Gerakan reformasi Islam pada awal abad ke-20 yang berbasis di Langgar Kidul mendapat perlawanan dari para ulama tradisional di Kampung Kauman. Tetapi berkat kegigihan dan kesabaran Kiai Dahlan, mereka yang sebelumnya menentang keras justru berbalik menjadi pengikut setia Muhammadiyah. Bahkan, beberapa nama yang sebelumnya menentang keras justru mendapat posisi strategis dalam sejarah Muhammadiyah. Berikut ini beberapa ulama penentang gerakan Kiai Dahlan di Kauman yang menjadi pengikut setianya.
Kiai Ahmad Badawi, Jadi Pengikut Setia
Kiai Ahmad Badawi, seorang ulama muda di Kauman yang terkenal dan berpengaruh di kalangan generasi muda pada waktu itu. Ia sebenarnya keponakan Kiai Dahlan. Karena belum sevisi dengan sang paman, Kiai Ahmad Badawi menentang gerakan ini dengan jalan mengarak pemuda-pemuda untuk mengolok-olok Kiai Ahmad Dahlan.
Ternyata, cara tersebut tidak membuahkan hasil. Kiai Ahmad Badawi yang ahli dalam Ilmu Fikih, Ilmu Falak, dan Ilmu Hisab mengajak Kiai Ahmad Dahlan berdebat. Perdebatan tersebut disaksikan langsung oleh generasi muda pengikut masing-masing. Konon perdebatan berlangsung sejak dari Isa hingga jam 01.00. Pada saat itulah, Kiai Ahmad Badawi akhirnya menerima pemikiran Kiai Ahmad Dahlan. Dan sejak itulah Kiai Ahmad Badawi bersama pengikut-pengikutnya menyatakan bergabung dalam gerakan reformasi Islam menjadi pengikut setia Kiai Dahlan.  Â
Kiai Basyir, Bergabung Muhammadiyah
Kiai Basyir, seorang ulama Kauman yang terkenal ahli hukum Islam dan hafal al-Qur’an. Dia menentang gerakan reformasi Kiai Ahmad Dahlan. Setelah pulang dari Pesantren Tebuireng, Jombang, dan melihat di Kauman ada gerakan reformasi Islam, ia kemudian kembali lagi ke Tebuireng untuk berkonsultasi dengan Kiai Haji Hasyim Asy’ari. Kiyai Basjir mengatakan bahwa di Kauman ada ulama anti madzhab, yaitu pamannya sendiri, Kiai Ahmad Dahlan.
Kiai Basyir mendapat jawaban dari Kiai Haji Hasyim Asy’ari bahwa Mas Dahlan adalah sahabat sekamar ketika mondok di Pesantren Kiai Saleh Darat di Semarang. Menurut Kiai Hasyim Asy’ari, Mas Dahlan terkenal saleh dan konsekuen dalam menjalankan al-Qur’an, sementara Kiai Basyir sendiri hanya dapat menghafal al-Qur’an. Jawaban dari Kiai Haji Hasyim Asy’ari tersebut rupanya mengubah sikap Kiai Basyir dan kemudian ia masuk ke dalam lingkungan gerakan tajdid menjadi pengikut setia Kiai Dahlan.
Di samping dua ulama penentang tersebut, ada juga beberapa ulama penentang yang tidak mau berdebat, tetapi tetap pada pendirian melaksanakan agama Islam menurut tradisi lama dengan mengembangkan pesantren masing-masing di Kauman. Meraka antara lain adalah KH Muchsen, KH Noer, dan KH Abdurrahman. Pesantren KH Noer dapat bertahan menghadapi gerakan reformasi Islam, sedangkan pesantren KH Muchsen dan KH Abdurrahman tenggelam bersama dengan wafatnya kedua ulama itu.
Sumber: buku Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah karya Ahmad Adaby Darban (2010). Pemuatan kembali di www.ibtimes.id lewat penyuntingan
Editor: Arif