Agama: Suatu Isu Sentimen
Agama, lagi-lagi agama menjadi isu yang sentimen di tengah masyarakat. Beberapa minggu terakhir, isu-isu agama sering mencuat seiring dengan terorisme yang terjadi baru-baru ini.
Agama dijadikan tameng dan agama dijadikan lokus untuk mencaci orang lain. Agama yang seharusnya menjadi jalan petunjuk hidup manusia yang damai, kini menjadi mengerikan.
Agama pula yang di jadikan pedoman dalam melakukan aksi terorisme terutama agama Islam. Padahal kita, tahu bahwa misi Islam adalah membawa perdamaian bukan membawa cacian dan makian. Agama yang seharusnya mendamaikan, kini berubah menjadi sosok menakutkan utamanya agama Islam.
Agama yang Penuh Kebencian dan Makian
Agama (Islam) yang harusnya memiliki sifatnya syamil dan kamil, akan tetapi tidak tampak saat ini. Perspektif orang di luar Islam menganggap bahwa Islam bukan memperlihatkan sifat yang syamil dan kamil, justru memperlihatkan sifat kebencian dan makian yang sering sekali dilakukan.
Hal ini sering pula dipertontonkan dalam ranah public. Islam juga dikenal juga sebagai agama yang eksklusif terhadap ajaran yang lain yang menganggap bahwa ajaran yang disampaikan merupakan ajaran yang paling benar.
Problem yang Tidak Berkembang
Tanpa disadari, problem-problem yang berkembang hingga saat ini selalu mengenai cara berpakaian yang baik dan benar menurut agama Islam. Atau mengkafirkan orang yang tidak sejalan dengan ajaran yang mereka lakukan.
Apakah kemudian sifat Islam yang syamil dan kamil harus dikonotasikan hanya menyentuh aspek berpakaian serta mengkafirkan oranag lain yang tidak sejalan dengan ajaran kelompok tertentu? Paradoks-paradoks seperti ini yang menimbulkan sifat yang paranoid terhadap suatu ajaran. Dengan timbulnya sifat paranoid itu, akan menimbulkan sifat Qutbisme. Qutbisme secara harfiah pandangan yang merasa paling benar dan merasa paling saleh.
Dua Karakter Paham Qutbisme
Selain itu, Qutbisme berelevansi dengan Sayyid Qutb yang memberikan pandangan-pandangan yang menghasut umat Islam melawan pemerintah yang dianggap kafir dan thaghut.
Qutbisme memiliki dua karakteristik yang menonjol; pertama, kepongahan yang terbit karena seseorang merasa telah memegang kebenaran mutlak.
Kedua, self-righteousness yaitu perasaan paling saleh sendiri dan semua orang dianggap dalam lorong kesesatan dan karena itu perlunya diselamatkan.
Dua karakteristik inilah yang ada di tengah-tengah masyarakat kita saat ini. Karakteristik kepongahan, terbit karena merasa telah mendapatkan kebenaran secara mutlak.
Kebenaran yang mana mereka anggap sebagai kebenaran mutlak? Kebenaran mutlak yang dimaksudkan di sini adalah kebanaran agama yang mutlak dan tidak boleh untuk diganggu-gugat.
Jika menganggap kebenaran agama itu mutlak, akan timbul pengkristalan terhadap ajaran agama. Dengan begitu, mengkibatkan umat muslim terjerembab dalam intelektual suicide yang selalu mengakar kepada ajaran ulama terdahulu.
Padahal, perlunya tinjauan ulang dan kritis terhadap ajaran ulama terdahulu tujuannya agar relevan dengan apa yang terjadi saat ini. Dengan begitu, selain dari berdasarkan kepada tekstual yang didapatkan dari ulama terdahulu, tentunya juga merujuk kepada kontekstual yang sesuai pula dengan keadaan saat ini. Sehingga, adanya pembaharuan yang didasarkan kepada ajara ulama terdahulu.
Ulama yang Rentan Terjangkit Paham Qutbisme
Penulis menaruh kecurigaan adanya indikasi keikutsertaan ulama di dalam karateristik self-righteousness. Karena masyarakat saat ini butuh seorang pemimpin, seorang yang bisa dianut, seorang yang paham akan agama, dan seorang yang tau hukum agama.
Namun, adanya suatu tindakan-tindakan propaganda yang tidak sesuai, melakukan penggiringan narasi masyarakat awam menuju suatu kesalah pahaman terhada ajaran yang diberikan agama.
Dampak Qutbisme
Propaganda seperti ini akan menggiring narasi kepada ajaran-ajaran radikalisme. Contohnya saja yang terjadi beberapa minggu lalu serangan bom di Katedral Makassar dan serangan terhadap Kapolres yang berada di Jawa Barat.
Adanya dorongan seperti yang tertera dalam bukti sepucuk surat yang hampir sama dengan pelaku Bom di Makassar, memperkuat bahwa ajaran-ajaran radikalisme tersebut, yang sebetulnya dilakukan doktrinasi terhadap masyarakaat yang tidak begitu paham agama.
Terlebih lagi, adanya ormas yang dibubarkan dan penangkapan besar-besaran yang dianggap telah melakukan doktrinasi ajaran radikalisme kepada masyarakat awam.
Dari Analisa sosial yang dijelaskan, dapat diketahui bahwa paham Qutbisme dapat menyebabkan intelectual suicide dan yang berujung pada sikap radikalisme. Targetnya tidak lain adalah masyarakat awam yang belum sepenuhnya mengetahui ajaran agama Islam secara menyeluruh.
Upaya Membendung Paham Qutbisme
Upaya yang dapat dilakukan bagi kita sebagai masyrakat awam agar terhindar dari sifat Qutbisme yang merujung kepada radikalisme adalah berupaya agar tidak merasa yang paling benar, dan tidak bersifat eksklusif.
Penulis mengutip pertkataan Cak Nun yang mengatakan modal utama dalam beragama adalah akalmu yang terlebih didahulukan.
Maka dari itu, berpikir secara rasional dalam beragama tentunya boleh dilakukan agar tidak fanatik terhadap suatua ajaran agama.
Selain itu, dalam mendapat informasi. Filterisasi perlu dilakukan agar mampu membedakan yang mana yang haq dan batil dalam menerima informasi yang belum pasti yang disampaikan akan kebenaran.
Peran pemerintah juga begitu penting dalam menangkal radikalisme. Bukan hanya pemerintah, Â akan tetapi peran dari semua orang seperti akademisi, kiai, dan ulama-ulama yang paham betul akan agama, juga berpengaruh. Maka dari itu, mari kita sama-sama berupaya melindungi diri kita hingga orang-orang terdekat agar tidak terjerembab dalam radikalisme serta kebih kritis terhadap suatu ajaran berbasiskan agama.
Editor: Yahya FR