Pada realitas zaman sekarang, masyarakat dalam berbelanja tidak lagi bemotivasi untuk memenuhi kebutuhan asasiah yang diperlukan, melainkan untuk memperoleh identitas.
Hal ini ditunjukkan dengan contoh: Seseorang akan merasa lebih baik ketika makan soto ayam di restoran ternama dengan harga 65 ribu per porsi daripada makan di warteg dengan harga 15 ribu per porsi.
Hal ini menunjukkan bahwa manusia tidak lagi hanya membeli barang-barang, akan tetapi membeli merk ternama yang terkandung di dalam barang tersebut. Jati diri manusia terukur dari kemampuannya memperoleh sesuatu.
Perilaku Konsumtif Masyarakat Jahiliyah yang Cenderung ke Arah Tabzir
Berkaca pada realitas zaman sekarang, mengingatkan pada perilaku masyarakat pra-Islam yang dikenal dengan masyarakat Jahiliyah. Masyarakat Jahiliyah adalah masyarakat yang banyak melakukan yang dinilai buruk secara normatif.
Adapun contoh-contoh perilaku buruknya adalah perjudian, prostitusi, menyembah berhala, membunuh anak perempuan hidup-hidup, meminum khamr, suka berfoya-foya, pemboros, dan lain sebagainya.
Adapun Al-Qur’an mengindikasikan perilaku konsumtif masyarakat Jahiliyah salah satunya menggunakan lafadz Tabzir yang terdapat dalam surat al-Isra’ ayat 26-27 yang berbunyi :
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا ۲٦ إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا ۲۷
Artinya: Dan berikanlah haknya kepada kerabat yang dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. {26} Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. {27} (QS. al-Isra’ (17): 26-27).
Pengertian Tabzir
Secara etimologis, kata tabzir berasal dari Badzdzara-Yubadzdziru-Tabdziiran yang artinya memboroskan, menghamburkan, berbuat mubadzir. Dalam Kamus al-Munjid fi al-Lughah wal- A’lam, tabzir bermakna israf yang artinya boros, memboroskan, atau menghambur-hamburkan (badzdzara al-Mal).
Sedangkan secara terminologis, pengertian tabzir diungkapkan dengan beberapa pengertian yaitu:
- Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas, tabzir adalah membelanjakan harta dalam sesuatu yang tidak benar.
- al-Mawardi, tabzir adalah perbuatan israf atau pemborosan yang sampai merugikan atau merusak harta.
- Syeikh az-Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf, tabzir adalah membelanjakan harta pada sesuatu yang tidak seharusnya dan membelanjakannya secara boros (israf).
Konteks Sosial Historis Surat al-Isra ayat 26-27
Berdasarkan konteks sosial historisnya, ayat ini diturunkan sejalan dengan kebiasaan orang Arab Jahiliyah yang mengumpulkan hartanya dari cara merampok dan merampas kemudian mempergunakannya untuk membanggakan diri dan mencintai kemasyhuran.
Begitu juga orang musyrik Quraisy mempergunakan hartanya untuk mencegah masyarakat masuk agama Islam, memperlemah keluarganya, dan men-support musuh Islam.
Orang-orang Jahiliyah menyembelih untanya dan berjudi dengan untanya, serta membagi-bagikan hartanya secara berlebih-lebihan untuk suatu kehormatan dan popularitas.
Mereka gemar meminum khamr dengan anggapan bahwa minum khamr merupakan cara untuk menunjukkan kedermawanan dan citra tinggi di masyarakat.
Teori Konsumerisme Jean Baudrillard
Baudrillard adalah seorang pakar teori kebudayaan, filsuf kontemporer, komentator politik, sosiolog, dan fotografer asal perancis. Beliau di kota katedral Rheims di Timur Laut Perancis pada 5 Januari 1929. Dikenal sebagai teoritisi terkemuka tentang media dan masyarakat dalam era yang disebut postmodern.
Menurut Baudrillard, sekarang ini adalah era di mana orang membeli barang bukan karena nilai guna atau kemanfaatannya, melainkan karena gaya hidup, demi sebuah citra yang diarahkan dan dibentuk oleh iklan dan mode lewat televisi, tayangan sinetron, acara infotainment, gaya hidup selebriti, internet, dan lain sebagainya.
Yang ditawarkan iklan sendiri bukan nilai guna suatu barang, melainkan citra dan gaya bagi pemakainya. Contohnya: Orang membeli mobil Lamborghini bukan karena membutuhkan kendaraan, tetapi agar diakui di kelasnya.
Bagi Baudrillard, sebuah objek tidak hanya memiliki use value dan exchange value, tetapi juga memiliki symbolic value dan sign value. Menurutnya, yang dikonsumsi oleh masyarakat konsumeris bukan kegunaan dari suatu produk melainkan citra atau pesan yang disampaikan produk.
Pengaruh kemajuan tekhnologi dalam proses reproduksi objek dalam masyarakat dipandang sebagai proses yang telah menghasilkan realitas-realitas semu yang disebut sebagai simulasi (simulation). Dari simulasi tersebut membentuk Simulacra.
Simulacra adalah makna dan simbolisme budaya dan media yang membangun realitas yang dirasakan, pemahaman yang diperoleh, dan dilihat dari kehidupan kita dan identitas kita dibaca sesuai dengan yang tampak dalam dunia simulacra.
Sehingga sulit membedakan antara yang realitas dan bukan realitas. Oleh karena itu yang dihasilkan realitas adalah keadaan semu kepalsuan hasil simulasi yang disebut dengan hyperreality.
Konsumerisme Jahiliyah dalam Lafadz Tabzir Berdasarkan Teori Jean Baudrillard
Tabzir dalam surat Al-Isra’ ini ditujukan untuk masyarakat Jahiliyah yang melakukan pemborosan, adapun bentuk pemborosan tersebut salah satunya adalah gemar meminum khamr. Hal ini dapat dianalisa dengan teori Jean Baudrillard:
Pertama, The Objek Value System
Meminum Khamr
Prosedur:
- The Functional Value
Khamr sebagai minuman penghilang dahaga.
- The Exchange Value
Menggunakan dirham untuk membayar khamr.
- The Sign Value
Selain sebagai penghilang dahaga dan dibayar dengan harga mahal, khamr dijadikan sebagai nilai tanda untuk menunjukkan citra di masyarakat, semakin banyak minum khamr, semakin memiliki citra tinggi di masyarakat.
Kedua, Simulation
Prosedur :
- Tanda real (fakta) yang tercipta melalui proses produksi
Khamr dibuat sebagai pehilang dahaga
- Tanda semu (citra) yang tercipta melalui proses reproduksi (melalui iklan, taktik marketing, media massa)
Khamr semakin banyak diproduksi karena mengindikasikan sesuatu yang mewah dan mahal, dipengaruhi oleh teknik marketing dan media massa yang berkembang di masyarakat Arab.
Media massa ini berupa syair-syair yang dibuat dan dipertontonkan sebagai ajang penyombongan diri. Melalui massa, dengan kedekatan antar suku yang mempengaruhi kebiasaan mereka.
- Integrasi kedua tanda, sehingga tidak dapat dibedakan antara asli dan palsu.
Antara fungsi khamr yang asli dan palsu telah bercampur menjadi satu membentuk suatu simulacra.
Ketiga, Simulacra dariKkhamr:
khamr dijadikan minuman yang high class, sehingga terdapat perbedaan antara minuman khamr dan minuman biasa.
Jika minum khamr maka terlihat kaya, jika tidak berarti terlihat biasa saja.
Keempat, Hyperrealitas (Keadaan di mana Sebuah Representasi Dipandang Lebih Nyata ketimbang Objek yang Direpresentasikan)
Masyarakat Arab Jahiliyah melihat Khamr sebagai minuman mewah, semakin banyak mengonsumsi dan membagikannya maka semakin terlihat kaya seseorang.
Sehingga mereka berbondong-bondong mengonsumsi khamr, karena mereka telah tertipu oleh tanda yang diciptakan masyarakat.
Melihat khamr sebagai indikator kekayaan. Meskipun harta kekayaan itu diperoleh dari cara merampok sekalipun dan tidak memiliki realitas kekayaan itu sendiri.
Pelarangan khamr bukan semata-mata karena perbuatan buruk yang dilakukan setan, menciptakan permusuhan dan persengketaan, menciptakan rasa benci dan dendam, menghalangi orang dari mengingat Allah dan shalat.
Melainkan, terdapat unsur Tabzir didalamnya yang ditujukan untuk menyombongkan diri dan diperoleh dari cara yang tidak benar.