Remaja, melambangkan nama yang dipakai dalam jenjang pertumbuhan anak. Umumnya remaja awal berada pada kisaran antara 12-15 tahun, remaja pertengahan antara 15-18 tahun, dan remaja akhir antara 18-21 tahun.
Masa remaja adalah masa pengembangan baik secara mental maupun fisik. Masa remaja juga merupakan masa-masa yang sangat pas untuk menjadi bibit kader penerus bangsa. Seperti ujar bung Karno suatu ketika dalam sebuah pidatonya, “…beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncang dunia!”
Perlu sekali bagi para remaja saat ini untuk terus membangun motivasi-motivasi. Untuk memunculkan ide-ide inovatif bagi masa depan negeri ini ke depannya nanti.
Dahulu, ketika para pejuang NKRI hidup di zaman kolonial, keadaan bangsa kita sangatlah menderita. Berbeda dengan hari-hari ini. Dahulu, remaja merupakan aset suatu bangsa, sebagaimana isi pidato bung Karno di atas.
Dengan lantang dan semangat, Bung Karno dengan mahirnya berpidato membakar semangat para pemuda-pemudi. Sehingga tergerakkan jiwa-jiwa pejuang mereka, untuk melakukan perjuangan, membangun semangat pergolakan, dan bersama-sama mengusir para penjajah meski nyawa sebagai taruhannya.
Menengok Kekuatan Para Pemuda Tempo Dulu
Bukti bahwa pemuda merupakan alat pergerakan yang dahsyat, dapat kita lihat dari para tokoh-tokoh muda para pejuang kemerdekaan. Kita ambil contoh sosok pemuda dari tanah Pandan Gang, Suliki, Sumatera Barat. Ialah Ibrahim, atau yang sering kita dengar dengan panggilan Tan Malaka.
Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka adalah nama sekaligus gelar yang disandang olehnya sebagai seorang tokoh pemuka adat di kampung halamannya. Ia dipercaya dan diangkat sebagai tokoh pemuka adat sebelum berusia 17 tahun.
Kecerdasannya ketika bersekolah di Bukittinggi, membuat guru sampai dengan masyarakat di kampungnya mempercayai dan membantunya. Untuk kemudian meneruskan studinya ke Belanda. Tidak heran, dengan usaha seorang Tan Malaka, pada masa mudanya dapat mencapai prestasi itu.
Belum lagi, kontribusinya terhadap negara Indonesia selepas studinya di Belanda dan setelah berkali-kali keluar masuk bui di manca negara. Maka dia dikenal sebagai Bapak Revolusi Indonesia dengan konsep pemikiran yang dimilikinya.
Kontribusi Muda-Mudi Zaman Nabi SAW
Sosok pemuda maupun pemudi sangatlah penuh wibawa. Wibawa dalam arti kecerdasan dan peluang untuk meluaskan ilmu pengetahuannya, juga keberaniannya dalam menghadapi resiko-resiko dari perbuatan yang dilakukannya.
Ada banyak pemuda yang sangat penting perannya pada zaman Nabi Muhammad SAW. Salah satunya ialah proses penulisan wahyu yang ditunjuk oleh rasul kepada salah satu pemuda sahabat beliau. Sebutlah ia Zaid bin Tsabit.
Al-Qur’an misalnya. Kitab suci umat Islam yang mana shahih likuli az-zamaan, pedoman bagi umat manusia, petunjuk untuk orang-orang yang bertakwa. Memang, sekilas melihat mushaf al-Qur’an yang biasa kita gunakan, atau yang sering kita lihat di rak-rak yang ada di masjid, seperti kitab-kitab yang lain pada umumnya.
Tapi jika ditinjau dari segi sejarah dan keilmuan, sungguh al-Qur’an tiada tandingannya baik dari segi susunan diksi maupun sastranya. Karena sejak awalnya, al-Qur’an itu sendiri bukanlah bagian dari syair maupun seni literatur lainnya. Melainkan sebagai kitab suci umat muslim, dan diturunkan dalam bahasa Arab agar dapat dimengerti dan dipahami.
Zaid bin Tsabit, Pemuda Penerjemah Rasul
Adapun, di balik sejarah monumental al-Qur’an; ada peran kontribusi pemuda dalam proses penulisan wahyu Allah ini di atas suhuf pada kala itu. Sebutlah ia Zaid bin Tsabit, yang kala itu belum genap 13 tahun usianya. Ia ikut berada di tengah-tengah para pasukan yang sedang bersiap-siap sebelum menghadapi perang Badar. Dengan membawa sebilah pedang yang sedikit lebih panjang dari tubuhnya.
Zaid bin Tsabit siap untuk melindungi Rasulullah dan ikut menyertainya dalam peperangan Badar yang akan dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW. Namun sayangnya, Nabi SAW tidak memperkenankannya untuk ikut menyertai Nabi dalam peperangan tersebut.
Tak gentar semangat, remaja satu ini selain memiliki keberanian yang tinggi, juga memiliki kecerdasan dalam menghafal. Dan bisa menggunakan beberapa bahasa. Zaid bin Tsabit pada saat itu telah hafal 17 surah. Dan tidak hanya itu, ia juga dapat membacanya dengan lancar dan fasih. Apabila ia membaca ayat azab, maka serasa terbawa dengan apa yang dimaksud al-Qur’an tersebut.
Kemudian dari pada itu, ibunya mendatangi Rasulullah untuk menyampaikan kelebihan yang dimiliki oleh anaknya agar dapat menyertai Rasulullah SAW. Kemudian ia dites oleh Rasulullah SAW.
Zaid kemudian diizinkan oleh Rasulullah untuk menjadi penerjemah beliau karena kemahirannya dalam beberapa bahasa. Seperti bahasa Ibrani yang mana sering digunakan dalam surat menyurat oleh bangsa Romawi; agar dapat diterjemahkan oleh Zaid supaya rasul tahu maksud dari surat yang disampaikan untuknya. Itulah Zaid bin Tsabit. Selain menjadi penerjemah Rasul, ia juga menjadi penulis wahyu.
Pemuda sebagai Aset Bangsa dan Negara
Sungguh mulia sosok pemuda Zaid bin Tsabit ini. Selain pintar berbahasa pada usia 17 tahun; ia juga menjadi seorang yang Allah beri kelebihan untuk menghafal dan memahami al-Qur’an dengan baik selain Rasulullah. Dan menjadi rujukan bagi para sahabat, dalam memutuskan suatu perkara fikih jinayat dan lain sebagainya, yang berkaitan dengan al-Qur’an.
Setelah kepergian Rasulullah, ia juga ikut dalam memutuskan siapa yang berhak menjadi pengganti Rasulullah. Menjadi khalifah yang bertugas, menjadi imam dan khatib shalat jum’at berjamaah, dan tugas-tugas yang lainnya.
Itulah beberapa contoh pemuda yang sangat memotivasi kita. Dengan mengenal baik semangat mereka dalam berjuang menuntut ilmu, mengorbankan nyawa demi membela agama serta bangsa dan negara. Perlu sekiranya menjadi perhatian lebih bagi para orang tua dan anak-anaknya saling support satu sama lain; dalam mengembangkan potensi yang ada pada diri remaja-remaja milenial ini.
Agar kelak, dapat berguna di masyarakat luas, terhindar daripada penyimpangan sosial, juga menjadi aset bagi bangsa dan juga negara. Dalam rangka bersama-sama memperbaiki peradaban Islam yang mulai pudar lagi memperkuat ukhuwah Islamiyyah, menjadi muslim yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Editor: Zahra/Nabhan