Imam az-Zarnuji dikenal sebagai penulis kitab Ta’lim al-Muta’allim. Kitab tersebut sangat populer dan dikaji di berbagai pondok pesantren. Dalam Mukadimah, Imam az-Zarnuji menjelakan bahwa kitab tersebut bertujuan menjelaskan tariq at-ta’allum (cara mencari ilmu).
Nasihat Imam Az-Zarnuji
Hal ini berangkat dari kegelisahan beliau tentang penuntut ilmu yang telah bersungguh-sungguh, namun tidak banyak mendapat manfaat dari ilmunya. Tulisan ini akan mengeksplorasi nasihat-nasihat Imam az-Zarnuji tentang berdiskusi yang merupakan salah satu cara mencari ilmu. Berkenaan dengan ini Imam az-Zarnuji menulis:
ولا بدّ لطالب العلم من المذا كرة و المناظرة و المطارحة
“Penuntut ilmu itu harus saling berdiskusi, tukar pandangan, dan tukar pendapat.”
Seseorang dengan orang lainnya tentu memiliki kapasitas pemahaman yang tidak sama dalam memahami ilmu. Dari situ akan muncul berbagai sudut pandang terkait suatu tema tertentu.
Dalam konteks agama, suatu dalil bisa saja dipahami berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Meskipun ada kasus yang semua orang sepakat, tetapi ada juga kasus lain yang membuka ruang untuk berdiskusi. Keragaman latar belakang dan kapasitas intelektual menjadi jalan untuk bertukar pandangan dan bertukar pendapat.
Begitulah seharusnya penuntut ilmu agar tidak merasa benar sendiri. Tidak menganggap orang yang berlainan pendapat sebagai orang yang pasti salah.
Diskusi akan membuat wawasan menjadi lebih luas. Dengan memperhatikan dan mengamati pendapat orang lain, maka akan terbukalah pemahaman baru. Seorang penuntut ilmu memang penting belajar atau mengulang-ulang pelajaran secara mandiri. Namun demikian diskusi juga tidak kalah penting, sebagaimana diungkapkan Imam az-Zarnuji:
و فائدة المطارحة و المناظرة أقوى من فائدة مجرّد التكرار لأن فيه تكرارا و زيادة
“Manfaat dari berdiskusi lebih kuat daripada sekadar mengulangi pelajaran, karena di dalam diskusi terdapat pengulangan dan tambahan penjelasan.”
Diskusi dengan melibatkan orang lain lebih kuat daripada mengulang pelajaran sendirian. Dalam diskusi, seringkali suatu materi argumentasi diucapkan berulang-ulang sehingga lebih melekat dalam pikiran. Selain itu dalam diskusi bisa juga diperoleh keterangan baru dari pendapat orang lain. Mungkin pendapat itu sebelumnya tidak terpikirkan sama sekali, tetapi teman diskusi justru yang menjelaskannya. Pentingnya diskusi juga diungkapkan Imam az-Zarnuji sebagai berikut:
قيل: مطارحة ساعة خيرمن تكرار شهر. لكن إذا كان مع منصف سليم الطبيعة
“Dikatakan: Mendiskusikan pelajaran selama satu jam lebih baik daripada mengulanginya selama satu bulan. Asalkan diskusinya bersama orang yang sadar dan baik tabiatnya.”
Memilih Teman Diskusi
Selain menjelaskan keunggulan diskusi, Imam az-Zarnuji memberi catatan bahwa diskusi mesti dilakukan bersama orang yang sadar dan baik tabiatnya. Gunanya untuk menghindari diskusi yang justru tidak produktif dan cenderung membuang-buang waktu.
Dalam konteks media sosial seringkali ada seseorang mengunggah suatu opini yang tidak kita sepakati. Muncul perasaan ingin adu argumentasi atau sekadar berdiskusi. Tahan dulu, lihat siapa orang yang mengunggah itu.
Kalau ia bukan orang yang mengerti dasar-dasar ilmu, lebih baik menahan diri. Apalagi kalau ia cenderung menutup diri dari kritikan orang lain.
Memilih teman diskusi menjadi bagian penting agar diskusi dapat menghasilkan tambahan penjelasan dan membentuk diri menjadi manusia yang lebih bijaksana. Berkenaan dengan memilih teman, Imam az-Zarnuji berpesan:
وإياك و المذاكرة مع متعنت غير مستقيم الطبع. فإن الطبيعة متسرية والأخلاق متعدية والمجاورة مؤثرة
“Jauhilah berdiskusi bersama orang yang suka mencari-cari kesalahan, dan tabiatnya tidak baik. Karena tabiat, akhlak, dan perkumpulan itu akan mempengaruhi.”
Ibarat berteman dengan tukang parfum, maka akan terpengaruh wanginya. Berdiskusi dengan orang yang baik tabiat dan akhlaknya juga dapat berpengaruh kepada jiwa sehingga tertular kebaikannya. Berdiskusi dengan orang yang mampu menerima perbedaan akan mempengaruhi jiwa untuk bersikap bijaksana juga. Sementara berdiskusi dengan orang yang berprinsip “pokoknya” kadang membuat kita tertular menjadi keras kepala dan tersulut emosi.
Sikap dalam Berdiskusi
Imam az-Zarnuji secara spesifik menyebutkan beberapa sikap yang perlu diperhatikan ketika berdiskusi. Beliau menulis sebagai berikut:
فينبغي أن يكون كل منها بالإنصاف والتأني والتأمل ويتحرز عن الشغب والغضب
“Hendaknya setiap peserta diskusi bisa bersikap adil, lembut, penuh perhatian, tidak gaduh dan tidak emosi.”
Adil berarti peserta diskusi dapat memposisikan sesuatu sesuai tempatnya. Ia harus adil untuk mau mendengarkan dan didengarkan, mengkritik dan dikritik, serta berlapang dada dengan perbedaan pendapat.
Sikap lembut akan membuat suasana diskusi tetap terkontrol, meskipun topiknya sedang panas. Penuh perhatian dengan tidak bersikap angkuh atau enggan menyimak penjelasan orang lain. Tidak membuat kegaduhan serta menahan diri dari emosi. Dengan sikap seperti itu, maka dikskusi akan berjalan dengan baik, menghasilkan ilmu pengetahuan, serta melatih akhlak mulia.
Imam az-Zarnuji juga memberi nasihat untuk meluruskan niat dalam berdiskusi. Beliau menyebutkan bahwa:
فإن كانت نيته من المباحثة إلزام الخصم وقهره فلا تحلّ. و إنما يحل ذلك لإظهار الحق
“Jika niat diskusi adalah memaksakan permusuhan, maka tidak diperbolehkan. Diskusi diperbolehkan hanya untuk mencari kebenaran.”
Niat adalah sesuatu yang sangat penting dalam Islam. Setiap amal akan dibalas berdasarkan niatnya. Oleh karena itulah dalam berdiskusi juga memerlukan niat yang benar, yaitu untuk mencari kebenaran.
Bukan justru mencari pembenaran dan memaksakan pendapat sendiri. Diskusi bukan untuk menguatkan permusuhan, sebaliknya diskusi adalah jalan damai ketika ada kerenggangan akibat berbeda pandangan. Demikianlah beberapa nasihat Imam az-Zarnuji tentang berdiskusi.
Menurut penulis, nasihat itu sangat relevan dalam konteks kebebasan mengemukakan pendapat yang semakin memiliki tempat di era media sosial ini. Wallahu a’lam.
Editor: Nabhan