Perspektif

Neo-Jabariyah dan Ketidakberdayaan Manusia Menghadapi Virus Corona

4 Mins read

Dalam sejarah perjalanan kehidupan manusia, tidak terlepas dari wabah, epidemi atau penyakit menular. Pada dekade 1330, wabah paling terkenal yang dinamai Maut Hitam, meletup di suatu tempat di Asia timur atau tengah, bakteri penumpang kutu Yersinia pestis mulai menginfeksi, menyebar lintas benua dan hanya kurang dari dua tahun menelan puluhan juta manusia sebagai korban: meninggal.

Seiring perjalanan waktu dan kehidupan semakin modern, namun seakan bahwa Homo Sapienssebagai spesies manusia terbaik dan tertinggi tak mampu mewujudkan harapan besarnya secara tuntas melawan dan menghilangkan wabah (satu di antara 3 misi besar lainnya: kelaparan dan peperangan).

Sebelum hari ini, dengan wabah virus corona, dalam kurun waktu 2014 – 2016 bumi kita di bagian Afrika Barat, dilanda wabah virus Ebola dan telah menelan korban (meninggal) kurang lebih 11.000 (sebelas ribu) orang. Dan ini ternyata belum ada apa –apanya dibandingkan epidemi flu spanyol atau cacar di Meksiko (Yuval Noah Harari, 2019: 6-12). Dan menurut Harari bahwa para pemikir dan nabi telah menyimpulkan bahwa kelaparan, wabah dan peperangan adalah bagian integral dari rencana kosmis Tuhan.

***

Virus Corona atau dikenal dengan Covid-19, pertama kali muncu di Wuhan, salah satu kota di China. Berbagai perspektif dan spekulasi tentang awal dan penyebab munculnya virus ini. Perspektif yang lebih bijak dan sesuai pandangan pemegang otoritas dalam masalah kesehatan bahwa virus ini disebabkan oleh virus dari hewan: salah satunya kelelawar. Data per tanggal 20 Maret 2020 Pukul 13.00 Wib sudah ada 31 korban meninggal akibat COVID-19 di Indonesia.

Virus Corona sebagai pandemic global, sebagaimana telah ditetapkan oleh WHO, memunculkan berbagai reaksi dan sikap yang salah satu muaranya adalah untuk mencegah dan meminimalisir penularannya. Namun tak sedikit reaksi dan sikap yang ada, saling menegasikan di antara yang saling mengafirmasi. Perbedaan reaksi dan sikap yang ada, dilatari oleh sudut pandang, latar sosiokultural dan pijakan teologis yang berbeda.

Baca Juga  Beli Klub Sepak Bola, Darimana Muhammadiyah Punya Dana?

Dalam menghadapi virus corona, manusia secara personal maupun kolektif dituntut untuk untuk mengedepakan tindakan dan sikap dengan integrasi pemahaman interdisipliner dan komprehensif. Hal ini berfungsi sebagai benteng pertahanan diri. Manusia baik secara personal maupun secara kolektif minimal dalam komunitasnya, sebaiknya tidak mengedepankan egoisme apalagi luapan emosi kebencian dan pendekatan tanpa pemahaman ilmu dan fakta empiris dalam menghadapi virus corona tersebut.

Hari ini, kebijakan pencegahan virus corona baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun lembaga dan ormas di antaranya Muhammadiyah  sebagai institusi yang memiliki otoritas belum sepenuhnya diimplementasikan oleh masyarakat. Hal ini terjadi karena pemahaman yang dimiliki selain berbasis pada pemahaman pengetahuan parsial dan ada yang dipertajam dengan luapan emosi. Kebijakan Social Distancing dari pemerintah yang diterjemahkan oleh lembaga dan ormas Islam dalam bentuk anjuran agar shalat jum’at untuk sementara diganti dengan shalat dhuhur di rumah, ummat Islam belum satu sikap. Masih banyak perbedaan perilaku dan sikap dalam merespon.

***

 Secara universal kehidupan dunia ini, menggapai qadha sekaligus qadarnya sebagai ruang dan waktu perkembangan sains modern dan revolusi industri 4.0 dengan berbagai pilarnya antara lain: artificial intelligent, algoritma dan Internet of Things (IoT). Pilar – pilar dan perpaduan di antaranya telah mampu melahirkan robot – robot cerdas, teknologi nano, rekayasa genetika, teknologi fabrikasi digital yang mampu berinteraksi dengan dunia biologis. Kenapa hal ini penting diungkapkan?, bahwa secara rasional, bumi ini dan manusia sebagai  bagian kehidupan di dalamnya, idealnya telah mengalami qadar (takdir) terbebas dari wabah termasuk Covid-19.

Virus Corona seakan hadir menyentak kesadaran dan mendekonstruksi premis “Homo Sapiens sebagai spesies terkuat di muka bumi”. Membombardir tesis sains modern, revolusi industri 4.0 dengan berbagai pilarnya yang menjadi kebanggaan peradaban globalisasi hari ini. Artificial intelligent, teknologi fibrikasi digital dan segala kemampuan dalam rekayasa genetika seakan lumpuh. Terbukti sampai hari ini belum ditemukan vaksin dan obat untuk virus Corona. Dan akan lebih aneh jika hari ini, ada manusia modern mengedepankan mantra untuk menyembuhkan virus Corona.

Baca Juga  Pendidikan di Era New (Up) Normal

Homo sapies dan kita semua sebagai spesies manusia terkuat yang hidup dalam meminjam teropong peradaban Islam Prof. Syafiq G. Mughni (Azaki, 2015: i) kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dominasi rasionalisme, emperisme dan positivisme, idealnya tetap penting menyadari dan memahami Hierarki Hukum dan Urutan Menaatinya.

Meminjam pandangan Dr. Asep Zaenal Ausop, M.Ag yang diuraikan secara komprehensif tetapi gurih dalam buku karyanya Islamic Character Building (2014), Hierarki hukum penting dipahami termasuk urutan menaatinya karena hal ini memberikan dampak lanjutan dalam pemahaman terkait qadha dan qadar termasuk dalam konteks musibah corona, kita akan mampu memberikan sikap yang bijak, tidak saling menyalahkan antara perspektif yang satu dengan perspektif yang lainnya. Termasuk dengan pemahaman ini kita akan menampilkan perilaku dan tindakan pencegahan yang tepat.

Berdasarkan hierarki hukum dari yang tertinggi ke yang terendah termasuk dalam hal menaatinya mulai dari hukum syariah, hukum sunnatullah, hukum akal, hukum ulul amri dan hukum ‘uruf. Antara hierarki hukum dan virus corona sebagai pandemic global bisa ditarik garis relasi dan relevansinya, untuk melahirkan sikap dan tindakan yang tepat termasuk dalam hal pencegahan.

***

Berdasarkan hukum sunnatullah virus corona sebagaimana pandangan pemilik otoritas baik oleh WHO maupun para tim medis yang telah dibentuk oleh pemerintah dan ormas, adalah virus yang penularannya sangat cepat dan ini menggerogoti kesehatan biologis manusia dan masa inkubasinya kurang lebih 14 hari dan secara empiris telah menelan ratusan korban meninggal.

Selanjutnya berdasarkan hukum sunnatullah, kebijakan pemerintah dan dan fatwa dan anjuran dari lembaga dan ormas terkait, social distancing (dan beberapa negara bahkan melakukan lockdown), Work From Home (WFM), meliburkan anak sekolah, mengganti shalat jum’at dengan shalat dhuhur untuk sementara waktu adalah merupakan sikap dan tindakan yang tepat dan bijak.

Baca Juga  Begini Kira-Kira Jika Buya Hamka Berbicara tentang Bola

 Adapun model sikap dan tindakan yang berorientasi neo jabariyah atau jabariyah kontemporer yang seakan tidak peduli dengan kebijakan, fatwa dan anjuran yang ada, itu juga tidak bisa langsung disalahkan. Mereka memiliki basis teologis yang tanpa disadari langsung berangkat pada hukum tertinggi yaitu hukum syariah yang dalam perspektif saya langsung pada hak mutlak dan prerogatif Allah atas segala apa yang terjadi dalam mikro dan makro kosmos.

Bisa ada intervensi Allah dalam hukum sunnatullah, sebagaimana sunnatullah api untuk membakar ternyata tidak mampu membakar nabi Ibrahim, menggagalkan niat jahat Raja Namrud. Jadi disinilah peran do’a perlu tetap dihadirkan dalam menghadapi virus corona.

Sikap dan tindakan yang berbasis pada dimensi rasionalitas, empiris, ilmu pengetahuan dan teknologi harus dikedepankan dan diintegrasikan dengan kekuatan ikhtiar do’a dan tawakkal kepada Allah dalam melawan virus corona.         

17 posts

About author
Eks Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Bantaeng, Sulawesi Selatan Komisioner KPU Kab. Bantaeng Periode 2018-2023
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds