Perspektif

Pendidikan Islam Era 4.0, Peluang Meretas Masa Depan

4 Mins read

Membicarakan masa depan di era simulakra atau hiperrealitas saat ini, tidak bosan untuk ditelaah. Kondisi kehidupan dunia yang cepat berubah dan sulit diprediksi arah perubahannya menjadi tantangan manusia.

Kita dihadapkan pada situasi ketidakpastian, juga berada dalam suatu sistem yang saling berkaitan dan terus bergerak cepat. Terkadang, situasi tersebut juga membuat kita kebingungan. Mengapa? Karena sering terjadi gagasan yang sukar didefinisikan atau memang tidak bisa didefinisikan. Inilah sekelumit realitas kehidupan yang kita hadapi saat ini.

Lantas, bagaimana kita selaku seorang muslim bersikap dalam menghadapi situasi tersebut?

Surah Al-Ashr, Metodologi Praktis Kehidupan Sehari-hari

Al-Qur’an sesungguhnya memberikan jalan dan arah ke mana seharusnya kita melangkah. Pandangan filosofis mengenai cara membangun peradaban dalam kehidupan, dapat kita telaah dalam Surah Al-Ashr : 1-3, yaitu:

“Demi waktu, sesungguhnya manusia itu dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.”

Surah ini mengajarkan kita untuk maju dan progresif dalam kehidupan dengan disertai nilai-nilai kebaikan dan akhlak yang terpuji.

Panduan Surah Al-Ashr ini harus diterjemahkan ke dalam metodologi praktis kehidupan sehari-hari. Nilai disiplin (waktu), iman, amal saleh (produktivitas), menasihati dalam kebenaran (dakwah), dan sabar (akhlak mulia) harus menjadi tata nilai untuk memandu langkah kita menghadapi dinamika globalisasi yang rentan menimbulkan problem kehidupan.

Perlu kita akui juga bahwasanya globalisasi saat ini membawa nilai-nilai baru yang justru merusak tata nilai kehidupan. Hal itu diakibatkan oleh keserakahan dan cara pandang materialisme dari manusia itu sendiri.

Sebagai orang yang beriman, kita tentu tidak menginginkan tatanan kehidupan dunia ini rusak akibat keserakahan manusia. Era globalisasi yang ditandai adanya persaingan keras untuk memperebutkan pengaruh, kekuasaan, dan ekonomi, sangat potensial menumbuhkan keserakahan dan saling menjegal satu sama lain. Fenomena inilah yang menjadi biang kerusakan tata nilai peradaban hidup manusia.

Baca Juga  Gerakan Persyarikatan Atasi Problematika Ekonomi

Karakteristik Pendidikan Islam

Ciri khas pendidikan Islam tidak lepas dari aspek tujuan, materi, metode, dan landasan/sumber pengetahuan. Secara sederhana, dapat diklasifikasikan menjadi akidah, syari’ah, dan akhlak.

Pertama, titik tekan pendidikan akidah adalah ikatan yang kuat dalam hati (kepercayaan) terhadap apa yang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Pengajaran akidah ini harus menempati urutan pertama dalam proses pendidikan. Sebab, urgensi keberlangsungan ritualitas keagamaan, baik yang bersifat transendental maupun sosial, ditentukan oleh tingkat keimanan seseorang.

Kedua, aspek syariah. Secara terminologi, syariah menurut Muhammad Ali Al-Sayis adalah “jalan yang lurus”. Syariat merupakan ketentuan/hukum Allah yang diperuntukkan bagi umat manusia, bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dimanifestasikan dalam bentuk furu’iyah (cabang) dalam realisasi materi pendidikan.

Keseluruhan dari disiplin ilmu yang ada harus berlandaskan pada asas utama, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Pun harus tetap berlandaskan pada spirit transendental, karena hal tersebut mampu menuju tujuan hakiki, yaitu optimalisasi fitrah tauhid untuk beribadah pada Allah SWT.

Ketiga, aspek akhlak menjadi kunci dalam membangun interaksi yang baik. Akhlak merupakan tingkah laku, budi pekerti, tindakan spontanitas dari anggota tubuh untuk berbuat sesuatu.

Akhlak yang mulia merupakan hasil dari iman yang sebenarnya. Pendidikan akhlak merupakan dimensi afektif dalam diri manusia, berkaitan erat dengan karakter, dan menjadi aspek pemenuhan nilai dan jiwa. Pendidikan akhlak dapat berlangsung di kehidupan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lalu, penanamannya melalui pembiasaan-pembiasaan yang baik.

Dari ketiga aspek tersebut, tergambar dengan jelas bahwa karakteristik pendidikan Islam diwujudkan untuk mengembalikan fitrah dasar manusia yang memiliki berbagai potensi. Kemudian diarahkan untuk mengeksplorasi potensi, dengan tujuan agar bisa mewujudkan eksistensi dan filosofis penciptaan manusia itu sendiri.

Baca Juga  Yang Hilang dari Pendidikan Kita: Kesadaran Kritis

Belajar dari Khalifah Ali dan Nabi Yusuf

Khalifah Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan, “Betapa bodohnya manusia, dia menghancurkan masa kini sambil mengkhawatirkan masa depan, tetapi menangis di masa depan sambil mengingat masa lalunya”.

Nasihat di atas menjadi refleksi bagi kita untuk mempersiapkan kehidupan yang baik di masa depan melalui pendidikan berkemajuan.

Strategi antisipasi untuk masa depan, kita bisa belajar pula dari Nabi Yusuf. Jalan hidup berliku yang dilalui Nabi Yusuf adalah cara Allah untuk menghebatkan masa depannya. Setelah berhasil menyelamatkan bangsanya dari kelaparan, Nabi Yusuf memahami bahwa Allah memiliki rencana besar. Rencana itu semata-mata untuk mendatangkan kebaikan melalui berbagai kesulitan yang dialami.

Kita bisa ambil pelajaran dari nasihat Khalifah Ali bin Abi Thalib dan kisah Nabi Yusuf mengenai tepatnya sebuah langkah dan suksesnya perencanaan yang strategis. Kita harus belajar arah kecenderungan, belajar dari tanda-tanda alam, merancang strategi perubahan, dan berhemat (menabung) merupakan hikmah pelajaran penting dari kisah Nabi Yusuf.

Transformasi Pendidikan Islam Berkemajuan

Tanda-tanda perkembangan zaman dan arah kecenderungan harus bisa dibaca, terutama oleh lembaga pendidikan Islam di era simulakra dan era industri 4.0/5.0 ini.

Kepentingan pendidikan Islam adalah menghasilkan generasi unggul berkualifikasi ulul albab. Ulul albab bisa kita definisikan sebagai intelektual plus, yakni memiliki kekuatan zikir dan pikir. Kekuatan tafakur dan tasyakur (istilah modern: science dan tekonologi) yang mampu hidup di tengah masyarakat dengan memberikan perubahan dan pencerahan.

Dikatakan plus, karena konektifitas pada pijakan, bahwa Allah SWT menciptakan apa pun sebagai media, sarana, dan fasilitas untuk memaksimalkan potensi dan mencapai tujuan penciptaan manusia itu sendiri.

Merancang rencana strategis untuk perubahan menjadi keniscayaan bagi lembaga pendidikan Islam. Disiplin waktu, fokus pada tujuan, dimulai dari langkah kecil, bersungguh-sungguh, sabar dalam pengorbanan, berbagi ilmu kebaikan, dan kembali pada Allah SWT, menjadi kekuatan dan kultur lembaga untuk membangun masa depan yang beradab.

Baca Juga  Hilman Latief: Kader Muda Muhammadiyah Harus Paham Risalah Islam Berkemajuan

Selain itu, perlu juga untuk mengasah skill/kemahiran dalam penggunaan peralatan teknologi dan kemahiran membaca data untuk arah kecenderungan perubahan, sebagai jalan pertumbuhan dan perkembangan lembaga.

Kombinasi membangun kultur dan adaptif terhadap perkembangan teknologi menjadi langkah strategis untuk perkembangan lembaga pendidikan Islam. Kondisi pandemi saat ini menjadi peluang besar bagi lembaga pendidikan Islam untuk maju, asalkan mampu mentransformasikan lembaga.

Lembaga pendidikan nampaknya perlu juga mempelajari bagaimana pola-pola lembaga startup mentransformasikan diri dalam pengembangan dan penelitian untuk menemukan pasar yang tepat. Harapannya, lembaga pendidikan tumbuh memiliki karakter seperti halnya pergerakan startup dalam pengembangan diri.

Transformasi lembaga pendidikan Islam bisa dalam hal kurikulum yang mampu mengintegrasikan akidah, syari’ah, akhlak, dan kompetensi abad 21, serta transformasi penggunaan media dengan teknologi aplikasi.

Ini jelas membuka jalan dan peluang bagi lembaga pendidikan Islam untuk “growth” meretas masa depan, seperti halnya lembaga startup, dengan platform pendidikan “Islam Berkemajuan” ber-tagline mewujudkan generasi ulul albab. Semoga esai ini menjadi bahan refleksi untuk mewujudkan masa depan yang beradab dan berkemajuan.

Editor: Lely N

Avatar
4 posts

About author
Litbang Perguruan Muh Kottabarat, Surakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds