Ada yang menarik dari pemikiran almarhum Buya Syafii. Beliau membaca ulang ayat-ayat Al-Quran dalam surat Makkiyah dan menemukan makna sosial. Bahkan, makna perombakan sosial yang sangat mendasar dan berbicara masalah-masalah kemanusiaan.
Almarhum Buya Syafii juga berpendapat bahwa ayat-ayat Makkiyah ibarat goncangan gempa bumi skala tinggi yang lantang berbicara keadilan dan persamaan di Makkah yang saat itu dikuasai aristokrat Quraisy yang pongah.
Surat Al-Ma’un yang merupakan surat ke 107 termasuk golongan surat makkiyah menjadi salah satu inspirasi KH. Ahmad Dahlan melakukan perubahan dan perombakan sosial yang signifikan. Teologi Al-Ma’un dalam gerakan Muhammadiyah menjadi ayat inspirasi dalam menjalankan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Sebagai organisasi sosial keagamaan, tentu Muhammadiyah bertanggungjawab mengambil bagian dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial dalam umat dakwahnya.
Teologi Al-Ma’un menegaskan bahwa keberagamaan yang benar adalah keberagamaan yang dapat mendorong pemiliknya untuk peduli kepada anak yatim dan orang miskin, sehingga memunculkan keberagamaan yang otentik.
Langkah KH Ahmad Dahlan yang meletakan pondasi materi pendidikan mencakup pendidikan akhlak, pendidikan individu, dan pendidikan kemasyarakatan merupakan langkah yang tepat. Dengan dasar materi tersebut, Pendidikan Muhammadiyah mampu menghasilkan lulusan-lulusan yang unggul dan memiliki orientasi keshalehan individu dan sosial.
Ketika berbagai persoalan sosial muncul ditengah masyarakat, adakalanya umat belum mampu sepenuhnya hadir untuk memberikan solusi. Kebanyakan wujud tauhid kita masih bersifat pribadi dan belum mampu menjadi tauhid yang memiliki nilai pemberdayaan.
Idealnya, selain untuk kesalehan pribadi, tauhid juga hadir sebagai bentuk pemberdayaan umat yang mampu melepaskan kehidupan umat dari jeratan persoalan kebodohan, kemiskinan dan sebagainya. Dengan demikian, hemat penulis perlu strategi dalam pengembangan tauhid sosial yang mampu hadir sebagai bentuk pemberdayaan kepada masyarakat.
Konsep dan implementasi tauhid sosial bisa dikembangkan dalam pendidikan Muhammadiyah. Abdul Munir Mulkhan pernah mengatakan bahwa gerakan Muhammadiyah sesungguhnya adalah gerakan pendidikan masyarakat. Di mana pendidikan formal melalui Majelis Dikdasmen dan Dikti, sedangkan non formal melalui Majelis Tabligh yang turun ke masyarakat langsung memberikan pendidikan dan pencerahan melalui dakwahnya. Pada tulisan ini, penulis akan mengurai pengembangan pendidikan tauhid sosial melalui jalur formal sekolah.
Pengembangan Tauhid Sosial dalam Kurikulum dan Pembelajaran
Mengembangkan konsep tauhid sosial harus mendapatkan perhatian serius untuk dikembangkan dalam kurikulum pendidikan di lingkungan Muhammadiyah. Tentu saja pengembangan pendidikan tauhid sosial bukan semata hanya berupa pengetahuan an sich saja yang diperoleh, tetapi juga mengetahui dan mempraktikkannya. Konsep ilmu dan amal menjadi fokus dalam pengembangan tauhid sosial yang dilakukan di lembaga pendidikan Muhammadiyah.
Tauhid yang benar akan melahirkan amal shaleh yang benar dan berdimensi sosial. Pembelajaran yang dilakukan di sekolah haruslah bermakna bagi siswa. Menghadirkan pembelajaran yag bermakna di era student centered ini menjadi tantangan bagi guru sekolah Muhammadiyah.
Guru menjadi ahli tafsir utama kurikulum yang diterapkan sekolah. Konsep kurikulum pendidikan holistik integratif yang diusung pendidikan Muhammadiyah, sesungguhnya memberikan keunggulan dalam hal membentuk manusia yang utuh dan matang.
Pengembangan dimulai dari kurikulum dan konten program pendidikan, di mana konten pendidikan karakter (akhlak), pendidikan individu, dan pendidikan masyarakat harus diletakkan dalam bingkai program-program unggulan di sekolah. Sejauh pengamatan terbatas penulis, sebagian sekolah Muhammadiyah masih bergerak dalam ranah pendidikan akhlak (karakter) dan pendidikan individu. Sedangkan konten pendidikan masyarakat masih kurang mendapat sentuhan yang optimal.
Komitmen mengembangkan pendidikan kemasyarakatan diwujudkan dalam program pembelajaran yang dapat diukur keberhasilannya. Pembelajaran sosial kemasyarakatan bermakna yang dihadirkan sekolah memang membutuhkan berbagai fasilitas mulai dari media,waktu, metode dan teknik pembelajaran yang bervariatif di lapangan.
Dengan demikian, siswa akan terstimulus untuk mengembangkan HOTS mulai dari menganalisis, mengevaluasi, dan mensintesis. Ini dapat diwujudkan dalam pembelajaran berbasis projek problem sosial kemasyarakatan yang diprogramkan sekolah.
Program-program pembelajaran berbasis problem sosial kemasyarakatan di sekolah Muhammadiyah perlu dibuatkan instrumen-instrumen dan indikator penilaian sebagai bahan evaluasi kegiatan pembelajaran. Asesmen dan aksi nyata siswa dalam ikut serta melakukan pemberdayaan sosial menjadi pengalaman belajar yang mana jika direfleksikan akan memupuk tauhid sosial siswa sekolah Muhammadiyah.Â
Pengalaman penulis ketika mengikuti sebuah program sekolah yang berbasis kemasyarakatan, di mana siswa dan guru menginap di rumah penduduk/warga masyarakat dan melakukan kegiatan aksi dalam pemberdayaan seperti fungsionalisasi TPA untuk mendidik anak-anak desa di sekitar masjid masyarakat sangat efektif untuk proses pendidikan tauhid sosial siswa.
Program seperti ini menyentuh beragam aspek seperti spiritual, emosional, intelektual dan psikomotor dimana siswa mendapatkan pengalaman nyata dalam pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.
Tulisan ini bersifat reflektif, sekedar pengingat bahwa sekolah Muhammadiyah sebagai Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) memiliki peran salah satunya sebagai media kaderisasi. Lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dan pencerahan, harus memperhatikan aspek tauhid sosial dalam kurikulum dan proses pendidikannya sebagai implementasi semangat Al-Ma’un. Hal ini dapat menjadi wahana dalam praktik keberagamaan sebagai warisan semangat dan nilai-nilai kepada kader-kader muda di sekolah Muhammadiyah.Â
Editor: Yusuf