tidak seperti bulan-bulan yang lain. Bulan tempat semua ibadah akan dilipatgandakan pahalanya, karenanya orang berlomba-lomba mengerjakan kebaikan.

Pada bulan ini, umat Islam berbondong-bondong mengerjakan ibadah yang mungkin jarang atau bahkan tidak pernah dilakukan pada bulan lain. Bahkan sebelum bulan ini datang, euforianya telah terasa. Katakanlah seperti orang-orang yang bergotong-royong menghias kampung dan pergi rekreasi sebagai bentuk syukur akan datangnya bulan puasa. Sebuah penanda betapa spesialnya bulan puasa yang membedakannya dengan bulan-bulan lain.

Hidangan Saat Tadarus

Euforia bulan puasa tentu tidak terhenti pada penyambutannya. Ketika masuk bulan puasa, lebih banyak lagi kegiatan yang dilakukan, menandakan betapa spesialnya bulan puasa di mata orang Islam. Salah satu tradisi yang tetap eksis pada bulan ini adalah menyiapkan hidangan bagi mereka yang membaca Al-Qur’an sehabis shalat tarawih, atau biasa disebut tadarusan.

Salah satu kampung yang setia menjalani tradisi itu ialah kampung saya, yang terdapat di pulau Lombok. Selama saya tadarusan, setiap malam selalu tersedia hidangan yang membersamai sembari membaca Al-Qur’an. Selalu ada ibu-ibu yang datang dengan kresek atau dulang penuh hidangan setiap malam.

Saya menganggap itu merupakan tradisi baik yang perlu terus dilakukan. Bagaimana tidak, orang-orang yang membaca Al-Qur’an tentu akan merasa senang dengan hidangan yang diberi oleh warga, dan membuat antusias orang yang membaca Al-Qur’an di masjid tetap terjaga. Bahkan akan meningkat, ketika hidangan yang diberikan terasa begitu lezat ketika dinikmati.

Memberikan hidangan bagi orang yang tadarusan mungkin dapat dimasukkan dalam perbuatan amal saleh, sesuatu yang memang dicari selama bulan puasa. Atau mungkin perbuatan itu dimasukkan dalam kategori lain. Biarkan para ahli fiqh dan sejenisnya yang menjawabnya. Selain itu, memberikan makanan bagi orang yang membutuhkan merupakan bentuk kecil dari kepedulian sosial.

Baca Juga  Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

Kepedulian Sosial, Mengapa Hanya di Bulan Puasa Saja?

Sebagai pembaca Buya Syafii, saya teringat perkataan Buya. Beliau dalam salah satu tulisannya mengatakan, “salah satu aspek terpenting ajaran Islam yang sering ditelantarkan sepanjang sejarah oleh umatnya adalah kepedulian sosial terhadap mereka yang kurang beruntung”.

Tapi memang seperti itulah adanya. Perbuatan memberikan makanan bagi orang yang membaca Al-Qur’an di masjid akan sangat jarang kita temukan di bulan lain. Apalagi memberi makan mereka yang benar-benar membutuhkan, seperti fakir miskin dan mereka yang termasuk kurang beruntung lainnya.

Perbuatan seperti ini hanya akan sering kita lihat pada bulan puasa, pada bulan lainnya akan sangat jarang kita lihat. Perbuatan yang berbeda namun memiliki esensi sama, dapat pula kita lihat pada fenomena bagi-bagi takjil di jalan raya yang sering dilakukan pada bulan puasa. Akan sangat jarang kita temukan hal serupa pada bulan-bulan lain.

Padahal bukan hanya bulan puasa saja orang-orang membutuhkan makanan. Bukankah orang miskin bukan hanya ada pada bulan puasa? Namun kenapa kita cenderung hanya bergairah menunjukkan kepedulian sosial pada bulan puasa saja?

Kepedulian sosial pada bulan puasa seakan hanya musiman. Semua orang tiba-tiba menjadi sangat pemurah ketika bulan puasa tiba, dan setelahnya, kita kembali kehilangan rasa kepedulian sosial kepada sesama. Hanya segelintir saja yang tetap mempertahankan kepedulian sosial yang telah dilatihnya pada bulan yang suci ini.

Padahal bulan puasa tahun 1445 Hijriah ini, bisa kita dijadikan sebagai arena melatih kepedulian sosial. Sebuah latihan yang akan dipakai secara efektif ketika telah berakhir masa latihan tersebut. Bukan malah hanya memaksimalkan masa latihan dan loyo kembali ketika masa latihan telah usai. Kepedulian sosial ini merupakan bagian dari perkara iman.

Baca Juga  Efek Nasi Tumpeng Film The Santri

Menjaga Perkara Keimanan

Menjaga kualitas keimanan bukanlah perkara yang mudah. Menurut Buya, iman itu sifatnya fluktuatif. Namun yang pasti, Buya menganggap setiap perintah yang diwajibkan oleh Allah SWT tidak lain dan tidak bukan adalah untuk kepentingan manusia semata. Seperti kepedulian sosial yang saya bahas dalam tulisan ini.

Adakah kepedulian sosial ada manfaatnya bagi Allah SWT? Jawabannya tentu tidak, kepedulian sosial semata-mata untuk kepentingan manusia. Kepentingan antar sesama, bentuk kepedulian orang yang beruntung bagi saudara-saudaranya yang tidak seberuntung dirinya. Terlebih kepedulian sosial menurut Buya, bagian dari prinsip keadilan, yang merupakan sisi lain dari mata uang yang sama dari doktrin tauhid.

Maka kepedulian sosial yang dilatih pada bulan puasa ini semoga dapat terus dijalankan pada bulan-bulan lainnya. Karena bentuknya latihan, tentu setelah selesainya, kepedulian sosial tersebut dapat terus diaktualisasikan bahkan dalam bentuk yang beragam, bukan hanya memberi makan bagi orang-orang yang membaca Al-Qur’an di masjid atau membagi-bagi makanan di jalan raya.

Banyak orang-orang yang membutuhkan jaminan bagi kehidupannya sehari-hari dan juga jaminan pendidikan bagi anak-anak mereka. Jika kita perhatikan, jaminan pendidikan terutama dalam menempuh perguruan tinggi tidak dapat diakses semua kalangan.

Padahal pendidikan merupakan aspek penting untuk memajukan suatu peradaban. Bayangkan ketika orang-orang yang beruntung bersedia memperhatikan dan turut andil meningkatkan taraf kualitas pendidikan anak-anak yang lahir dari keluarga yang tidak beruntung. Tentu majunya peradaban di Indonesia akan lebih memungkinkan.

Buya Syafii menganggap mengandalkan negara semata untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan sesuatu yang jauh dari harapan. “Kemampuan negara untuk memajukan pendidikan juga terbatas dan bahkan sering benar salah arah,” tulisnya.

Ketika kepedulian sosial hanya terbatas pada beberapa orang saja, akan sangat susah melihat kemajuan mendatangi manusia Indonesia dan umat Islam. Semoga tulisan ini dapat menjadi pengingat, terutama bagi saya dalam kepedulian sosial di bulan puasa ini. Bukankah kepedulian sosial bagian dari prinsip keadilan yang merupakan tujuan dari Islam dan sila kelima Pancasila?

Baca Juga  Sekolah Islam Moderat: Potret dan Strategi Guru PAI

Referensi

Maarif, Ahmad Syafii, Bulir-Bulir Refleksi Seorang Mujahid. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2023

Editor: Soleh

Rizkul Hamkani
1 posts

About author
Kuliah di Institut Agama Islam Hamzanwadi Program studi Hukum Ekonomi Syariah. Aktif di Himpunan Mahasiswa (HIMMAH) NWDI dan Komunitas Kelas Reading Buya Syafii Lombok Timur.
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *