وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ – ٣٢
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui”. (Q.S An-Nur: 32)
(Terjemahan Web Al-Qur’an Kemenag)
***
Ayat di atas sering dijadikan ayat legitimasi untuk menyegerakan menikah muda. Menurut UU No.1 Tahun 1974 adalah seorang pria dapat melangsungkan perkawinan ketika mencapai usianya 19 tahun dan wanita yang berusia 16 tahun. Pernikahan di bawah usia 21 tahun dapat digolongkan orang yang menikah muda.
Menikah dianggap sesuatu yang “Uwuw” alias membuat baper para jombloers. Alasannya yang sering saya dengar, “Daripada pacaran haram, mending menikah terus pacarin istri yang halal”. Lalu bagaimana kalau belum punya penghasilan? Ada yang beralasan, “Nikah aja dulu, masalah nafkah mah bisa dicari sama-sama”.
Menikah seolah bukan momen yang sakral seumur hidup dan perlu persiapan matang. Kebanyakan orang tergiur dengan pasangan yang menikah dari momen romantisnya saja, namun kadang lupa untuk belajar dari tantangan setelah menikah. Pemahaman ini yang, menurut saya, menjadi penyebab praktik menikah muda hari-hari ini terus meningkat di Indonesia.
Pernyataan tersebut seolah ada benarnya, namun di suatu sisi juga terdapat banyak kesalahpahaman dalam memahami ayat tersebut.
Dari berbagai penafsiran yang ada, para mufasir kebanyakan memberikan penafsiran yang seragam terhadap ayat itu. Namun, ada satu tafsir yang memberikan penafsiran yang sedikit berbeda, sehingga setidaknya dapat menjawab persoalan dalam nikah muda ini. Yakni penafsiran yang dijelaskan oleh Imam Asy-Syaukani dalam Tafsirnya Fathul Qadir.
Penafsiran Surat An-Nur: 32
Pertama, konteks ayat ini ditujukan kepada orang yang masih sendiri atau membujang tidak beristri dan bersuami (الْاَيَامٰى). Asy-Syaukani menjelaskan orang yang sendirian di sini adalah orang-orang merdeka. Adapun para budak telah dijelaskan lanjutannya yaitu “orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan”.
Allah SWT menyebutkan kelayakan kepada para budak dan tidak menyebutkannya kepada orang-orang merdeka. Karena biasanya, kelayakan (kemampuan) sudah ada pada orang-orang merdeka. Dan ini berbeda dengan para budak yang masih menjadi hak kepemilikan majikannya. Ini menunjukan budak tidak boleh menikahkan dirinya sendiri, akan tetapi dinikahkan oleh majikannya.
Signifikansi pesan ayat ini ingin menunjukan bahwa anjuran menikah itu harus disertai dengan kemampuan, terutama kemampuan finansial. Para hamba sahaya ini dinikahkan oleh majikannya dengan bentuk perjanjian oleh majikannya untuk kemudian dimerdekakan “Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka” Q.S An-Nur: 33).
Sebagaimana yang diriwayatkan dari Nafi, dia berkata, “Ibnu Umar tidak suka mengadakan perjanjian tebusan merdeka dengan budaknya bila si budak tidak memiliki pencaharian”. Ini menunjukkan bahwa jika ingin berkomitmen untuk menikah, maka harus mampu memenuhi kecukupan keseharian keluarga.
***
Kedua, makna “Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya”. Menurut Asy-Syaukani, janganlah kalian menolak menikahkan orang-orang merdeka karena miskinnya yang laki-laki dan yang perempuan, atau salah satunya, karena bila mereka miskin, maka Allah SWT akan memampukan mereka dan menganugerahi mereka karena pernikahan itu.
Ini tidak berati juga bahwa dengan menikah, seorang akan terbebas kemiskinan. Faktanya tidak sedikit orang miskin yang menikah tidak memperoleh kecukupan setelah menikah. Riwayat lain mengatakan bahwa Allah akan mencukupinya dengan kecukupan jiwa. Pendapat lain mengatakan Allah memampukan mereka dari karunia-Nya dengan yang halal agar mereka bisa memelihara kehormatan diri dari zina.
Allah menganjurkan menikah dan akan menjamin rizki orang yang menikah walau dalam keadaan miskin. Karena bila menikah, dipastikan akan memperoleh kecukupan. Sehingga menikahnya dalam keadaan miskin, menghasilkan kecukupan hidupnya sehari-hari.
Namun yang perlu digaris bawahi, menurut Asy-Syaukani, adalah menikah di sini harus disertai dengan kemampuan memberi nafkah. Tidak hanya nafkah materi tetapi nafkah batin juga harus terpenuhi.
Nikah Bukan Solusi Menjadi Kaya!
Al-Qur’an tidak menjelaskan bahwasanya berapa umur yang cukup kebolehan seseorang untuk menikah. Namun, maksud Al-Qur’an hanya menyampaikan anjuran untuk menikah dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Penafsiran yang dijelaskan Asy-Syaukani terhadap ayat di atas bisa menjadi cerminan buat kita semua yang hendak menikah. Pertama, menikah haruslah memenuhi kemampuan layak untuk menikah. Terutama kemampuan untuk mencari nafkah baik itu laki-laki atau prempuan.
Kedua, menikah akan mencukupkanrizki yang kita punya, dengan catatan mempunyai mata pencaharian yang jelas untuk menghidupi kebutuhan keluarganya.
Tidak hanya kemampuan finansial, karena keadaan ekonomi yang naik turun, menikah juga membutuhkan kesiapan mental yang mutlak dipersiapkan. Mental yang harus kuat maupun kesiapan komitmen antar pasangan untuk saling menghargai dan menyesuaikan diri.
Menikah juga mempertemukan antara dua keluarga, karena menikah sejatinya tidak hanya menyatukan 2 insan, tapi juga menyatukan dua keluarga yang yang perlu untuk saling mengenal.
Ada salah satu netizen Instagram yang memberi komentar terhadap postingan akun yang mempromosikan nikah muda, “Nikah tanpa persiapan mental dan perencanaan finansial sama dengan bunuh diri”.
Pesan yang ingin Allah sampaikan dalam Q.S An-Nur ayat 32 sebenarnya adalah, menikahlah kamu kalau sudah layak untuk menikah dengan persyaratan tadi (mampu finansial dan mental). Dan jangan takut untuk menikah apabila kalian sudah matang secara umur dan mapan. Karena tidak akan membuat orang menjadi miskin setelah menikah. Sesungghnya Allah malah akan mencukupkan rizkinya ketika setelah menikah.
Allah yang maha memberi rizki telah Allah menjamin rizkinya kepada setiap mahkluknya. Allah menegaskannya dalam surah Hud ayat 6: “Dan tidak ada satupun makhluk yang berjalan di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya”.
Menikahlah jika anda telah siap dan mampu melakukannya, sehingga tidak ada rasa khawatir anda akan hidup miskin setelah menikah. Wallahu A’lam Bishawab.