IBTimes.ID – Selain fokus pada isu-isu keperempuanan, KUPI juga harus ikut andil dalam menyelesaikan persoalan lingkungan dan alam lewat perspektif ecogender.
Hal tersebut disampaikan oleh Nur Arfiyah Febriani dalam Halaqah Umum “Gerakan Ulama Perempuan Indonesia: Paradigma, Tantangan dan Peluang Gerakan” pada Jumat (25/11/22).
Menurutnya, ulama perempuan tak hanya bicara sebatas teori, namun perlu pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga lingkungan dan alam terus terjaga dan terawat dengan baik. Bicara teori tanpa melakukan apa-apa, imbuh Arfiyah, sama saja dengan bohong.
“KUPI hari ini telah membuktikan itu lewat tumbler yang dibagikan kepada peserta sebagai salah satu upaya memanimalisir sampah dari botol plastik bekas air minum,” ujarnya.
Ada banyak permasalahan dan penyebab kerusakan lingkungan yang telah diungkap oleh para peneliti. Salah satunya adalah yang pernah dikaji dan dibahas oleh seorang ecofeminis. Ia menyatakan bahwa kerusakan linkungan itu diakibatkan oleh sikap dominatif laki-laki terhadap perempuan. Seperti, arogan, egois, suka mengatur dan lain-lain.
“Menurut ecofeminis, karena streotipe ini laki-laki kerap kali disalahkan terhadap isu lingkungan. Karena sikap dominatif laki-laki terhadap perempuan itu mempengaruhi perilaku laki-laki terhadap bumi. Karena baik bumi dan perempuan sama-sama memiliki karakter pasif, reseftif, diam dan menyerah,” jelas Arfiyah.
Namun tidak serta-merta kerusakan lingkungan itu disebabkan oleh laki-laki. Perempuan juga sangat berpotensi melakukan hal yang sama. Sebab, pola hidup yang terus berubah hingga zaman modern yang kurang harmonis dengan lingkungan dan alam.
Menurut Arfiyah, menariknya, di dalam Al-Qur’an pada ayat yang berbunyi ẓaharal-fasādu fil-barri wal-baḥri bimā kasabat aidin-nāsi. Arti kata An-Nas disitu adalah manusia yang matang secara sosial. Berarti setiap laki-laki dan perempuan punya potensi merusak lingkungan.
Hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an. Sehingga baik laki-laki dan perempuan harus sama-sama melakukan upaya konservasi lingkungan. Tentu banyak ayat-ayat lain yang mengingatkan tentang kita sebagai khalifah di muka bumi.
Mungkin kita akan bertanya-tanya tentang apa apa yang dimaksud dengan ecogender dan apa hubungannya dengan kelestarian lingkungan dan alam?
Nur Arfiyah menjelaskan, ecogender adalah salah satu pembahasan tentang gender dan bagaimana gender mempunyai kepedulian terhadap lingkungan. Ada tiga kata kunci yang perlu kita ketahui, diantaranya; pertama, Zauj (Keperpasangan). Kedua, Karakter (Feminin dan Maskulin). Ketiga, Konsep Ecogender.
Pertama, Zauj (Keberpasangan). Dalam Al-Qur’an disebutkan pada surah Az-Zariyat ayat 49 yang artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah)”. Quraish Shihab mengartikan kata Azwaj di sini digunakan untuk sesuatu yang bersifat berpasangan. Sebab, segala sesuatu di alam semesta ini diciptakan berpasangan-pasangan, hanya Allah saja yang tunggal.
Kedua, Karakter. Di dalam Al-Qur’an ada dua karakter, yaitu fenimin dan maskulin atau positif dan negatif. Sebagai manusia, kita diberikan potensi oleh Allah Swt untuk memilih karakter yang positif atau negatif. Hal ini disebutkan secara umum, sehingga antara laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki karakter feminin dan maskulin.
Ketiga, Konsep Ecogender. Ecogender berbicara bagaimana kebersinambungan, harmonisasi, dan interaksi antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan.
Tentu yang bisa kita lakukan adalah memperkenalkan bagaimana konsep ecogender di lingkungan kampus. Kemudian mengajak segenap elemen kampus untuk sama-sama melakukan upaya konservasi lingkungan. Hal ini sudah diterapkan dalam beberapa kampus di Indonesia.
“Intinya, konsep keberpasangan dalam Al-Qur’an menunjukkan bahwa laki-laki sama perempuan itu harus saling terintegrasi, saling kerjasama, saling support. Kita tidak mungkin berdiri sendiri, termasuk dalam upaya melestarikan lingkungan.” tutup Arfiyah.
(Yusuf)