Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas)
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap tanggal 2 Mei. Setiap peringatan Hardiknas pula, variasi aspirasi dan ekspresi publik beraneka warna menyoroti isu dan masalah pendidikan yang tidak pernah habis di negeri tercinta. Tentu tanpa menafikan progres atau kemajuan yang sudah diraih.
Setahun lebih sudah kontak interaksi siswa dan guru serta kohesifitas warga sekolah dibatasi karena pandemi Covid-19 yang juga belum berakhir. Tulisan singkat berikut mencoba menggali perspektif personal penulis berkaitan dengan momentum Hardiknas Tahun 2021 dengan isu belajar dan pandemic Covid-19.
Rindu Suasana Sekolah Sebelum Covid-19
Kerinduan akan bersekolah dengan interaksi belajar normal semakin menggebu, membayangkan kelas-kelas yang sudah kosong hampir setahun lamanya, riuh rendah suasana belajar di kelas, dan gelak canda tawa di sekolah di antara sesama teman sekolah, kini menjadi hal yang semakin dirindukan.
Tak aneh rasanya tuntutan dan keinginan sebagian orang tua siswa yang ingin agar pembelajaran tatap muka kembali diadakan. Walaupun hal tersebut masih belum dapat dilakukan mengingat grafik pandemi yang belum melandai dan juga bagian dari antisipasi penyebaran Covid-19 yang terus bergerak.Â
Saat ini, ramai dan trending, meme di medsos dan grup Whatsapp. Meme yang membandingkan keramaian (crowd) masyarakat sedang ramai belanja, pasar, tempat wisata, dan mall yang mulai secara perlahan dibuka dengan terbatas.
Ada kecemburuan mengapa sekolah belum juga dibuka? Sementara tempat tempat publik lainnya sudah mulai dibuka.
Tentunya bukan sebuah komparasi yang pas ketika kerumunan tempat-tempat publik yang mulai dibuka dengan sekolah yang masih ditutup (pembelajaran tatap muka).
Sekolah sebagai sebuah insitusi Pendidikan, mempunyai spektrum perspektif tersendiri sebagai sebuah lembaga pendidikan, bukan tempat publik yang sifatnya ekonomis, wisata dan bebas mobilitasnya.
Sekolah yang Dibatasi
Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan “dibatasi secara ketat” oleh regulasi yang melibatkan banyak faktor atau unsur stakeholders yang berkaitan secara sistem.
Sekolah sebagai sebuah sistem “terikat” baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertical, sekolah memiliki regulasi yang harus dipatuhi secara perundang-undangan dan mengikat, dan secara horizontal terikat dengan reputasi dan tanggung jawab kepada unsur keluarga dan masyarakat.
Sebuah sekolah yang coba-coba memaksakan untuk melakukakan pembelajaran tatap muka, harus benar-benar siap secara aturan protokol kesehatan baik secara aturan internal maupun eksternal.
Tidak mudah memang antisipasinya, implementasi protokol kesehatan yang ketat dan baik di sekolah, belum menjamin siswa untuk juga patuh ketika di luar sekolah, berkendara, bermain, dan berinteraksi bersama teman sekelasnya dan mobilitasnya yang tidak dapat dipantau secara maksimal untuk mencegah terpapar Covid-19.
Penguatan Literasi Digital
Dalam kondisi pandemi yang menyebabkan pertemuan tatap muka masih belum dapat dilakukan, maka pembelajaran secara daring (online), virtual adalah sebuah keniscayaan.
Tantangannya adalah, guru dan siswa dituntut untuk lebih melek literasi digital (digital literacy). Ruang-ruang kelas virtual akan semakin terbuka dan interaksi virtual pun akan semakin intens.
Di sinilah peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan evaluator proses pembelajaran harus dapat dilaksanakan. Secara data internet, netizen Indonesia sudah cukup besar cakupannya (coverage) berkaitan dengan akses internet dan juga media sosial, tinggal bagaimana guru melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran secara virtual dengan tetap memperhatikan tiga ranah pembelajaran: kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pembelajaran Harus Tetap Dimaksimalkan
Keberhasilan pembelajaran di masa pandemi tentunya tidak akan sama dengan kondisi pembelajaran dalam kondisi normal. Bagaimanapun, the show must go on.
Pembelajaran dan proses pendidikan tidak boleh berhenti, harus terus dilanjutkan, dengan melakukan adaptasi dan inovasi pembelajaran dengan menguasai platform pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran.
Siswa yang belajar di tahun pelajaran 2019/2020 dan 2020/2021 hingga saat ini adalah mereka yang terdampak efek penyebaran pandemi Covid-19. Sehingga boleh dikatakan mereka adalah siswa “produk” di masa pandemi.
Namun demikian, semoga para pendidik tetap dapat melaksanakan tugas mendidik dan transformasi ilmu pengetahuan dan motivasinya dengan baik dan maksimal, walau hanya lewat interaksi virtual (tatap maya), bukan tatap muka.
Editor: Yahya FR