Falsafah

Nasihat Imam Al-Ghazali untuk Para Pemimpin

2 Mins read

Sosok penguasa atau pemimpin dituntut untuk memiliki sifat yang baik dan juga bertanggung jawab. Pemimpin yang teladan akan selalu berusaha melakukan yang terbaik serta mempunyai sifat amanah terhadap apa yang dipimpinnya. Begitu pentingnya masalah kepemimpinan ini hingga hal ini tidak luput dari perhatian seorang imam besar yang terkenal dengan gelar hujjatul Islam yaitu Imam Al-Ghazali.

Ulama besar yang memiliki nama asli Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ini merupakan seorang filsuf serta teolog muslim dari Persia. Beliau adalah seorang ulama yang cerdas dan memiliki banyak karya fenomenal di antaranya Ihya Ulumuddin dan Al-Munqidz min Ad-Dalal. Imam Al-Ghazali juga peduli dengan kemaslahatan masyarakat pada saat itu. Di antara bentuk kepedulian ini adalah dengan memberikan nasihat kepada para penguasa Islam.

Suatu ketika, Imam Al-Ghazali pernah ditunjuk untuk berkhutbah di hadapan salah satu penguasa dinasti Saljuk yaitu Sultan Muhammad bin Malik Syah. Khutbah ini berisi petuah yang berharga bagi orang beriman sebagai pedoman dalam menjalani kehidupannya. Beliau juga memberikan nasihat mengenai pokok keadilan dan kejujuran dalam kepemimpinan.

Imam Al-Ghazali: Menjaga Pohon Keimanan dalam Jiwa

Imam Ghazali memberikan permisalan dalam keimanan seorang hamba sebagai sebuah pohon yang ditopang oleh akar yang kuat dan memiliki cabang-cabang sebagai manifestasi darinya. Akar yang kuat ini terdiri dari kepercayaan yang yakin terhadap Allah beserta dengan sifat-Nya. Semakin kuat akar keimanan ini, maka semakin dekat dan tunduk seorang hamba kepada Rabb-Nya.

Kepercayaan terhadap sifat Allah juga mempengaruhi akar pohon ini. Kesadaran bahwa Allah Maha Kuasa serta Maha Mengetahui harus menancap kuat dalam hati hamba. Dialah Raja yang menguasai seluruh alam semesta dan tidak ada satupun yang terjadi kecuali dengan kehendak-Nya. Begitu pula tidak ada yang bisa lepas dari pengetahuan Allah Swt. karena semua berada dalam pengaturan-Nya

Baca Juga  Sebuah Potret Kepemimpinan yang Zalim

Kuatnya akar ini akan menumbuhkan cabang-cabang dalam pohon keimanan berupa perbuatan anggota badan dalam setiap usaha. Aktivitas tubuh akan senantiasa berada dalam kepatuhan dan menjauhi perbuatan dosa serta maksiat dengan akar yang kuat. Sebaliknya, perbuatan hamba yang sering bermaksiat menunjukkan lemahnya akar keimanannya.

Pokok Keadilan dan Kejujuran dalam Kepemimpinan

Imam Al-Ghazali lalu melanjutkan bahwa setiap penguasa haruslah mengetahui pokok keadilan dan kepemimpinan berupa urgensi kekuasaan sebagai bagian dari nikmat Allah Swt. Apabila seseorang menjalankan kekuasaan dengan benar, maka ia akan memperoleh banyak kebahagiaan. Sebagaimana Rasul bersabda yang artinya, “Orang yang mendapat siksa paling berat di hari kiamat nanti adalah sultan yang zalim”.

Selanjutnya sikap yang perlu diperhatikan para penguasa adalah menerima setiap nasihat yang konstruktif dari orang lain dan senantiasa meminta nasihat dari ulama. Penguasa dituntut agar tidak merasa puas jika tidak pernah melakukan kezaliman. Para penguasa tidak boleh pula pasif terhadap kezaliman yang dilihatnya terutama yang dilakukan oleh pembantu, sahabat, beserta para wakilnya karena akan ditanyai dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.

Imam Al-Ghazali juga menyoroti para penguasa yang memiliki sifat sombong dan mudah marah apalagi saat akan menjatuhkan hukuman. Kemarahan adalah penyakit akal dan hal yang dapat membinasakannya. Rasulullah Saw bersabda, “Siapa saja yang menahan amarahnya padahal dia mampu untuk tidak menahannya, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan iman. Siapa saja yang tidak memakai pakaian yang panjang karena khawatir menjadi sombong, maka Allah akan memakaikan pakaian kemuliaan”.

Para pemimpin harus memiliki sikap bijaksana dan menghindari sikap tercela seperti berkhianat. Kebutuhan rakyat menjadi prioritas utamanya dan tidak bersikap kasar kepada mereka. Meski demikian, tujuan ini tidak boleh diraih dengan cara yang bertentangan dengan syariat. Di sinilah kesabaran dan sikap qana’ah dari pemimpin sangat dibutuhkan.

Baca Juga  Filsafat Hellenisme: Sebuah Retrospeksi

Demikianlah petuah yang disampaikan Imam Al-Ghazali kepada umat Islam dan pemimpinnya agar kita semua dapat melaksanakannya. Seorang penguasa yang baik akan diberikan keistimewaan oleh Allah di hari kiamat nanti dengan diberikannya awan untuk melindunginya dari panas matahari di padang mahsyar. Begitu juga kita harus mengetahui bahwa setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya dan keluarganya sehingga kelak semuanya akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Semoga kita mampu mengemban semua amanah yang diberikan kepada kita.

Referensi

Al-Ghazali, Muhammad bin Muhammad. At-Tibr Al-Masbuk fi Nashihah Al-Muluk. (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1988).

Editor: Yahya

Herawati Irawan
1 posts

About author
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Articles
Related posts
Falsafah

Jacques Lacan: Identitas, Bahasa, dan Hasrat dalam Cinta

3 Mins read
Psikoanalisis merupakan suatu teori psikologi yang dikembangkan oleh Sigmund Freud pada abad ke-20. Teori ini berfokus untuk memahami dan menganalisis struktur psikis…
Falsafah

Melampaui Batas-batas Konvensional: Kisah Cinta Sartre dan Beauvoir

3 Mins read
Kisah cinta yang tak terlupakan seringkali terjalin di antara tokoh-tokoh yang menginspirasi. Begitu pula dengan kisah cinta yang menggugah antara dua titan…
Falsafah

Ashabiyah: Sistem Etika Politik ala Ibnu Khaldun

3 Mins read
Tema etika adalah salah satu topik filsafat Islam yang belum cukup dipelajari. Kajian etika saat ini hanya berfokus pada etika individu dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *