Tafsir

Nuzulul Qur’an: Tanggal Berapa Al-Qur’an Sebenarnya Diturunkan?

3 Mins read

Masuk pada hari ke-17 Ramadan akrab di negeri kita adanya peringatan Nuzulul Qur’an atau turunnya Al-Qur’an. Namun, jika diperhatikan secara seksama perihal turunnya Al-Qur’an,  sebenarnya mengandung beberapa pertanyaan.

Salah satunya, umum diketahui bahwa malam Lailatul Qadar adalah malam turunnya Al-Qur’an, dan malam Lailatul Qadar jatuh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.

Kenapa Harus 17 Ramadan?

Lantas kenapa peringatan Nuzulul Qur’an diadakan pada hari ke-17 Ramadan?

Tidak ada literatur sejarah yang secara rigid menyatakan waktu turunnya Al-Qur’an. Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Untuk memahami alur perdebatan mengenai turunnya Al-Qur’an, kiranya perlu ditegaskan di awal bahwa Al-Qur’an turun melalui beberapa fase.

Pertama, fase turun secara utuh, kedua, fase turun secara berkala (munajjaman) sesuai dengan konteks kejadian dan peristiwa, yang mana fase kedua ini berlangsung selama sekitar 23 tahun.

Dalil Nuzulul Qur’an

Dalil yang maklum digunakan para pendawah, terutama di bulan Ramadan seperti sekarang ini, adalah surat Al-Qadar. Inna anzalnahu fi lailatil qadar, sesungguhnya kami turunkan (Al-Qur’an) di malam Lailatul Qadar.

Ayat ini dipertegas oleh ayat ketiga surat Ad-Dukhan yang menggunakan lafaz lailah mubarakah, yaitu malam Lailatul Qadar.

Kedua ayat di atas merupakan penjelasan umumnya waktu dalam bulan Ramadan yang disebut dalam surat Al-Baqarah ayat 185, “bulan Ramadan ialah bulan diturunkannya Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia”.

Menurut Ibnu Abbas pada malam Lailatul Qadar itulah Al-Qur’an turun secara utuh dari lauhil mahfudz ke Baitul Izah yang berada di langit dunia sebagaimana disebut Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya. Kemudian dari sini Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah melalui malaikat Jibril secara berkala sesuai dengan peristiwa yang menjadi asbabun nuzul.

Penjelasan atas Fase Pertama dan Kedua dari Turunnya Al-Qur’an

Syekh Sya’rawi menegaskan perbedaan dua fase turunnya Al-Qur’an ini dengan analisa linguistic. Menurutnya, ayat yang menjelaskan turunnya Al-Qur’an secara utuh di fase pertama menggunakan lafaz anzala (أَنْزَلَ).

Baca Juga  Bagaimana Cara Al-Qur'an Diturunkan Allah?

Sedangkan ayat yang menerangkan fase turunnya Al-Qur’an satu demi satu menggunakan lafaz nazala (نَزَلَ) dan nazzala (نَزَّلَ). Jadi tidak ada kontradiksi antar ayat karena kedua fase menggunakan lafaz yang berbeda.

Kalau di fase pertama Allah menurunkan Al-Qur’an secara utuh ke Baitul Izah. Kenapa di fase kedua harus memakan waktu yang lama? Kenapa tidak diturunkan sekaligus sebagaimana kitab-kitab terdahulu?

Hikmah Diturunkannya Ayat Al-Qur’an Secara Berkala

Ada banyak hikmah di balik turunnya Al-Qur’an secara berkala. Di antaranya adalah agar wahyu yang turun lebih mudah ditangkap oleh akal dan hati manusia lantaran ia turun sesuai konteks peristiwa nyata.

Syekh Sya’rawi juga menyebutkan bahwa hikmah lain turunnya Al-Qur’an secara berkala adalah untuk memberikan kebahagiaan yang lebih banyak pada hati manusia. Ibarat seorang ayah yang memberi hadiah ada anaknya sedikit demi sedikit. Tidak secara langsung diberikan di satu waktu.

Berbeda dengan Lailatul Qadar, yang biasa kita sebut Nuzulul Qur’an merupakan peringatan atas awal mula fase kedua turunnya Al-Qur’an, yang diwahyukan melalui Jibril pada Nabi Muhammad SAW.

Nuzulul Qur’an: Kapan Wahyu Pertama Turun kepada Nabi Saw?

Wahyu pertama yang turun pada Rasulullah adalah surat Al-‘Alaq ayat satu sampai lima, peristiwa ini disebutkan secara jelas dalam hadis yang diriwayatkan Aisyah.

Syahdan ulama berbeda pendapat tentang kapan tepatnya peristiwa tersebut terjadi. Meski demikian, para ulama sepakat bahwa wahyu pertama turun di gua Hira ketika Rasulullah berusia empat puluh tahun.

Ada yang mengatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 17 Ramadan sebagaimana dimaklumi di Indonesia, dasar yang dipakai adalah surat Al-Anfal ayat 41,

وَمَا أَنزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ

Baca Juga  Risalah Mencari Nafkah: Kewajiban Laki-laki atau Hak Perempuan?

“Dan apa yang telah kami turunkan untuk hamba kami pada hari furqan (kejelasan), hari pertemuan dua kelompok.”

Ulama menafsirkan yang diturunkan dalam ayat ini adalah Al-Qur’an dan hari pertemuan tersebut adalah hari perang Badar yang terjadi pada tanggal 17 Ramadan. Pendapat ini pertama kali disampaikan oleh Ibnu Ishaq, yang kemudian diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam.

Ada juga yang mengatakan bahwa wahyu pertama turun pada bulan Rabiul Awal, bulan kelahiran Rasulullah.

Namun menurut para pen-syarah hadis, wahyu pertama turun dua kali, melalui mimpi pada bulan Rabiul Awal, dan kemudian secara langsung di gua Hira pada bulan Ramadan. Sehingga pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat sebelumnya.

***

Mustafa Ali Yaqub memiliki pendapat lain mengenai Nuzulul Qur’an, menurutnya peristiwa itu terjadi pada tanggal 24 Ramadan dengan dasar hadis yang diriwayatkan Ahmad bin Hanbal dan kemudian dikutip oleh As-Suyuthi dalam Jami’ as-Shaghir, Rasulullah bersabda:

أُنزِلَتْ صُحُفُ إبراهيمَ عليه السلامُ في أَوَّلِ لَيلةٍ مِن رمضانَ، وأُنزِلَتِ التَّوراةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِن رمضانَ، والإنجيلُ لثلاثَ عَشْرةَ خَلَتْ مِن رمضانَ، وأُنزِلَ الفُرقانُ لأَرْبعٍ وعِشرينَ خَلَتْ مِن رمضانَ.

“Naskah-naskah Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadan. Taurat diturunkan pada tanggal enam bulan Ramadan. Injil diturunkan pada tanggal tiga belas bulan Ramadan. Dan al-Qur’an diturunkan pada tanggal 24 bulan Ramadan.”

Terlepas dari perbedaan pendapat kapan tepatnya Nuzulul Qur’an terjadi, kemudian apakah perlu peristiwa tersebut diperingati dengan mengadakan acara-acara khusus, yang lebih perlu mendapatkan perhatian kita adalah bagaiamana sikap kita terhadap Al-Qur’an.

Sudahkah Al-Qur’an turun ke dalam hati sanubari kita, sudahkan kalam Allah tersebut mewarnai hari-hari kita, bukan hanya sebagai bunyi-bunyian yang menentramkan jiwa, namun juga sebagai sumber insipirasi yang menjadi titik tolak utama moral individu, cara berkeluarga dan kebijakan-kebijakan sosial kita?

Baca Juga  Al-Qur’an: Kalam Allah dan Perkataan Nabi

Editor: Yahya FR

Moh Sayidulqisthon Nururrohman
7 posts

About author
Alumni jurusan Akidah Filsafat Universitas AL-Azhar yang sedang menempuh studi magister Akidah FIlsafat di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Berprofesi sebagai guru dan pembimbing di pesantren MBS Tuban, desainer grafis lepas dan penulis lepas.
Articles
Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *