Perspektif

Pancasila Bukan Milik Yudian

3 Mins read

Hari-hari terakhir meja diskusi publik berisi kontroversi pernyataan Kepala BPIP, Yudian Wahyudi. Yudian tampak benar-benar serius dengan pernyatannya, seserius publik menanggapi. Kita memang bangsa yang suka kagetan, sekaget BPIP melihat fenomena radikalisme di publik.

Prof Yudian benar-benar dicecar argumentasi publik, dari kalangan politisi, akademisi, lebih-lebih lagi kaum agamawan. Dari segala argumentasi yang menebar, tampak Haedar Nashir memberikan argumentasi lebih hangat, “Nilai-nilai Pancasila secara organik telah tumbuh hidup dalam kesadaran, alam pikiran dan laku bangsa Indonesia yang beragama dan bekebudayaan luhur.

Kelahiran Pancasila merupakan serapan dari seluruh kearifan bangsa sehingga diterima semua kalangan dan menjadi konsensus nasional yang niscaya. Karenanya jangan jadikan Pancasila menjadi ideologi ekstrem dan dipertentangkan dengan agama dan kebudayaan bangsa”, demikian ujar beliau, menyentil, menyadarakan sekaligus mencerahkan.

Kelahiran  BPIP dan Peringatan Dari Cak Nur

BPIP adalah singkatan dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila yang dibentuk Presiden Joko Widodo berdasar kepada Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Pancasila.

Maksud keberadannya sebenarnya ialah demi membantu Presiden untuk merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan dan melaksanakan penyususnan dan standarisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelarihan dan serta memberikan reomendasi berdasarkan hasil kajian mengenai kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila.

Kelahiran BPIP memang mengundang kontroversi, beberapa kalangan merasa tidak ada alasan yang mendesak untuk membentuk BPIP. Lebih-lebih lagi soal gaji yang begitu fantastis, ada juga yang melihat bahwa keputusan pembentukan badan tersebut sebagai reakasi gegabah atas maraknya radikalisme-ekstrimis. Belum lagi antitesis bahwa keberadaan badan ini berpotensi menjadikan negara otoriter sebab memegang tafsir sepihak atas Pancasila.

Baca Juga  Memelihara Solidaritas Antaragama dengan Pancasila

Namun dalam kontroversi pembentukan itu, jauh hari, nampaknya sangat biijak untuk mengingat kembali pesan Nurcholis Madjid dalam buku Tradisi Islam (2008)  mengenai pancasila. Beliau berujar “Pancasila juga tidak mengizinkan adanya badan tunggal yang memonopoli hak untuk menafsirkannya.

Sebagaimana dalam contoh-contoh masyarakat totaliter seperti negara komunis selalu menjadi sumber manipulasi ideologis dan menjadi agen yang selalu siap membenarkan praktek-praktek kekuasaan yang sewenang-wenang dan zalim” beliau melanjutkan argumentasinya bahwa otoritarianisme dalam sejarah selalu dimulai oleh seseorang atau sekelompok orang yang mengaku sebagai pemegang kewenangan tunggal di suatu bidang ideologi politik.

Saya meihat keserasian pendapat antara pak Haedar dan Cak Nur; paling tidak untuk menyimpulkan bahwa ideologi Pancasila, betapapun telah disepakati sebagai dasar negara tidak dapat menjadi ideologi ekstrem.

Jika demikian adanya, pintu negara otoritarianisme baru saja menggelar dihadapan negara. Kita tidak bisa seenak kata ingin membubarkan BPIP, tetapi tafsir tunggal dan dampak bagi kebijakan otoriter adalah hantu yang mesti dijaga, tidak boleh ada pihak yang mendaku diri paling pancasilais di negeri ini.

Pancasila Bukan Milik Yudian

Semenjak menjabat sebagai Rektor di UIN Sunan Kalijaga Prof Yudian memang terkenal dengan pernyataan dan sikapnya yang kontroversil. Namun dalam  konteks pernyataannya soal agama dan pancasila, saya memahami betul niat mulia yang ingin diterangkan oleh Pak Yudian.

Meski demikian, kebenaran dibalik argumentasi kontroversilnya tak sekehendak bebas diucapkan oleh seorang Kepala BPIP yang diharapkan mampu mengucapkan argumentasi yang sejuk dan menenangkan. Terakhir, Yudian kembali menuai kontroversi sebab niatnya untuk sosialisasi Pancasila melalui tiktok. Ini adalah kebijakan yang inovatif, melek teknologi, juga lucu.

Jika dibandingkan dengan kapasitas saya, saya mungkin merasa lebih inferior mengenai pemahaman pancasila dibanding Yudian, namun sungguh beliau bukan pemilik Pancasila. Pancasila adalah ideologi terbuka yang karenanya saya dan setiap orang berhak untuk menafsirkannya.

Baca Juga  Muhammad Ali: Amin Abdullah adalah Model Pemikir Muslim Progresif

Ia adalah dasar yang dinamis dan selalu membutuhkan tafsir dan penyesuaian dengan konteks zaman meski persoalan perumusan formalnya bukanlah lagi diskursus yang mesti diperdebatkan terlalu panjang.

Saya tidak akan mengusulkan Pak Yudian untuk mundur dari jabatannya, tapi reaksi publik akhir-akhir ini menunjukkan betapa tokoh publik harus benar-benar menjaga diri dan ucapannya. Kontradiksi agama dan pancasila sangat baik untuk diulas di ruang kampus, namun UIN sesungguhnya bukan Indonesia, pun dalam kapasitas ini pak Yudian tidak dipandang sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga.

Akhirnya, dalam negara yang menganut sistem demokrasi sebagaimana Indonesia dan dalam geliat perbincangan publik, akal budi dan kebijaksanaan menangkap informasi adalah niscaya sebabagai jalan untuk mempertahankan subtansi nilai demokrasi, juga pancasila.

Akal budi inilah pula yang akan menuntun kita untuk memahami dan mengintretasikan dasar pancasila dengan elok dan bijaksana. Badan negara sekalipun, tak boleh sekehendak bebas mendaku diri pancasilais lalu menuduh orang dan atau kelompok lain sebagai tidak pancasilais. Pancasila bukan milik Yudian, namun kita bukan para demagog yang menangkap pernyataan ini demi mengaduk emosi rakyat. Selalu dibutuhkan kebijaksanaan untuk memandang masa depan bangsa dalam ruh pancasila yang bijaksana.

Terakhir, terima kasih kepada Prof Yudian yang telah menggelar diskurus sepanjang ini. Ini adalah bagian lain dari pelajaran betapa memaknai pancasila adalah hal yang niscaya bagi kita sebagai bangsa. Ditunggu tiktoknya Pak Yudian.

Editor: Yahya FR
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds