Oei Tjeng Hien, atau yang biasa disebut dengan nama Haji Abdul Karim Oei lahir di Padang Panjang Sumatera Barat, 6 Juni 1905. Beliau dari etnis Tionghoa, pada tahun 1926 beliau masuk Islam saat umur 20 tahun. Setelah lulus sekolah dasar, beliau mengikuti berbagai kursus dan berdagang dari hasil bumi. Kemudian beliau pindah ke Bengkulu menjadi pande (tukang) Emas.
Oei Tjeng Hien Masuk Islam
Pada awalnya beliau mempelajari agama Islam dari buku, majalah dan berteman baik dengan orang Islam. Dari sini lah beliau mengenal Islam lebih dekat, semakin lama beliau mempelajari Islam secara mendalam.
Lalu muncullah keinginan untuk masuk Islam pada tahun 1926 pada saat umur 20 tahun. Pada saat itu sangat jarang etnis Tionghoa masuk Islam, lalu beliau aktif di Muhammadiyah dari sini lah beliau bertemu dengan Buya Hamka.
Setelah pengalamannya dalam Islam bertambah, beliau berdakwah mengenalkan Islam di kalangan etnis Tionghoa. Setelah itu beliau mendirikan Organisasi Islam Tionghoa, dalam perkembangannya nanti beliau mendirikan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) pada tahun 1961.
Beliau masuk daftar 100 Tokoh Muhammadiyah yang menginspirasi. Pada saat beliau di Bengkulu, beliau bertemu dengan Bung Karno dan menjadi sahabat karib (100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi, hlm 202).
Beliau menjadi aktivis Muhammadiyah pembaharu, karena berani memilih masuk Islam dan keluar dari lingkungan etnisnya. Apalagi beliau memilih untuk berjuang bersama Bung Karno dan Buya Hamka.
Buya Hamka, dalam brosur Dakwah Islamiyah tahun 1979, mengatakan, “Dalam tahun 1929 mulailah saya berkenalan dekat dengan seorang muslim yang membaurkan diri dalam gerakan Muhammadiyah dan langsung diangkat oleh masyarakat Muhammadiyah di tempat tinggalnya Bengkulu. Ia menjadi Konsul Muhammadiyah di daerah tersebut. Sekarang namanya lebih terkenal dengan sebutan Bapak Haji Abdulkarim Oei. Telah 50 (lima puluh) tahun kami berkenalan, sama paham, sama pendirian dan sama-sama bersahabat karib dengan Bung Karno.”
Pengalaman Oei Tjeng Hien
Beliau menduduki jabatan penting dalam berbagai perusahaan dan perbankan. Antara lain, komisaris utama BCA, direktur utama Asuransi Central Asia, direktur PT Mega, direktur utama Pabrik Kaos Aseli 777, dan direktur utama Sumber Bengawan Mas.
Pergaulan beliau semakin luas dengan dijadikannya anggota Majelis Ulama Indonesia Pusat dan menjadi Pimpinan Harian Masjid Istiqlal Jakarta pada Tahun 1967-1974. Kemudian PITI berkembang menjadi Pembina Iman dan Tauhid Islam. Beliau juga pernah menjadi anggota DPR (1956-1959) mewakili kaum Tionghoa dan menjadi ketua partai Masyumi Bengkulu (1946-1960).
Semasa kekuasaan Jepang, beliau diangkat menjadi Dewan Penasihat Jepang. Pada masa kemerdekaan, ia diangkat sebagai Komite Nasional Indonesia/KNI Bengkulu. Dalam kepartaian, ia memilih Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI) sebagai wadah perjuangannya. (100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi, hlm.203)
Abdullah Tjan Hoatseng, Tokoh Tionghoa Muhammadiyah dari Maluku
Tokoh Tionghoa Muhammadiyah selain Oei Tjeng Hien adalah H. Abdullah Tjan Hoatseng dilahirkan pada 14 Juni 1877 di Tobelo, Maluku Utara. Ia adalah sosok Tionghoa dari keluarga Tjan dan keturunan kelima yang memeluk agama Islam.
Keluarga besar Tjan adalah keluarga muballigh yang sangat aktif di Muhammadiyah. Selain dirinya, adiknya (B.H. Tjan) dan putra-putranya (Muhammad Tjan dan Ibrahim Tjan) juga aktif dalam menyiarkan ajaran Islam dan mengembangkan organisasi Muhammadiyah di Tobelo (Aisyiyah.or.id, 2019).
Peran Abdullah Tjan di Muhammadiyah membuat terjadinya rivalitas antara dakwah Muhammadiyahnya dengan misi zending. Tetapi beliau orang yang cerdas, sehingga ia bersama Mohammad Amal (Imam Galela), Humar Djama (Imam Morotai), dan Amly Sidik (Imam Kao) membentuk Imam Permusyawaratan Onderafdeling Tobelo (IPOT) untuk menjaga dakwah Islam di sana (IBTimes.ID, 2019).
Rivalitas antara misi zending dan dakwah Islam di Tobelo tampak dalam soal lembaga pendidikan. Pada 1940, misalnya, Muhammadiyah Tobelo mendirikan Sekolah. Ketua yayasannya adalah adik Tjan sendiri, B.H. Tjan. Pihak Misi zending merespons dengan mendirikan sejumlah sekolah pula di Tobelo.