Akhlak

Pengertian Takdir dan Nasib Manusia

4 Mins read

Kita sering mendengar istilah takdir dan nasib. Lalu, apakah keduanya sama? Apakah kalian percaya bahwa hidup kita ini sudah ditentukan oleh nasib dan takdir? Apakah hidup kita sudah ada yang meng-skenariokan?

Apakah benar, bahwa kita hidup sudah seperti yang ditakdirkan oleh Tuhan yang Maha Esa? Masih banyak manusia yang belum bisa membedakan apa itu takdir dan apa itu nasib. Lalu, apa itu takdir dan nasib?

Pengertian dan Definisi Takdir

Takdir merupakan hukum sebab akibat yang berlaku secara pasti sesuai dengan ketentuan Allah Swt. Takdir merupakan bahasa Tuhan, tidak bisa dirubah dan sudah merupakan kepastian.

Dalam bahasa Arab, takdir disebut qadara, yuqaddiru, atau taqdir. Arti harfiahnya adalah ukuran, ketentuan, kemampuan, dan kepastian.

Definisi takdir dijelaskan dalam Al-Quran dalam surah Yasin ayat 38, surah Fussilat ayat 12, surah Al-Furqan ayat 2, dan surah Al-Anam ayat 96. Dari ayat-ayat tersebut menarik 3 kesimpulan, yakni:

Pertama, takdir berlaku untuk fenomena alam, artinya hukum dan ketentuan dari Tuhan mengikat perilaku alam. Sehingga hukum sebab akibat yang terjadi di alam ini dapat dipahami manusia.

Kedua, takdir Tuhan terkait hukum sosial (sunnatullah). Hukum ini melibatkan manusia di dalamnya.

Ketiga, akibat dari takdir dalam arti hukum kepastian Allah yang baru dapat diketahui setelah berada di alam akhirat.

Takdir dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

Takdir Mubram: Takdir dalam Ilmu Allah Swt. dan Takdir dalam Kandungan

Takdir mubram adalah takdir yang pasti akan terjadi dan tidak dapat untuk ditolak yang telah ditetapkan oleh Allah Swt., dan manusia tidak mempunyai kesempatan untuk memilih atau merubahnya. Contoh dari takdir mubram antara lain: jenis kelamin seseorang, usia manusia, peredaran matahari dan bulan, dan lain sebagainya.

Seperti yang sudah dijelaskan dalam syarah kitab hadis Arba’in Nawawi, takdir mubram dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

Takdir dalam ilmu Allah Swt., yang tidak mungkin dapat berubah, sebagaimana Nabi Muhammad saw. bersabda:

Baca Juga  Uswah Hasanah Sebagai Falsafah Pendidikan

Tiada Allah mencelakakan kecuali orang celaka (yaitu orang-orang yang telah ditetapkan dalam ilmu Allah ta’ala bahwa dia adalah orang celaka).”

Takdir dalam kandungan, yaitu malaikat diperintahkan untuk mencatat rezeki, umur, amal, dan celaka atau bahagiakah bayi yang ada di dalam kandungan tersebut. Maka takdir ini termasuk dalam takdir yang tidak dapat dirubah apa yang telah digariskan dalam tubuh sang bayi tersebut. Sesuai hadis Nabi Muhammad saw., yang artinya:

Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi ‘Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan empat kata: rizki, amal, ajal, dan celaka atau bahagianya. Maka demi Allah yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan surga kecuali sehasta saja. Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.” (Bukhari no. 3208, Muslim no, 2643)

Takdir Muallaq: Takdir dalam Lauhul Mahfudz dan Takdir yang Diikuti Sebab Akibat

Takdir muallaq adalah takdir yang bergantung pada ikhtiar seseorang atau usaha menurut kemampuan yang ada pada manusia. Seperti yang sudah dijelaskan dalam syarah kitab hadis Arba’in Nawawi, takdir muallaq merupakan takdir yang tergantung atau tertunda.

Takdir muallaq dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

Takdir dalam Lauhul Mahfudz, yang mungkin dapat berubah, sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Ar-Ra’du ayat 39 yang artinya:

Baca Juga  Psikologi Islami (1): Dilema Psikologis dalam Penguatan Karakter

Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan di sisi-Nya lah Ummul Kitab (Lauhul Mahfudz).”

Takdir yang diikuti sebab akibat, merupakan takdir yang berupa penggiringan hal-hal yang telah ditetapkan kepada waktu-waktu dan hal-hal yang telah ditentukan. Contohnya:

Seandainya hambaku berdo’a atau bersilahturrahmi dan berbakti kepada kedua orang tua, maka Aku jadikan dia begini, jika dia tidak berdo’a dan tidak bersilahturrahmi serta durhaka kepada orang tua, maka Aku jadikan seperti ini.”

Maksud dari takdir muallaq ini, adalah bahwa takdir merupakan kehendak mutlak Allah Swt. Akan tetapi, penyebab adanya takdir tersebut dapat berubah oleh karena perbuatan manusia, yaitu dengan berdo’a dan berikhtiar, atau berusaha dengan izin Allah Swt. Nabi Muhammad saw. bersabda, yang artinya:

Sesungguhnya doa dan bencana itu diantara langit dan bumi, keduanya berperang dan doa dapat menolak bencana, sebelum bencana tersebut turun.

Pengertian Nasib

Secara bahasa, pengertian nasib mempunyai makna yang sama dengan takdir, yaitu sesuatu yang sudah ditentukan oleh Tuhan atas diri seseorang. Namun pada kenyataannya, nasib seringkali dikonotasikan dengan hal-hal yang buruk, negatif, dan kesialan.

Sedangkan takdir lebih sering digunakan untuk hal yang positif, untung, dan kemujuran. Seolah yang jelek itu nasib dan yang baik itu takdir. Terlebih lagi, manusia seringkali mengaitkan nasib dengan keputusasaan dan kekecewaan. Nasib bisa dirubah oleh manusia, kalaupun itu harus dengan izin Yang Maha Kuasa, karena Tuhan berkata:

Tiada akan kurubah nasib seseorang, ketika ia sendiri tidak mau merubahnya.” Bahasa Tuhan ini memberikan isyarat bahwa Tuhan memberi izin kepada manusia untuk merubah nasibnya dengan kerja keras dan doa.

Contohnya adalah kegagalan. Kegagalan bukanlah merupakan takdir, maka bisa dirubah, dan yang bisa merubahnya adalah manusia dengan izin Yang Maha Kuasa. Syaratnya adalah punya kemauan, berupaya, berusaha, dan meminta izin dari Tuhan, maka “kegagalan” bisa berubah menjadi “kesuksesan”.

Baca Juga  Menahan Amarah, Raih Gelar Takwa

Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan, diartikan “gagal”. Hampir semua manusia mengartikan “satu kegagalan” sebagai “semua kegagalan”, sehingga tertutup semua akses untuk munculnya kebangkitan. Dan secara tidak sadar, kontaminasi hati terhadap hal ini menghasilkan persepsi yang menimbulkan asumsi yang berujung pada kesimpulan, bahwa “gagal yang satu merupakan kegagalan untuk semuanya”.

Kegagalan adalah hasil karya manusia, dan siapapun bisa mengalaminya, siapapun dia tidak terkecuali. Kegagalan bisa diartikan sebagai musibah, ujian, cobaan, bencana, bahkan hikmah.

Cara Menyikapi Kegagalan

Ada perbedaan yang paling mendasar ketika mengalami kegagalan, yaitu “cara menyikapi” kegagalan. Bagi orang-orang yang mampu mengartikan bahasa Tuhan, kegagalan dianggap menjadi sebagai “ujian”, bahkan sebagai “hikmah”. Karena dengan adanya hal tersebut, berarti Tuhan penuh dengan kasih dan sayang. Namun bagi orang-orang yang tidak dapat mengartikan bahasa Tuhan, kegagalan adalah sebagai “melapetaka, bencana, bahkan kutukan”.

Jika manusia tetap pada nasibnya, mereka akan menjadi seperti boneka. Menganggap manusia sebagai tetap pada nasibnya adalah seperti menuduh Allah Swt. kejam dan tidak adil.

Karena jika manusia ditakdirkan tetap pada nasibnya, dengan sebagian orang harus minum alkohol, sementara sebagian yang lainnya harus selalu berdoa dan beribadah, pada akhirnya orang-orang berdosa akan masuk neraka, sementara yang beribadah akan masuk surga. Apakah mungkin bagi Allah yang salah satu sifat-Nya adalah “Al-Adl” (Maha Adil) untuk membiarkan ketidakadilan dan kelainan seperti itu?

Bahasa Tuhan adalah bahasa yang penuh dengan keberhasilan, kesuksesan, dan kemenangan. Maka dalam bahasa Tuhan tidak ada dalam bahasa kegagalan, kekalahan, dan ketidak-berhasilan.

Sesuatu pasti ada awalnya, dan mulailah dengan nama Tuhan, karena Dia yang punya hak mutlak atas hidup ini, dari permulaan ketika proses itu sedang terjadi dan mengakhirinya.

Editor: Zahra

Eka Widyawati
1 posts

About author
Mahasiswa Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Karawaci
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds