“Masa lalu bukanlah untuk dipertahankan ataupun diserang, namun untuk direkonstruksi ulang. Masa depan bukanlah untuk diserang ataupun dipertahankan juga, namun untuk direncanakan serta dipersiapkan. Lalu, masa kini tidak mungkin untuk dikembalikan lagi pada masa lalu ataupun diajukan pada masa depan (sekularisme), namun sebagai tempat untuk berinteraksi dari ketiga medan perlawanan.”
Begitulah prinsip Hassan Hanafi dalam menggagaskan oksidentalisme.
Hassan Hanafi merupakan cendekiawan muslim yang dikenal sebagai pemikir kontemporer dan penggagas dari oksidentalisme.
Adanya oksidentalisme ini sebagai bentuk kajian baru dalam menghadapi problem hegemoni pada keilmuan Barat.
Dimunculkannya pemikiran mengenai oksidentalisme adalah dijadikan sebagai suatu gerakan penyeimbang antara kajian Timur dan kajian Barat dengan menggunakan aspek-aspek prinsip relasi yang egaliter, transformatif, serta ilmiah.
Sejarah munculnya tidak lepas dari sejarah kecermelangan peradaban Islam yang telah maju dan mengubah bangsa Timur menjadi bangsa yang maju dari berbagai bidang.
Misi Oksidentalisme
Tujuan oksidentalisme dari gagasan Hassan Hanafi ialah untuk mengakhiri mitos bangsa Barat sebagai representasi dari seluruh umat manusia dan sebagai pusat kekuatan, serta untuk melenyapkan inferioritas Timur dan dapat mengembalikan ego ketimurannya.
Oksidentalisme diciptakan untuk menghapuskan dikotomi sentrisme dan ekstremisme pada tingkatan kultural dan peradaban. Sebab, selama kultur Barat masih menjadi pusat sentral dan kultural Timur masih menjadi ekstremis, maka terdapat relasi di antara keduanya yang tetap menjadi relasi monolitik (Hassan Hanafi: 2000, 36-37).
Adapun asumsi yang digunakan Hassan Hanafi dalam hal ini bahwasannya bangsa Barat mempunyai batas sosio politik dalam budayanya sendiri. Oleh sebab itu, dalam usaha hegemonisasi kebudayaan yang dilakukan bangsa Barat dan pemikiran-pemikiran bangsa Barat pada bangsa lain, harus dibatasi. Upaya yang dilakukan Hassan Hanafi adalah dengan melakukan kajian-kajian atas bangsa Barat menggunakan sudut pandang historis-kultural bangsa Barat itu sendiri.
Oksidentalisme untuk Pembaruan
Gagasan Hassan Hanafi mengenai oksidentalisme ini digunakan sebagai dasar pembaruan. Terdapat tiga dasar pembaruan oksidentalisme yang termaktub dalam buku karya Hassan Hanafi at-Turats wa at-Tajdid, yakni; sikap kritis terhadap tradisi lama, terhadap bangsa Barat, dan terhadap realitas.
Pertama, Sikap Kritis Terhadap Tradisi Lama
Pandangan Hassan Hanafi dalam hal ini dapat membantu menghentikan westernisasi sebagai upaya rekonstruksi kepada ego ketimuran.
Dengan demikian, dapat menghindari penetrasi pemikiran-pemikiran bangsa Barat ke dalam tradisi umat yang menyebabkan perselisihan di antara kelompok pembela ortodoks dengan kelompok pembela modern. Ia juga dapat menghapuskan keterpecahan atas kepribadian bangsa.
Kedua, Sikap Kritis Terhadap Bangsa Barat
Pandangan Hassan Hanafi dalam hal ini ia tekankan pada perlunya reorientasi kepada dunia Barat. Karena, oksidentalisme digagas untuk menghadapi westernisasi melalui orientalisme.
Hal tersebut pengaruhnya sangat luas. Sehingga, tidak hanya berpengaruh pada budaya dan konsepsi tentang alam saja, melainkan mengancam kemerdekaan peradaban kita sendiri dan gaya hidup dalam kehidupan sehari-hari (Muhammad Abid al-Jabari: 2000, 16-17).
Ketiga, Sikap Kritis Terhadap Realitas
Pandangan Hassan Hanafi dalam hal ini sebagai bentuk upaya rehabilitasi psikologis yang masih diderita oleh bangsa Timur.
Akibatnya ialah gelombang imperialisme dan modernitas Barat. Sejatinya, historis-dogmatis bangsa Timur mempunyai ciri khas dan keunikan yang dimiliki tidak kalah dari bangsa Barat.
Dapat disimpulkan dari tiga dasar pembaharuan di atas yang telah dituliskan yakni, dasar pembaharuan pertama dengan meletakkan ego kepada sejarah yang ada pada masa lalu dan warisan-warisan kebudayaan yang dimilikinya.
Dasar pembaharuan kedua dengan meletakkan ego kepada kedudukan yang berhadapan dengan masalah kontemporer dalam hal kebudayaan Barat yang akan mendatang.
Terkahir, dasar pembaharuan ketiga dengan meletakkan ego kepada suatu tempat dengan mengadakan observasi langsung pada realitasnya guna menemukan teks bagian dari elemen realitas itu sendiri, seperti teks agama (Hassan Hanafi: 2000, 5).
Ada dua terobosan dalam menyikapi Barat yakni melalui ide demitologisasi Barat dan mendorong adanya penyeimbangan dalam hal perspektif netral di antara ego bangsa Timur dan masalah bangsa Barat.
Wallahu A’lam.
Editor: Yahya FR