Sistem Basis Data – Tahun sudah berganti, namun pandemi Covid-19 masih menyelimuti Indonesia. Peningkatan kasus terus meningkat, terlebih saat libur panjang akhir tahun. Hingga 7 Januari 2021 terdapat 797.723, sembuh 659.437, dan meninggal 23.520. Sejak adanya pandemi ini, masyarakat menjadi familiar dengan data kasus covid-19.
Selain itu, kini pemerintah juga menjadi lebih peduli terkait pentingnya sistem basis data selama menghadapi pandemi ini. Hal ini ditunjukkan dengan itikad baik pemerintah membangun satu data tentang perkembangan kasus Covid-19. Meskipun demikian, BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengakui, Kemenkes tidak terbuka menyampaikan data terkait kasus Covid-19 di Indonesia dan data pemerintah pusat dari Kemenkes berbeda dengan yang sistem basis data yang disampaikan oleh pemerintah daerah.
Pandemi ini juga berdampak pada aktivitas ekonomi masyarakat, sehingga pemerintah melakukan pemberian bantuan sosial (bansos) untuk yang tidak mampu dan masyarakat terdampak. Namun, proses penyaluran bansos menuai banyak protes dan pengaduan dari masyarakat.
Tantangan Sistem Basis Data di Waktu Covid-19
Ketua Ombudsman RI menyampaikan telah menerima pengaduan terkait permasalahan pelayanan publik dari dampak wabah Covid-19 sebanyak 81,37% dari seluruh aduan merupakan permasalahan penyaluran bansos. Permasalahan penyaluran bansos yang diadukan kepada Ombudsman RI di antaranya terkait: penyaluran bantuan yang tidak merata, baik dalam hal waktu, sasaran/masyarakat penerima maupun wilayah distribusi.
Selain itu, masyarakat yang kondisinya lebih darurat lapar tidak terdaftar dan sebaliknya, ada yang terdaftar tapi tidak menerima bantuan. Dan ada yang tidak dapat menerima bantuan di tempat tinggal karena KTP pendatang. Hal ini karena pendataan bansos yang tidak tertata rapi dan tidak menggunakan verifikasi data.
Ternyata tidak hanya terkait permasalahan sistem data, namun dana bansos yang dikorupsi oleh Mensos langusng dengan jumlah yang fantastis. Hal ini menambah luka warga semakin parah, tak hanya beban ekonomi namun juga beban mental warga yang juga terlukai oleh perilaku tak terpuji.
Sistem Basis Data Strategis pada Waktu Khalifah Umar
Coba sejenak kita belajar kembali sejarah Islam saat kepemimpian Umar bin Khathab yang dikatakan sebagai masa keemasan bagi umat Islam dalam periode khulafaur rasyidin. Kita bisa melihat dari bagaimana cara khalifah Umar mengelola harta baitul mal untuk kesejahteraan rakyatnya. Pengumpulan data dan informasi untuk pengambilan keputusan apa yang akan dilakukan merupakan salah satu keahlian khalifah Umar dalam strategi manajemen informasi.
Khalifah Umar mendirikan baitul mal yang dilengkapi dengan sistem administrasi yang tertata baik dengan membentuk diwan. Diwan adalah lembaga bagian dari baitul mal yang mengatur pemasukan serta penyaluran dana untuk pengurus tunjangan serta jaminan sosial kepada yang berhak dengan ketentuan yang sudah ditetapkan sesuai yang tertulis dalam arsip-arsip (kumpulan buku).
Adanya diwan tersebut tidak bisa dipungkiri telah memberikan kemudahan dalam mengontrol arus kas, baik pemasukan maupun pengeluaran serta menjadikan sumber pemasukan lebih terkontrol, begitu juga pengeluarannya yang dimudahkan dengan perhitungan tahunan.
Beberapa cara yang dilakukan khalifah Umar dalam mengawasi pengeluaran harta baitul mal yakni mensensus orang yang berhak mendapat gaji dan mendaftarkan namanya dalam buku tersebut untuk memastikan siapa yang sudah dan belum menerima haknya. Dengan itu, tidak ada seorang pun yang luput mendapatkan haknya disampingkan untuk menghindari memperoleh bagian yang lebih.
Dalam prinsip manajemen Islam, pengawasan tidak hanya dikenal dengan pengawasan yang bersifat eksternal yaitu pengawasan dari baik atasan atau rakyat umum terhadap orang yang diberi kepercayaan semata. Tetapi ia juga mengedepankan pengawasan internal. Pengawasan yang bersifat internal muncul dari adanya tanggung jawab seorang individu untuk bersikap amanah dan adil dalam setiap pekerjaan yang diembannya.
Pada hakekatnya, harta baitul mal adalah kepunyaan Allah. Pemerintah dan pegawainya hanya dipercaya untuk memelihara dan menyampaikan kepada yang berhak. Pengawasan internal dalam hal ini adalah menunaikan amanah merupakan kewajiban setiap muslim, bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya, melakukan evaluasi sebelum dievaluasi orang lain dan meyakini Allah senantiasa mengawasi segala aktivitasnya.
Khalifah Umar juga mengklasifikasikan pendapatan negara, supaya memudahkan distribusi penyaluran harta kaum muslimin agar tidak bercampur dengan harta-harta lainnya. Dalam pendistribusian, Khalifah Umar telah menetapkan bahwa semua harta baitul mal seluruhnya dikelola dan diditribusikan berdasarkan ketentuan syariat, pendapat dan ijtihad khalifah sebagai pemimpin untuk kemashalahatan.
***
Selama pandemi ini begitu banyak kejadian dan kebijakan baru pemerintah yang dapat diambil hikmahnya. Salah satunya terkait pentingnya sebuah data sebagai kunci dasar penentuan solusi terbaik. Data memiliki sifat sama, yaitu saling terkait satu sama lain (linked-data).
Transparasi dan integrasi data untuk pengambilan strategi penanganan Covid-19 yang cepat dan tepat itu perlu. Terlebih keberadaan big data saat ini juga menjadi tantangan pemerintah untuk mengelolanya. Data menjadi kunci untuk pemerintah untuk menentukan dan menemukan solusi dari berbagai permasalahan yang terjadi.
Sudah saatnya kebijakan yang akan diambil pemerintah harus berbasis pada data (data-driven policy) sebagai navigasi dalam bergerak. Tidak hanya tentang data kasus Covid-19 dan data penerima bansos, namun juga terkait pribadi yang senantiasa mempunyai keimanan yang kuat dan rasa takut pada Tuhannya.
Profesionalisme dan keimanan setiap individu menjadi indikator utama supaya dapat melaksanakan pekerjaan dengan jujur, adil, amanah dan bertanggungjawab. Kebijakan yang mendasarkan pada data yang baik, dianalisis dengan tepat dan dikelola oleh orang yang baik maka akan menghasilkan outcomes yang baik.
Editor: Shidqi Mukhtasor