Saya sedikit tertegun ketika melihat seorang sahabat yang bercerita bahwa dia baru saja “diajari” cara menggunakan aplikasi paylater oleh seorang mahasiswa magang di kantor kami. Sebenarnya saya juga tahu aplikasi tersebut, tapi hanya sebatas tahu saja dan belum tertarik untuk menggunakannya. Dan faktanya, memang saat ini para generasi milenial sudah tak asing lagi dengan aplikasi semacam ini, yang katanya mempermudah mereka.
Paylater yang Mempermudah
Banyak penyedia jasa e-commerce yang menawarkan fitur paylater ini. Aplikasi ini semacam kartu kredit tapi yang dipermudah. Mengapa dipermudah? Bisa dibilang fitur paylater jauh lebih praktis, syaratnya ringan, pendaftaran dan pengaktifannya lebih cepat daripada kartu kredit.
Pada umumnya, syarat yang dikehendaki oleh penyedia jasa ini adalah menyediakan KTP serta foto diri saja lalu mengisi form aplikasi. Dan hanya sesederhana itu. Dan seiring tingginya limit pinjaman maka pihak penyedia jasa juga mewajibkan persyaratan yang lebih banyak.
Namun pada intinya sama, mudah dan sederhana. Pilihan waktu cicilan pun juga bervariasi, bisa 1 bulan sampai 12 bulan. Bunga pinjaman yang ditawarkan juga bervariasi, berkisar 0-4,78% bergantung jumlah pinjaman. Bunga ini belum termasuk denda keterlambatan.
Bayangkan, kita bisa berlibur atau membeli barang yang kita inginkan saat itu juga, walaupun kita sedang tidak memiliki uang. Tinggal duduk, menyentuh layar handphone lalu menunggu kurir mengantarkan barang yang kita inginkan.
Ada lagi keuntungan yang ditawarkan oleh pihak e-commerce agar pengguna mau menggunakan aplikasi paylater ini. Apalagi adanya promo khusus, baik dalam bentuk cashback atau harga spesial bagi pengguna paylater yang tidak didapatkan oleh pengguna yang menggunakan sistem pembayaran tunai.
Bisa dibayangkan betapa di zaman sekarang kita begitu dimudahkan untuk berhutang. Ditakutkan, pembeli yang awalnya tidak ada niatan untuk berhutang dan memiliki kemampuan untuk membayar tunai akan beralih menggunakan fitur paylater ini. Bisa dibayangkan dahsyatnya godaan berhutang ini
Teknologi, seperti hal lain di dunia ini, selalu memiliki dua sisi mata uang. Teknologi pada awalnya selalu diniatkan untuk mempermudah urusan manusia. Begitu juga dengan adanya e-commerce dan uang digital atau e-money.
Niat awal kemunculannya adalah memberi kemudahan bagi penjual maupun pembeli untuk melakukan aktivitas jual beli. Pembeli diberi kemudahan untuk melakukan transaksi. Dengan semua bisa dilakukan melalui handphone, mulai dari memilih barang sampai pembayaran.
Salahkah Melakukan Hutang?
Seingat saya zaman dahulu, di era orangtua kita keputusan untuk berhutang adalah keputusan yang besar. Biasanya berhutang diperuntukkan untuk hal yang benar-benar penting dan mendesak. Namun bila menilik fitur paylater ini, berhutang bisa dilakukan untuk hal yang bisa dianggap remeh.
Apakah salah ketika kita berhutang? Setahu saya dalam Islam tidak ada larangan untuk berhutang, dengan kata lain berarti kita boleh berhutang. Namun, Islam pun menganjurkan untuk berlindung dari hutang.
Melalui lisan Rasulullah yang mulia, Allah meminta hambaNya berlindung dari hutang: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keluh kesah dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat penakut dan kikir, dari lilitan hutang dan penindasan orang.” (HR. Bukhari).
Hal ini menandakan bahwa hutang memang sesuatu yang sebaiknya kita hindari. Mirisnya, fenomena yang muncul saat ini betapa kita sangat dimudahkan untuk berhutang, bahkan di usia belia. Aplikasi ini memang lebih familiar di kalangan milenial yang memang memiliki gaya hidup yang sangat dekat dengan teknologi.
Karenanya, literasi finansial untuk milenial sudah seharusnya digalakkan. Jangan sampai milenial hanya pintar menggunakan aplikasinya, tapi tak bijaksana dalam penggunaannya. Kurikulum mengenai literasi finansial kini sudah mulai dikenalkan untuk anak usia sekolah. Dan sudah seharusnya, seiring bertambahnya usia, kemampuan dalam pengeloaan uang juga meningkat.
Salah satu indikator seorang muslim ketika dikatakan telah sempurna akalnya adalah kecakapan dalam pengeloaan keuangan. Alquran telah menerangkan dalam surat an-Nisa ayat 5:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
Fasilitas Menuju Boros dan Riba
Di sisi lain lagi, kemudahan dalam berhutang ini bisa mendorong milenial untuk terjebak dalam pola hidup boros. Bagaimana tidak, segala keinginan begitu difasilitasi. Keinginan yang bukanlah kebutuhan. Diperlukan kebijakan dalam mengelola keuangan, apalagi bagi milenial yang masih single, dengan kata lain belum memiliki tanggungan keluarga.
Bisa dipastikan kemudahan dalam fitur paylater ini akan mengakomodir gaya hidup yang konsumtif. Alquran pun menyebutkan bahwa sifat boros adalah sifat yang tercela: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. al-Isro’: 26-27).
Termasuk perbuatan boros (tabdzir) adalah apabila seseorang menghabiskan harta pada jalan yang keliru. Sebaiknya pembelian barang yang kita lakukan benar-benar bermanfaat, bukan yang dicari-cari manfaatnya, atau dicari pembenaran untuk pembeliannya.
Belum lagi ketika kita membahas riba. Layaknya sistem pinjaman pada umumnya, fitur paylater ini juga menyertakan bunga di setiap permohonan pinjaman. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa bunga pinjaman yang ditawarkan bervariasi berkisar 0-4,78% bergantung jumlah pinjaman.
Padahal Allah telah mengharamkan riba seperti tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 275: “Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. Namun kini jual beli justru malah dibumbui dengan riba. Riba yang secara halus dan perlahan mulai memasuki kehidupan para milenial.
Lengkap sudah “racun” yang ditawarkan oleh fitur paylater ini: pemborosan dan riba. Memang benar kiranya nasihat kakek Peter Parker si Spiderman itu, “With The Bigger Power Comes The Bigger Responsibility”. Teknologi tak hanya memberi memberi kekuatan lebih kepada kita tapi juga membawa tanggung jawab yang lebih besar pula untuk kita.
Editor: Rifqy N.A./Nabhan