Novel Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan
“Tasaro bagai memimpin tur spiritual ke pelosok Persia dan Arab di abad VII.” (A. Fuadi, penulis Negeri 5 Menara).
Novel biografi ini merupakan terobosan luar biasa untuk sebuah karya sastra. “Menulis kisah nabi dalam bentuk novel membuat saya kehilangan teman sebanyak 6.000 orang,” kata Tasaro yang memiliki nama asli Taufiq Saptoto Rohadi.
Kepiawaian sang penulis dalam berkisah, pemilihan diksi dan penggambaran karakter Nabi Muhammad begitu penuh penghormatan. Citra dari latar kisah sangat hidup dengan deskripsi detil lewat kepandaiannya menorehkan kata.
Melalui novel Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan ini. Para pembaca seolah sedang dipandu untuk melihat, mendengar, juga turut merasakan bagaimana kisah kekasihnya Allah melakukan perjalanan. Mulai dari pertemuannya dengan Biara Busra di Suriah hingga penaklukan Mekah.
Sang penulis juga menyelipkan tokoh fiksi bernama Khasva, seorang pemuda yang dijuluki Pemindai Surga yang hidup pada rentang waktu yang sama dengan Rasulullah di Kerajaan Persia. Dikisahkan bahwa Khasva melakukan perjalanan untuk menelusuri tentang ramalan dari kitab suci beragam agama.
Tentang kelahiran seorang nabi akhir zaman yang akan mengalahkan segala bentuk keingkaran, membawa kedamaian di muka bumi, serta pemurnian pemujaan api dari kepercayaan Khasva. Ia menjuluki lelaki itu Lelaki Penggeggam Hujan.
Spirit Profetik Novel Muhammad
Keindahan dalam tingkatan keindahan rohaniyah dan ‘irfani (mistik) dapat dilihat dalam pribadi Nabi (Hadi, 2004:233). Nabi merupakan pribadi yang indah karena akhlaknya yang agung dan mulia.
Dalam Bahasa Inggris disebut prophet yang kemudian dihubungkan dengan istilah profetik. Dalam Bahasa Arab. disebut nubuwwah yang berarti kenabian dan merujuk pada gagasan perilaku nabi. Sedangkan dalam KBBI V tertulis bahwa profetik merupakan sesuatu yang berkenaan dengan kenabian.
Dalam Wulananda, R., Saryono, D., & Suwignyo, H. (2016) pada Estetika Profetik novel Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan karya Tasaro GK sebagai sumber Pendidikan Karakter. Dijelaskan mengenai representasi tiga aspek estetika profetik yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendidikan karakter guna membangun spirit profetik. Ketiga aspek tersebut meliputi humanisasi, liberasi, dan transendensi.
Pertama, humanisasi dalam novel Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan lebih didominasi oleh subaspek aktivitas memperkuat spiritualitas.
Dari sisi faktual, novel tersebut mengisahkan perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan nubuwat dan menyebarkan agama Islam sehingga bentuk-bentuk ekspresi tujuan hidup manusia untuk memperkuat kerohanian dengan menyuruh orang lain beriman dan beribadah kepada Allah SWT menjadi dominan.
Merupakan novel faktual-imajinatif tentang kisah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW dengan paduan imajinatif tokoh Kashva dalam mencari jejak Nabi baru. Empat subaspek humanistis dalam novel Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan, yaitu aktivitas memperkuat personalitas, aktivitas memperkuat asertivitas, aktivitas memperkuat sosialisasi, dan aktivitas memperkuat spiritualitas, cenderung merepresentasikan aspek perasaan moral.
Perasaan moral terbentuk dari sisi emosional moral yang merupakan sumber motivasi moral sebagai penghubung manusia dari hanya mengetahui hal yang baik menjadi tergerak untuk melakukan hal yang baik.
***
Kedua, liberasi dalam novel Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan lebih didominasi oleh subaspek aktivitas membebaskan dan memerdekakan dari penindasan politik dan aktivitas membebaskan dan memerdekakan dari ketidakadilan ekonomi karena novel Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan mengisahkan sosok Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi yang membebaskan manusia dari penderitaan dan yang membela kaum fakir miskin.
Hal tersebut berkaitan erat dengan aspek liberatif yang “bersifat duniawi”, yang berarti menata segala sesuatu yang terkait dengan keduniawian sebelum beranjak pada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu transendensi.
Liberasi dalam novel Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan cenderung merepresentasikan komponen karakter yang baik pada aspek pengetahuan moral. Pengetahuan moral merupakan wujud dari kualitas pemikiran tokoh yang berkontribusi bagi sisi pengetahuan faktual dan pengalamannya.
Ketiga, transendensi dalam novel Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan lebih didominasi oleh subaspek syukur.
Syukur banyak ditemukan dalam novel tersebut sebagai wujud tokoh dalam menonjolkan hal-hal yang bersifat kerohanian dengan sering mengungkapkan pujian kepada Tuhan secara lisan, mengakui nikmat Tuhan dengan hati, dan menggunakan nikmat sesuai kehendak Tuhan.
Transendensi dalam Novel Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan
Transendensi dalam novel Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan cenderung merepresentasikan aspek pengetahuan moral. Kualitas moral seseorang berawal dari kesadaran intelektualnya dalam berpikir tentang kebaikan moral serta untuk menjadi pribadi yang baik.
Membaca kisah Nabi Muhammad SAW selalu membawa keharuan dan kerinduan tersendiri. Dalam novel ini, Tasaro seolah menambah beban rindu itu semakin menjadi. Terlebih gaya bahasa yang menyebabkan setiap kata seolah hidup dan tumbuh dalam imajinasi.
Novel ini cocok untuk pembaca yang ingin tahu kisah Nabi dengan bahasa ringan dan mudah dipahami. Tidak menyebabkan kantuk, namun mengundang keingintahuan berlebih untuk segera menuntaskan setiap halaman guna menyelami setiap perjalanan.
“Novel yang benar-benar memikat dan akurat tentang Rasulullah SAW”. (Ahmad Rofi’I Usmani, penulis buku-buku tentang Muhammad).
***
Tidak pernah berhenti novel ini membuat saya jatuh cinta berkali-kali kepada Nabi Muhammad SAW. Sapaan-sapaan yang disematkan oleh Tasaro untuknya semakin membuat hati bergetar ketika mengucapkannya. “Lelaki yang Lembut Tutur Katanya”, “Lelaki yang Tidak Pernah Marah”, “Kekasih Tuhan”, “Lelaki yang Dicintai Langit dan Bumi”, “Lelaki yang Lembut Hatinya”, “Lelaki yang Jauh dari Keburukan”, dll. Berhasil menambah spirit untuk bersandar pada Sang Nabi dalam bertindak, bertutur, dan memutuskan segala sesuatu.
Hal lain yang dapat menjadi refleksi adalah mengenai problematika yang terjadi pada zaman Nabi seolah tak jauh beda dengan masa kini. Tentunya dengan membaca novel ini dapat menjadi refleksi dan spirit profetik.
Mengingatkan kembali bahwa sudah ada contoh dan teladan sepanjang zaman. Yakni apabila sudah berpegang teguh kepada ajaran Al Quran dan As Sunnah, maka kehidupan yang indah, harmonis, aman, tentram akan kembali terwujud, sebagaimana saat para pemeluk Islam benar-benar mengamalkan ajaran yang dibawa Rasulullah SAW.
Editor: Yahya FR