Falsafah

Paradigma Ekosentris Solusi untuk Permasalahan Ekologi

3 Mins read

Kondisi lingkungan global yang kian memburuk tidak lepas dari berbagai masalah lingkungan. Mulai dari sampah, penebangan pohon, serta polusi udara akibat aktivitas industri atau transportasi sebagai penyebab utama krisis lingkungan. Adapun prinsip dasar ekologi adalah menjaga, memelihara, memanfaatkan dan melestarikan lingkungan guna kehidupan generasi mendatang.

Ekologi

Ekologi dalam KBBI adalah Ilmu tentang hubungan timbal baik antara makhluk hidup dengan kondisi lingkungannya. Dari pengertian ini bisa ditafsirkan bahwa antara alam dan manusia adalah satu kesatuan yang harus saling melengkapi dan saling menjaga. Manusia butuh alam untuk melangsungkan hidupnya dan alam butuh manusia untuk menjaganya. 

Kata ekologi pertama kali dikenalkan oleh Ernest Haeckel, seorang biolog Jerman, pada tahun 1866. Menurut Heackel ekologi adalah keseluruhan pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan total antara organisme dengan linkungannya, baik bersifat organik maupun non-organik.

Otto Soemarwoto, seorang pakar ekologi Indonesia mengatakan dalam bukunya, Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan bahwa ekologi adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya. Ia juga mengatakan bahwa permasalahan lingkungan hidup pada dasarnya adalah permasalahan ekologi.

Peran Islam

Islam merupakan agama yang berperan penting pada konservasi dan pendidikan di dalam manajemen sumber daya alam. Agama dan filsafat, dipandang menjadi dua perspektif yang mempunyai andil besar dalam membentuk berbagai pandangan tentang penciptaan alam dan juga peran manusia di dalamnya.

Di dalam agama islam sendiri banyak ayat-ayat Al-Qur’an tentang ekologi, di lihat dari manfaat Alam, cara memanfaatkan alam maupun perbuatan manusia terhadap alam sendiri. Maka sangat tidak tepat kalau ada yang mengatakan agama adalah penyebab rusaknya lingkungan. Al-Qur’an memberikan ruang pembahasan tentang pelestarian lingkungan hidup sebagai bagian dari perintah untuk mengelola bumi atas nama Tuhan yang telah dipercayakan kepada manusia.

Baca Juga  Cara Religious Studies Memandang Agama: antara Eliade dan Durkheim

Tujuan penciptaan manusia di muka bumi adalah untuk beribadah kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan apa yang ia perintahkan dan menjauhi apa yang dilarangnya. Ada tiga tujuan manusia di tempatkan di bumi, yaitu sebagai hamba untuk menyembah Allah SWT, sebagai Khalifah dan sebagai pembangun peradaban di bumi.

Allah SWT berfirman dalam Q.S Al Hijr ayat 19-20

وَالأرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْزُونٍ (19) وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ (20)

Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untuk kalian di bumi keperluan-keperluan hidup dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kalian sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.

Paradigma Ekosentris

Lingkungan hidup merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah Swt. kepada seluruh makhluk ciptaannya untuk dimanfaatkan dengan baik. Manusia sebagai komponen penting yang berperan dalam memanfaatkan, melestarikan, dan mengelola alam semesta. Maka manusia bertanggung jawab atas keberlanjutan ekosistem karena manusia diciptakan sebagai khalifah.

Banyak terjadi kerusakan alam adalah salah satu bukti menurunnya tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar. Bangkitnya para pemuda adalah salah satu jalan agar bagaimana alam ini kembali terjaga. Salah satunya dengan membuat komunitas-komunitas sadar alam untuk menjaga kelangsungan dan ekosistem lingkungan.

Salah satu yang menjadi penyebab menurunya semangat cinta alam adalah kurangnya pengkajian tentang ekologi khususnya di kalangan anak muda, yang kerap disapa dengan generasi milenial. Dalam hal ini perlunya menggemakan semangat dan cinta lingkungan dengan berbekal pada penafsiran-penafsiran ayat-ayat ekologi yang terdapat di dalam Al-Qur’an.

Pada tataran keilmuan, kehadiran tafsir ekologis sebagai representasi dari kajian dengan paradigma ekosentris, bukan bermaksud menjatuhkan kemapanan paradigma teosentris dan paradigma antroposentris, melainkan bermaksud untuk memperkaya khazanah keilmuan. Munculnya tafsir ekologi dengan paradigma ekosentris ini juga adalah respon dari kalangan agmamawan terhadap anggapan bahwa agama merupakan akar penyebab kerusakan lingkungan.

Baca Juga  Pengakuan dan Kebebasan

Pembahasan mengenai permasalahan lingkungan di kalangan akademisi mulai mengemuka pada sekitar tahun 1960-an. Ditandai dengan munculnya beberapa karya populer seperti karya Rachel Carson yang berjudul Silent Spring pada tahun 1962, Lynn White Jr dengan judul The Historical Roots of Our Ecological Crisis pada jurnal Science, Maret 1967, dan Tragedy of The Commons oleh Garett Hardin tahun 1968.

Kondisi lingkungan pada saat ini sedang berada dalam tahapan yang mengkhawatirkan dan sangat memerlukan perhatian serius umat manusia. Oleh sebab itu paradigma ekosentris harus tetap diusung sebagai paradigma alternatif untuk menanggapi permaslahan lingkungan.

Marilah sama-sama kita melestarikan alam ini, dengan menggunakan prespektif eko-teologi atau sering disebut teologi lingkungan. Dalam prespektif ini manusia dalam melihat permasalahan ataupun pelestarian alam dengan pendekatan ekologi-teologi, tidak hanya melihat satu sisi saja. Hingga timbul kesadaran untuk tidak berpangku tangan dalam menanggapi problematika lingkungan, berbagai upaya perlu dilakukan untuk kemaslahatan bersama agar tercipta lingkungan tempat tinggal yang layak untuk dihuni.

***

Cinta dalam sudut pandang ekologi adalah lestari dan melestarikan. Manusia hidup di muka bumi harus bertanggung jawab mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam berdasarkan asas konservasi. Hal ini dilakukan untuk mencapai kemakmuran agar dapat memenuhi kebutuhannya.

Namun demikian, berbagai bencana muncul silih berganti akibat kerusakan alam yang dilakukan oleh manusia. Hal ini terjadi karena manusia mengeksploitasi lingkungan tanpa memperhatikan kelestarian dan keseimbangannya. Karena itu seluruh manusia terus mencari solusi secara kolektif guna mengatasi krisis ekologi ini.

Kemampuan teknologi, analisis-analisis geografi dan iklim terus digalakkan sebagai cara menemukan solusi yang efektif untuk mengatasi krisis lingkungan.

Editor: Nabhan

Rahmat Balaroa
3 posts

About author
Mahasantri Pondok Shabran UMS Mahasiswa Ilmu Al Qur'an dan Tafsir UMS
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds